Pancingan Aceh Istanbul

Yang berbau Arab pun dijauhi. Jilbab dilarang masuk ke instansi pemerintah. Di sekolah negeri. Di rumah sakit pemerintah. Bahkan Azan pun diganti: pakai bahasa Turki. Hasilnya memang luar biasa. Turki dianggap sejajar dengan Eropa.

Diterima jadi bagian Eropa. Sepakbolanya pun ikut Piala Champions Eropa. Meski tetap saja belum boleh ikut pakai mata uang Euro. “Tahun 2005,” ujar Retno, “Turki menghapus enam nol di mata uangnya. Ekstrim sekali,” katanya.

Bacaan Lainnya

Juga berhasil membawa ekonomi Turki maju. Tapi secara sosial Islam sudah terlalu dalam di Turki. Tidak mungkin dihapus. Bahkan rasa Islam itu bisa bangkit lagi. Dengan kesadaran baru: tetap Islam, tetap semaju Eropa. Saya kira itulah kesadaran generasi baru Islam. Di mana pun. Tidak mau Islam identik dengan kemunduran.

Di Indonesia tugas generasi muda Islam itu kian berat: masih besarnya kemiskinan, kekumuhan, kebodohan. Bisakah cara biasa-biasa saja menyelesaikannya? Di akhir makan malam saya minta dibantu: sebutkan tiga poin yang bisa menunjukkan Turki kian Islami. Lama sekali restoran itu terdiam. Mahasiswa saling pandang. Rupanya tidak mudah menemukan tiga indikator baru itu.Akhirnya ketemu juga:

1. Jilbab tidak lagi dilarang masuk ke arena pemerintah.
2. Pemerintah tetap tidak mengurus agama, tidak punya kementerian agama, tapi sudah merestui lembaga wakaf.
3. Banyak masjid baru.

Itulah. Belum menyentuh yang lebih luas. Azan maghrib pun berkumandang. Bersahutan. Kami sepakat berpisah. Dengan tetap menggantungkan banyak penasaran.

 

(dahlan iskan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *