Sekolah Pinggir Kali, Tak Henti Bawa Misi Mulia

Melihat lingkungan sekitarnya yang keras dan dikelilingi miras dimana-mana, membuat almarhum Agung Setya Budi sibuk memutar otaknya.

Ia berjuang keras agar anaknya kelak tidak bernasib sama seperti dirinya yang tumbuh dikelilingi pergaulan orang dewasa dan minuman keras.

Lingkungannya kecil, jelas menurutnya sangat tidak elok apabila digeluti oleh anaknya. Berawal dari pergolatan batin itulah, almarhum menginisiasi gerakan ‘nekat’ saat mendirikan sekolah informal Komunitas Harapan lima tahun lalu.

Agung memang telah tiada sejak 17 April 2018 silam. Namun semangatnya terlanjur membekas di hati saudara dan rekan-rekan terdekatnya. Adalah Sunarsi, istri mendiang Agung yang mengisahkan perjalanan Komunitas Harapan saat ditemui di kediamannya, Kampung Sumeneban 104, RT 03 RW 04 Kelurahan Kauman, Semarang.

“Jadi suami saya dulu itu kan asli sini, di lingkungan sekitaran pasar Johar itu dia cerita masa kecilnya lihat orang minum-minum (miras). Ya akhirnya dia ikut minum,” ujar perempuan berusia 38 tahun itu.

Di ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarganya, Sunarsi bercerita banyak, termasuk segala aktivitas di Komunitas Harapan itu. Dijelaskannya, sekolah informal dirian mendiang suaminya itu selama ini eksis dengan memfasilitasi anak-anak yang ingin mendapatkan ilmu lebih.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *