Patdono juga menekankan perlunya mengubah kurikulum pada pendidikan vokasi yang lebih mengacu pada industri. Kurikulum tersebut, menurutnya perlu mengacu pada kurikulum vokasi di Jerman yang mengaplikasikan dual system, yakni 50 persen pembelajaran di perguruan tinggi dan 50 persen praktik di industri.
Pendidikan vokasi diyakini bisa meningkatkan daya saing masyarakat Indonesia di dunia kerja. Jika pendidikan di universitas melahirkan akademisi berijazah, maka pendidikan vokasi melahirkan tenaga terampil bersertifikat yang sudah tentu juga memiliki ijazah. Hal inilah yang menjadi nilai tambah yang dibutuhkan oleh industri.
“Pendidikan vokasi seperti politeknik tidak hanya memberikan ijazah karena ijazah kurang laku untuk digunakan melamar pekerjaan di industri, (sedangkan) yang laku adalah sertifikat kompetensi yang dikeluarkan dari lembaga kredibel,” pungkasnya.
(esy/jpnn)