Gerakan Literasi Melawan Covid-19

Oleh Irawan Danismaya, MKep.
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Ketua Persatuan Perawat Kota Sukabumi

SARS-Co-2 atau Covid 19 mampu merubah hampir seluruh aspek kehidupan normal masyarakat termasuk dalam bidang pendidikan. Masa depan datang lebih awal sehingga warga kampus tiba-tiba dipaksa melek teknologi.

Orang tua mahasiswa kompak meminta biaya semester diturunkan karena belajar daring dinilai lebih murah hingga membuat pimpinan kampus swasta memeras otak agar bisa tetap bertahan hidup. Ditambah lagi jika suatu saat perguruan tinggi top dari luar negeri diberi akses membuka kelas online, bisa ambyar jagad perguruan tinggi di negeri ini.

Pembelajaran tanpa tatap muka di kelas memberi tantangan kepada para pendidik terutama ketika capaian pembelajarannya berupa satu keterampilan. Tahap uji kompetensi juga menjadi bahan debat alot diantara kampus-kampus yang menyelenggarakan program profesi.

Karena situasi tersebut itu maka kini saat terbaik untuk memulai penerapan AKB ; Adaptasi Kampus Baru, disaat kebijakan Kampus Merdeka belum bisa direalisasikan sehubungan proses belajar di luar kampus yang juga terhambat karena Covid 19.

Adaptasi Kampus Baru harus bisa terintegrasi dengan AKB-nya Jawa Barat dalam melawan Corona. Bagaimana cara agar kampus tetap dapat berfungsi sebagai tempat pembentukan karakter dan para intelektual muda serta sekaligus sukses mencegah penyebaran Corona.

Kampus harus mempu mengadaptasi segala keterbatasan yang dihadapi selama masa pandemi. Pimpinan kampus harus selalu ingat bahwa ; “ Nilai dari satu proses ujian adalah hasil dari olah ingatan BUKAN Nilai orisinil dari perkembangan sebuah pikiran !

“ Karena nilai akhir satu proses pembelajaran adalah terjadi perubahan diri peserta didik yang berdampak pada perubahan lingkungan sekitarnya. Dan kebiasaan membaca terbukti mampu menciptakan perubahan.

Gerakan literasi nasional telah digaungkan sejak tahun 2016 sebagai bagian implementasi dari Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti.

Meski pada awalnya hanya terfokus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, tetapi kemudian berkembang menjadi gerakan literasi masyarakat termasuk di kampus. Melalui proses membaca, setiap orang akan diajak belajar memahami dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinyaketika berkomunikasi dengan lingkungannya.

Proses pembelajaran di kampus saat ini telah mewajibkan para dosennya untuk menyertakan kemampuan literasi data, orang dan teknologi dalam setiap kegiatan perkuliahannya. Yang dibutuhkan sekarang adalah kekuatan komitmen dan konsistensi pimpinan kampus untuk mengawal gerakan literasi di kampusnya.

Setidaknya ada 3 persiapan yang harus dilakukan pimpinan kampus menurut Beers at.al (2009) dalam A Principles Guide to Literacy Intruction yaitu ; persiapan lingkungan fisik, lingkungan sosial-afektif dan lingkungan akademik.

Wujudnya dapat berupa membangun pojok-pojok baca, membiasakan interaksi Dosen-Mahasiswa atau sesama mahasiswa dalam membahas bacaan yang sama, serta yang terpenting adalah mewajibkan waktu khusus membaca minimal 15 menit sehari diluar jam perkuliahan. Penerapannya tidak mungkin sulit jika sebelumnya dilakukan kajian dan perencanaan tahapan yang jelas dan terukur.

Gerakan literasi ini dapat menjadi alternatif ketika tatap muka secara langsung dianggap kendala selama masa belajar di rumah. Setiap peserta didik diarahkan untuk terbiasa membaca, melihat, menyimak, menulis dan berbicara tentang satu topik lalu kemudian mendiskusikan bersama dosen pengampu mata kuliahnya.

Peserta didik harus dibimbing agar selalu mengkaitkan pengetahuan baru yang dimilikinya dengan situasi yang sedang terjadi di masyarakat. Upaya meningkatkan kemampuan literasi juga harus terus dikembangkan pada setiap mata kuliah sesuai struktur kurikulumnya. Jika semua hal tersebut berhasil dilalui maka kesadaran bahwa belajar itu sepanjang hayat dapat terwujud.

Gerakan literasi dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid 19 juga bisa dikembangkan di sebuah wilayah setingkat Rukun Warga (RW). Bayangkan jika di setiap RW ada satu tenaga kesehatan yang berperan menjadi partner diskusi 15 menit setiap hari dengan warga. Bayangkan juga jika buku-buku atau info seputar Covid 19 tersedia di pojok-pojok baca rumah warga.

Bayangkan juga jika bapak Ketua RW nya konsisten mengajak dan memberi contoh agar membiasakan membaca 15 menit sehari. Lalu kemudian bayangkan ketika terjadi perubahan perilaku kesehatan warga yang lebih taat protokol kesehatan.

Bayangkan juga jika gerakan literasi ini diterapkan di pusat-pusat berkerumunnya warga. Indahnya negeriku……..Jadi bersiaplah menyambut New Normal yang entah sampai kapan akan menjadi budaya baru bangsa ini.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *