Duka Keluarga Korban dan Warga di Lokasi Kebakaran

Pipit (dua dari kiri), pekerja yang selamat dari kebakaran, ditemani keluarganya. Foto kanan, keluarga menunjukkan foto Yunita bersama dua putrinya, Vinkza Parisyah (Pinja), 10, dan Runisa Syakila (Sasa), 2, yang ikut menjadi korban.

Teriakan histeris dan isak tangis tak terbendung. Tak ada yang sanggup menerima dengan cepat kenyataan bahwa keluarga menjadi korban tewas secara tragis.

DIVA SUWANDA-TEDDY AKBARI, Langkat

Bacaan Lainnya

KEHILANGAN istri dan putri pertama sekaligus membuat hati Sofian remuk. Tak pernah dia bayangkan sepanjang hidup akan menghadap polisi untuk mengidentifikasi jenazah orang-orang terkasihnya itu. Wajahnya kuyu. ”Istri dan anak saya jadi korban. Tadi (kemarin, Red) lapor ke petugas ciri-ciri mereka,” kata pria 36 tahun itu di Posko Antemortem Tim DVI Polda Sumut RS Bhayangkara, Jalan Wahid Hasyim, Medan, kepada Sumut Pos.

Sofian bercerita, istrinya, Yuli Fitriani, 35, bekerja kurang lebih empat tahun di pabrik korek api gas di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pasar 4, Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Langkat, tersebut. Yuli tewas. Begitu pula putri mereka, Sifa Oktaviana, 10, yang hari itu ikut ibunya bekerja.

Sofian mengatakan, para pekerja yang didominasi perempuan tersebut memang sering membawa anak masing-masing. ”Tapi, seharusnya anak saya dijaga sama neneknya. Kebetulan saja hari ini (kemarin, Red) neneknya ada acara,” tutur Sofian, yang rumahnya tak jauh dari pabrik.

Sofian menyebutkan, saat ditemukan, seluruh korban bertumpuk di balik pintu depan pabrik yang dipasangi teralis besi. Jasad istri, anaknya, dan sejumlah korban lain berpelukan. ”Nggak kebayang bagaimana takutnya mereka kala itu. Tidak tahu mau ke mana. Pintu dikunci, jendela terkunci,” tutur Sofian.

Mungkin, papar Sofian, para korban itu hendak keluar lewat pintu depan. Namun, mereka tak kuat mendobrak. Dia sangat menyesali kenapa pemilik pabrik tak membuat akses alternatif untuk jaga-jaga ketika ada hal buruk.

”Seharusnya anak dan istri saya masih bisa selamat,” ucap dia, pelan.
Saat ini dia belum bisa membawa jenazah istri dan anaknya. Petugas masih melakukan identifikasi jenazah yang mayoritas sudah tak bisa dikenali lagi secara fisik. ”Yang saya inginkan sekarang hanyalah bisa segera memakamkan mereka,” ujar Sofian.

Keluarga korban kebakaran lainnya, Sainten, 53, tak kalah terpukul. Dia kehilangan putrinya, Yunita Sari, 30, dan dua cucu sekaligus. Keduanya putri Yunita, yakni Vinkza Parisyah, 10, dan Runisa Syakila, 2. Hatinya sesak saat melihat mereka meninggal dengan kondisi mengenaskan. Gosong terpanggang. Yunita merupakan anak pertama Sainten. Dia punya tiga adik. ”Anak saya empat. Ini adik-adiknya semua ikut,” ungkap Sainten.

Berdasar keterangan Sainten, anaknya bekerja di pabrik itu mulai enam tahun lalu. Tidak ada firasat buruk. ”Kami awalnya dikabari bahwa Yunita cuma kecelakaan sama anak-anaknya. Ternyata, kabar lain yang kami dapat,” ungkapnya, sedih.

Namun, menurut Sainten, ada yang tak biasa sebelum ketiganya meninggal. Vinkza sempat mengunggah foto-foto dirinya bersama ibu dan adiknya ke Facebook. ”Sempat tadi sebelum kejadian si Vinkza foto-foto sama adiknya dan mamaknya bertiga. Itu pagi-pagi. Seperti pertanda kenang-kenangan,” ungkap Sainten.

Meski berat hati, pihaknya mengikhlaskan kehilangan itu. Namun, yang dia sayangkan, pemilik pabrik mengunci pintu depan. ”Ini setidaknya jadi pembelajaran. Jangan lagi ada kejadian begini. Seharusnya pengusaha juga memperhatikan keselamatan pekerjanya,” tutur Sainten.

Duka juga dirasakan oleh Faisal Riza. Istrinya, Marlina, turut tewas dalam kebakaran itu. Faisal menceritakan, dirinya hendak menunaikan salat Jumat ketika tetangga ramai berujar pabrik terbakar. Rumahnya berjarak sekitar 200 meter dari pabrik di dalam gang tersebut. ”Saya lari, hendak menyelamatkan istri, tapi sudah telat. Ketika sampai, pabrik sudah terbakar habis,” papar dia.

Faisal menuturkan, memang sudah biasa pintu pabrik dikunci dari depan oleh petugas keamanan saat karyawan bekerja. Akses satu-satunya adalah pintu belakang. Diduga, api berasal dari bagian belakang bangunan itu. ”Mau tak mau, hanya bisa keluar dari pintu depan,” papar Faisal.

Dia juga menuturkan, pemilik bangunan itu adalah seorang perempuan lansia yang biasa dipanggil Ros. Rumah tersebut disewakan oleh Ros kepada pengusaha yang akhirnya membuka pabrik tersebut.

Hampir semua keluarga korban yang datang ke tempat kejadian perkara (TKP) tak kuasa menahan air mata. Sebagian berteriak histeris. Satu di antaranya Irma. Perempuan 40 tahun tersebut terus menangis. Sepupunya, Fitri, menjadi korban bersama anaknya, Sifa, yang merupakan murid kelas IV SD. Irma mengenali mereka dari cincin yang dipakai Sifa. ”Tadi, pulang sekolah, Sifa datang dengan membawa minuman untuk ibunya. Mereka meninggal berpelukan di sudut (ruangan, Red) itu,” kata Irma dalam isaknya.

Suryadi, warga sekitar, menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi saat jam makan siang. Dia mengaku mendengar suara ledakan hingga lebih dari tiga kali. Suryadi menyebutkan, pabrik korek tersebut sudah lama beroperasi. ”Sudah ada hampir sepuluh tahun. Saya tinggal di samping pabrik itu,” terang dia.

Salim, warga setempat, mengatakan berusaha memadamkan si jago merah bersama warga lain. Namun, apa daya, api langsung membesar dan menghanguskan seisi rumah tersebut. ”Sebelum pemadam tiba di lokasi, kami bantu padamkan api. Kejadian tidak hitungan menit, tapi hitungan detik,” terang dia.

Salim bersama tetangganya, Andi dan Dana, mendengar teriakan korban. Para korban menjerit minta tolong. ”Jeritan jelas terdengar. Jalan keluar hanya dari pintu belakang. Tapi, sumber ledakan dan api di belakang.

Mereka tak bisa keluar. Kami pasrah. Bagaimana lagi,” kata dia.

Api yang cepat membesar menjadi penghalang warga untuk membantu mendobrak pintu yang terkunci itu. Polisi masih menyelidiki penyebab kebakaran mematikan tersebut. (*/c11/ayi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *