Politik itu Sebuah Kesetiaan

Handi-Salam
Handi-Salam

Oleh : Handi Salam
*Redaktur di Sukabumi

“Sebuah Fikiran kurang tepat jika politik itu disebut kepentingan untuk mencapai tujuan, politik adalah sebuah kesetian kepada sesuatu perintah”, celoteh seorang teman pagi tadi Kamis (02/07) sambil ngopi didepan rumah. Adagium tak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, kecuali kepentingan, sejatinya sudah tak harus diberlakukan kembali dalam fikiran orang politik. Saya sempat tidak setuju, akan tetapi setelah mencermati perkataan seorang filsuf dan matematikawan Yunani Plato ada benarnya. Mungkin, orang yang mengaku orang benar adalah salah. Karena kucing juga tidak tau kalau dirinya benama kucing, hanya saja ada orang menyebut sebagian manusia sebagai kucing garong, sungguh luar biasa.

Bacaan Lainnya

‘Hukuman terberat untuk menolak memerintah adalah diperintah oleh seseorang yang lebih rendah dari diri Anda’ adalah sebuah kutipan guru dari Aristoteles yang sudah dikenal. Saya tidak tau teman saya berkiblat kepada siapa, yang jelas ketika ada yang menyuruh untuk melepaskan jabatan dia pernah lakukan meski itu adalah jabatan strategis untuk bisa memperkaya diri. Saya tidak tau dia pernah bermusuhan dengan pimpinannya siapa yang menyuruhnya. Hanya dia sendiri siapa yang sebenarnya memerintah melakukan hal tersebut yang jelas itu adalah sebuah gaya politik sebuah kesetiaan kepada orang yang dipercaya oleh pejuang politik secara seribu persen kurang dua mungkin tiga.

Tidak ada ragu dan senda gurau ketika yang menyuruhnya itu sudah berkata, sekalipun jabatan dan kekayaan yang dirinya miliki hilang. Memang jika disejajarkan politik dengan seni tidaklah serupa, karena di politik tidak ada yang pasti A atau B. Berpolitik itu memerlukan bakat dan gaya. Politik tidak hanya semata-mata adu kekuatan, tetapi bagaimana seni mengolah kekuatan sendiri dan pihak lain berada di gemgaman tangan. Karena memang faktanya orang yang disuruh itu lebih susah dari pada yang disuruh. Makanya, mengolah kekuatan untuk tetap bisa menyuruh wajib tapi saya mulai pusing.

Berat sekali opini teman saya, tapi saya merasa ini akibat kopi kadaluarsa yang dibeli tahun lalu ditemukan didalam lemari. Hidup ini sebuah permainan dan senda gurau, politikpun sama. Maka, ceria lah seperti anak sekolah saat yang libur terus engak ada kepastian masuknya. Permainan dalam politik ini merupakan representasi manusia sebagai homo luden. Olahraga berselancar di laut adalah gambaran gerak politik, karena didalam olahraga itu dibutukan elastisitas yang tinggi agar bisa bergerak cepat, luwes menghindari terjatuh dan menghadapi hambatan serta tantangan, sehingga bisa mencapai tujuan tepat pada waktunya.

Setiap pejuang politik diciptakan bukan tiba-tiba ada, siapa yang menciptakan kepadanya dia akan patuh. Meski berada di golongan lain, meski berbeda bendera (parpolnya), meski berbeda lingkungan dengan penciptanya, meski berada di dalam tubuh musuh penciptanya, tentunya ketika sudah turun perintah maka pejuang politik itulah akan memberikan kesetiaan meski harus menghancurkan ‘kapalnya’ sendiri sekalipun. Makanya timbul musuh dalam selimut, ditarik selimut orang pada tidur.

Bahasa politik seringkali berwayuh arti, abigu bahkan menipu. Tapi tidak bagi bagi penciptanya, apa yang terjadi bisa jadi merupakan apa yang sebaliknya dari yang diungkapkan. Bahasa politik bukan hanya digunakan untuk mengungkapkan tetapi untuk menyembunyikan sesuatu. Sesuai dengan paribahasa Perancis ‘La Parole A ete Donne A l homme Paur Deguiser Sa pense’.

Pada akhirnya saya berpendapat apa yang dikatakan para politikus bukan atas dasar fikirannya semata, bisa saja adalah cara untuk menyembunyikan yang sebenarnya. Mau tidak mau, sebagai politikus harus bisa dan berani menyembunyikan fikiran demi kepentingan yang sedang dipertahankan sesuai perintahnya. Saya sebagai pencari berita tentunya sering mengalami dan merasakan apa yang diucapkan orang politik belum tentu benar dari segi fakta. Waspada, waspadalah suara akan bisu ketika diambil suaranya saat pilkada. Setialah kepada yang maha pencipta bukan yang menciptakan politikus (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *