Hasil Simulasi DPRD Kabupaten Sukabumi, Caleg Dapil I Ada Kejutan dan Dapil II Ketat

HASIL-SIMULASI-PILEG-2024-DPRD-DAPIL-I-DAN-II-KABUPATEN-SUKABUMI

SUKABUMI – Pertarungan untuk memperebutkan kursi DPRD Kabupaten Sukabumi daerah pemilihan (Dapil) I dan II cukup ketat. Berdasarkan hasil Simulasi dan Sosialisasi Pemilu 2024 yang dilakukan Radar Sukabumi menunjukan, partai-partai lama masih begitu mendominasi.

Di Dapil I Kabupaten Sukabumi yang meliputi enam kecamatan yakni Palabuhanratu, Simpenan, Cikakak, Bantargadung, Cisolok dan Warungkiara, para Calon Anggota Legislatif (Caleg) bakal memperebutkan tujuh kursi dewan. PKB dan Gerindra diprediksi masing-masing bakal menyumbang dua kursi. Dimana, PKB mampu meraih 28,0 persen suara, sedangkan Gerindra memperoleh 26,5 suara. Lalu disusul PDIP dengan raihan 10,6 persen, PPP 9,7 persen, Golkar 9,1 persen (lengkapnya di Grafis).

Bacaan Lainnya

Sedangkan di Dapil II yang meliputi delapan kecamatan yakni Kecamatan Parungkuda, Bojonggenteng, Parakansalak, Cicurug, Cidahu, Kalapanunggal, Kabandungan dan Ciambar, para Caleg akan memperebutkan 10 kursi dewan. Hasilnya, PPP mampu meraih suara terbanyak dengan perolehan 11,1 persen.

Lalu disusul Golkar dengan raihan suara 10,9 persen, Gerindra 10,2 persen, PDIP 9,5 persen, PKB 9,3 persen, Demokrat 7,4 persen, NasDem 7,2 persen, PKS 5,8 persen, PAN 3,9 persen dan Hanura 3,5 persen (lengkapnya di Grafis).

Seperti diketahui, Radar Sukabumi mengadakan simulasi Pemilu 2024 baik itu Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kota dan Kabupaten secara serentak pada Selasa (12/12) lalu. Simulasi ini menggunakan 18.240 kertas surat suara. Untuk di Kabupaten Sukabumi, ada 15.000 kertas surat suara yang disebar ke Dapil.

“Jadi, untuk di Kabupaten Sukabumi, satu dapil kami menyebar total 3.000 kertas surat suara atau 500 surat suara untuk masing-masingnya. Jadi, untuk DPRD Kabupaten Sukabumi, itu ada 500 kertas surat suara yang relawan sebar di setiap kecamatan,” ungkap Penanggungjawab Simulasi Pemilu 2024 Radar Sukabumi, Rahmad Yanadi.

Dalam pelaksanaannya, Radar Sukabumi menggandeng unsur mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah (UMMI) Sukabumi dan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Widyapuri Mandiri Sukabumi. Mereka dilibatkan untuk menjaga independensi hasil simulasi. “Setiap tim kami sebar, menyisir ke semua dapil di Sukabumi. Yakni, 6 dapil di Kabupaten Sukabumi dan 3 dapil di Kota Sukabumi,” lanjutnya.

Selain melakukan pencoblosan, tim simulasi Radar Sukabumi juga memberikan edukasi kepada masyarakat. Baik itu tata cara pencoblosan, jumlah kertas serta warna surat suara yang akan dibagikan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nanti.

Selain itu, juga memberikan informasi tanggal pencoblosan, serta memberikan edukasi suara sah dan tidak sah. “Saat melakukan simulasi dan sosialisasi ini, tidak jarang tim kami juga mendapatkan penolakan dari masyarakat dengan berbagai ragam alasan. Terlebih, surat suara untuk Pemilu 2024 itu dinilai banyak hingga membuat masyarakat pusing,” tandas Rahmad.

Sementara itu, Pengamat Politik, Adrian Sopa mengapresiasi Simulasi dan Sosialisasi Pemilu 2024 yang diselenggarakan Radar Bogor Group di 14 Kota dan Kabupaten se-Jawa Barat. Ia berpendapat, data yang dihasilkan dari simulasi tersebut menarik. Karena melibatkan begitu banyak responden. Hal itu menurutnya bisa dijadikan acuan minimal untuk membaca opini publik yang berkembang.

“Terutama karena menggunakan simulasi kertas suara. Sejauh yang saya amati dari berbagai lembaga survei, belum semua menggunakan surat suara. Jadi ini bisa menjadi nilai tambah,” ujar pria yang juga Direktur Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Rabu (20/12).

Menurut pengamatannya, simulasi yang digunakan Radar Bogor Group berbeda dengan metodologi yang biasa digunakan LSI Denny JA dalam 20 tahun terakhir, yakni multistage random sampling. Metodologi yang diterapkan Radar Bogor Group tergolong simple random sampling.

Ia berpandangan, data atau hasil simulasi yang dikeluarkan tidak bisa seluruhnya diklaim mewakili populasi di Jawa Barat karena digelar di 14 Kabupaten Kota. Namun hasil itu bisa menjadi peta suara di Kabupaten Kota.

“Ketika metodologinya baru, tidak bisa mengklaim menjadi yang paling unggul. Namun ini patut dicoba karena bisa jadi hasilnya mendekati yang ada. Diserahkan kembali ke masyarakat apakah berkesuaian atau tidak, dan biarlah mahkamah waktu dan mahkamah sejarah yang membuktikan ini,” ucap Adrian.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *