Terdakwa Kasus Sengketa Lahan Ditahan

SUKABUMI -Sidang peradilan dugaan kasus penyerobotan tanah yang terletak di wilayah Jalan Veteran I No 36, Kelurahan Gunungparang, Kecamtan Cikole yang berlangsung di Pengadilan Sukabumi, Jalan Bhayangkara, Kecamatan Gunungpuyuh, Selasa (19/9/2017).

Setelah digelarnya agenda pemeriksaan sejumlah saksi, terdakwa Jamaludin Hakim, warga Veteran I, RT1/2, Kelurahan Gurungparang, Kecamatan Cikole ini langsung ditahan.

Bacaan Lainnya

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sidang, Benhard Mangasi L Toruan didampingi Hakim Anggota Dhian Febriandasari dan Trihandayani ini memeriksa dua orang saksi atas nama Ipang (50) dan Adnan (52).

Keterangan kedua saksi tersebut memberatkan terdakwa. Diduga terdakwa telah melakukan tindak pidana penggelapan, pengrusakan dan penyerobotan lahan yang disinyalir bukan hak miliknya.

Hal ini terdakwa mengaku sebagai Ketua dan Pengurus Yayasan Akta No 95 tahun 2011 dan masih menguasai dan tetap mengelola SMA/MA/Mts pada Pendidikan Ahmad Djuwaeni. Bahkan, terdakwa telah menyewakan sebagian area lahan dan bangunan sengketa kepada Yayasan Persada, Lembaga Pendidikan Amik CBI, kios air isi ulang, warnet. dTerdakwa juga diduga telah melakukan tindakan penggelapan aset milik yayasan merujuk pada Laporan Polisi No. LP/B/126/III/2013/Sat Reskrim tanggal 22 Maret 2013.

“Berdasarkan sidang pemeriksaan saksi tersebut, bahwa pengadilan telah menimbang terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya. Maka dari itu, terdakwa akan dilakukan penahanan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukabumi untuk waktu paling lama sebanyak 30 hari,” jelas Hakim Ketua Sidang, Benhard Mangasi L Toruan saat membacakan hasil putusan sidang pemeriksaan terhadap ke dua orang saksi dalam kasus tersebut.

Penahanan itu dilakukan terhitung dari Selasa (19/9/2017) hingga Rabu (18/10) 2017 mendatang. Hal ini, dilakukan mengingat Majelis Hakim ingin menghindari pemulangan terdakwa, agar terdakwa tidak dapat mengulangi lagi perbutannya. Seperti, bangunan sengketa disewakan, memindahalihkantangan dan pembongkaran hingga pengrusakan gedung.

“Karena majelis sudah memiliki banyak pengetahuan dalam permasalahan ini. Sejak tahun sebelumnya, sampai tahun sekarang terdakwa telah melakukan penyewaan dan mengambil hasil dari penyewaan tersebut. Sehingga majelis memasukan bahwa untuk mencegah terdakwa agar tidak mengulangi kembali hal ini. Terdakwa terpaksa harus rela dilakukan penahanan selama 30 hari. Saat ini, sidang pemeriksaan saksi kami tunda dan akan dilanjutkan pada 26 September 2017,” paparnya.

Sementara itu, salah seorang saksi yang juga sebagai pelapor kasus tersebut, Adnan menjelaskan, pihaknya telah melaporkan terdakwa karena telah melakukan penggelapan, pengrusakan dan penyerobotan lahan milik keluarganya.

“Saya ini, sebagai saksi pelapor karena saya keturunan langsung dari Ahmad Djuwaeni sebagai kepemilikan. Bahkan, secara kepemilikan lahan itu, sebenarnya sudah dieksekusi sama saya. Baik secara pengadilan agama maupun secara yayasannya. Tidak hanya itu, yayasan itu sebetulnya sudah mendapat inkrah di Pengadilan Negeri (PN),” klaimnya.

Yayasan Ahmad Djuwaeni ini, sambung Andan, telah membawahi pendidikan SMA/MA dan MTs. Karena terdakwa telah melakukan penyerobotan lahan. Dirinya terpaksa melaporkannya untuk mendapatkan keadilan.

“Padahal lahan itu sudah kami eksekusi, tetapi entah kenapa terdakwa tetap menyawa-nyewakan bangunan dan tanah seluas 3000 meter persegi ini kepada orang lain. Ya, sebenarnya tanah ini, murni milik kepengurusan keluarga kami,” tandasnya.

Masih di tempat yang sama, terdakwa, Jamaludin didampingi dengan Kuasa Hukumnya, Monot mengaku akan melakukan pembelaan untuk klainnya. Dirinya menilai, kendati dilakukan penahanan, namun ia menilai sidang itu masih sebatas pemeriksaan saksi dan belum hasil keputusan hukuman.

Terdakwa mengakui telah menyewakan lokasi yang dipersengketakan tersebut. Lokasi itu sebanyak lima lokal kelas dengan kurun waktu selama enam tahun. Bangunan tersebut disewakan untuk dijadikan tempat proses belajar mengajar mahasiswa dari Amik CBI.

“Hasil dari sewa bangunan itu, uangnya berjumlah sekitar Rp36 juta dan uangnya telah kami gunakan untuk keperluan operasional sekolah,” ujar Jamaludin.

Ia juga merasa janggal kasus yang tengah meyeretnya itu hingga ke meja hijau.

Sebab, ia menilai eksekusi lahan tersebut bunyinya nadir wakap kembali kepada Yayasan Ahmad Djuwaeni No I tahun 65 Akta Notaris Abu Bakar Yakub.

Sementara hingga saat ini, ia tidak pernah menerima surat keputusan tersebut.

“Karena mereka tidak bisa menunjukan akta notaris yang dimaksud. Sebab, versi mereka itu, Ketua dari Akta Notaris Abu Bakar Yakub No I tahun 65 itu adalah Rutam Sulaeman. Sementara yang kami pegang itu aslinya adalah Ketuanya Hj. Sobirudin. Bahkan, sampai saat ini mereka tidak bisa menunjukan bukti hukumnya yang mana.

Untuk itu, saya merasa curiga ada apa dengan pengadilan agama yang telah melakukan eksekusi lahan itu. Meski demikian, saya pasrahkan saja sama tuhan yang maha kuasa atas semua permasalahan ini, Karena saya meyakini apa yang telah diperbuat tidak menyalahi aturan yang berlaku,” pungkasnya.

(cr13/e)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *