Kisah Pasutri Juru Ketik Alquran Braille

Gunakan Tiga Jari, Istri Ngetik Suami NgecekTidak banyak pasangan suami-istri seperti Suharto-Anik Indrawati. Tidak hanya berstatus pasutri tunanetra mandiri, tetapi mereka juga membantu sesama. Dengan menjadi juru ketik Alquran berhuruf braile,GALIH ADI PRASETYO, Surabaya.

KERTAS kosong biru perlahan penuh dengan lubang kecil. Lubang itu timbul, terasa kasar saat diraba. Titik-titik itu punya susunan unik. Membentuk kode, menjadi sebuah penanda dalam ilmu semantik. Inilah huruf braille.

Huruf yang diciptakan Louis Braille, pengajar Prancis, agar orang buta tetap bisa membaca.

Tangan seorang laki-laki mulai meraba baris demi baris lubang itu. Jari tengah dan telunjuk dengan saksama bergerak dari kiri ke kanan. Sesekali berhenti dan mengulangi di baris yang sama. ’’Ini salah sedikit harakatnya,’’ ujar Suharto kepada perempuan yang duduk di sebelahnya, Anik Indrawati.

Sambil tetap meraba baris lain, dia mengingat lokasi titik yang dibilang salah tadi. Kemudian, tangan Suharto melanjutkan koreksi ke baris berikutnya.

Tuntas meraba selembar kertas manila biru itu, Suharto menyerahkannya kepada Anik. Oleh perempuan berjilbab tersebut, kertas itu diselipkan ke sebuah mesin ketik dengan kelir hijau. Dia melanjutkan mengetik di selembar kertas setebal 260 gram itu.

Ya, begitulah keseharian Suharto dan Anik. Menyalin ayat-ayat Alquran ke dalam huruf braille. Agar para tunanetra tetap bisa tilawah Quran seperti orang-orang lainnya. Pasangan suami istri itu adalah penyandang tunanetra.

Harto tunanetra sejak lahir. Berbeda dengan Harto, Anik menyandang tunanetra saat berusia sekitar 3 tahun. ”Dulu sakit demam sampai enam bulan. Waktu dikasih oksigen, tekanannya terlalu tinggi hingga akhirnya kena saraf mata,” ujar perempuan 41 tahun itu.

Pasutri yang menikah pada Agustus 2004 tersebut terbiasa kerja bareng. Bagi tugas satu sama lain. Sebab, bukan buku sembarangan yang mereka salin. Itu adalah kitab suci umat Islam dengan sistem tanda baca yang rigid.

Salah sedikit harakat (tanda baca, Red), makna satu ayat bisa jauh berbeda. ”Kalau salah huruf, maknanya berbeda nanti,” kata perempuan yang tinggal di Jalan Simo Pomahan Baru itu. ”Saya yang ngetik, Mas Harto yang ngoreksi,” katanya.

Panjang mesin ketik tersebut sekitar 30 sentimeter. Itu merupakan mesin khusus untuk huruf braille. Bukan tinta yang keluar saat tombol ditekan. Namun, mesin tersebut akan menghasilkan lubang dengan pola tertentu di kertas.

Mesin itu memiliki tujuh tombol. Tombol tersebut berwarna putih, mirip tuts piano. Tombol tengah berukuran lebih lebar. ”Yang lebar itu untuk spasi. Yang lainnya untuk huruf,” ujar pria 47 tahun tersebut.

Saat mengetik, Anik menggunakan tiga jari, baik tangan kiri maupun kanan. Tombol itu punya kode angka satu sampai enam. Misalnya, untuk mengetik huruf ”A”, cukup tekan tombol nomor satu.

Menurut dia, mengetik Alquran dengan huruf braille tidak jauh berbeda dengan mengetik biasa. Dalam mengetik huruf hijaiyah, yang diketik adalah huruf gundul. Maksudnya hanya huruf hijaiyah, tanpa tanda baca. Setelah huruf diketik, baru dilanjutkan mengetik harakatnya.

Untuk mengetik Alquran, Anik biasa menerima order per juz. Setiap juz terdiri atas 38–41 lembar ukuran folio. Tarifnya cuma Rp 75 ribu per juz. Semua bergantung pada jumlah lembaran yang dikerjakan. ”Kalau komplet 30 juz, tarifnya Rp 1,5 juta,” katanya.

Bukan cuma Alquran. Anik juga menerima pengetikan buku lain. Misalnya, buku Yasin dan buku bacaan umum seperti novel. Untuk buku seperti itu, tarifnya didasarkan pada jumlah halaman. Semakin tebal semakin mahal.

Saban bulan belum tentu ada yang pesan Alquran. Pesanan Alquran braille paling ramai saat mendekati Ramadan. Pesanan bisa meningkat tiga kali lipat dari hari-hari biasa.

Sejak 2008, Anik menjadi juru ketik braille. Bukan dengan cara instan, dia membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menguasai teknik mengetik braille itu. Semua berawal saat lulus SMA.

Tidak tahu kerja ke mana, akhirnya dia ikut ke Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia (Yaptunik). Di sana Anik dibekali kemampuan mengetik.

Kemampuan Anik untuk mengetik dengan mesin ketik braille ternyata lebih maju jika dibandingkan dengan temannya yang lain. Bahkan, dengan orang yang mampu melihat, Anik lebih unggul. Akhirnya, Anik dipercaya untuk menggarap pesanan buku braille yang diterima Yaptunik.

Tidak berselang lama, Anik dipasrahi satu mesin untuk menggarap pesanan di rumah. Namun, Anik tetap punya kewajiban untuk mengerjakan pesanan dari Yaptunik. Sejak saat itu, dia dikenal sebagai juru ketik buku-buku braille.

Sebenarnya, ada satu orang lagi yang berprofesi sama seperti Anik. Namun, teman seprofesinya telah meninggal. Sekarang Anik-lah satu-satunya juru ketik braille di Surabaya.

Pesanan datang dari banyak daerah. Termasuk dari luar pulau seperti dari Kalimantan. Tidak jarang, pesanan ditolak karena sudah full order. Saat sepi pesanan, Anik juga bekerja sebagai tukang pijat. Begitu juga Harto.

Dia jadi tukang pijat panggilan. Mereka tidak mematok tarif khusus untuk jasa pijat. ”Kalau masih di sekitar kampung, seikhlasnya saja,” ujar Harto.

Memang sudah jadi tekad Anik menjadi juru ketik Alquran. Dia menilai dengan mengetik Alquran lebih bisa memahami maknanya. Juga sebagai sarana yang bagus untuk menghafal. ”Dengan ini, saya bisa membantu teman-teman yang lain,” ujar perempuan yang sudah hafal 2 juz itu.

Kini kesibukan Anik lebih banyak untuk memahami ilmu agama. Saban Selasa dan Kamis dia rajin merapat ke Masjid Al Falah untuk belajar membaca dan menghafal Alquran.

”Untuk bekal kelak di akhirat,” katanya. Sekaligus menjaga kualitas ketikan Alquran braille yang dia kerjakan.(*/c6/ano)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *