Dudung Jadi Narsum MUI Pusat

Ketua PB PGRI, Dudung Nurullah Koswara mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pra Kongres Umat Islam Indonesia ke -7 di Jakarta. Foto:ist

CIKOLE – Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pra Kongres Umat Islam Indonesia ke-7 yang akan diadakan di Bangka pada 26 sampai 29 Februari.

Dalam FGD ini Dudung menggantikan Ketua Umum PB PGRI, Prof. Unifah Rosyidi sebagai narasumber. Tidak hanya itu, dalam kegiatan tersebut juga dihadiri oleh sejarawan muslim, Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, Sosiolog kenamaan, Imam B. Prasojo dan dari wakil Budayawan KH. Agus Sunyoto dan dipandu oleh moderator Prof. Sudarnoto Abdul Hakim dari komisi pendidikan dan kader ulama.

Bacaan Lainnya

Dudung mengatakan, dalam kegiatan FGD kali ini menyoroti ilmu agama dan non agama menuju Indonesia lebih baik. MUI menghendaki ada sejumlah konsep kebaruan atau arah baru pendidikan Indonesia, bagaimana pendidikan bangsa Indoneisa ke depan agar lebih baik.

Dalam diskusi ini Dudung mendapatkan berbagai pertanyaan dari audien mengenai fakta dan dinamika pendidikan masa kini. Dimana saat ini anak didik terlalu dibebani tumpukan buku dari sekolahan setinggi 50 CM yang mesti dibaca anak didik.

Menanggapi hal tersebut, kata Dudung ada salah kaprah pendidikan saat ini. Anak didik idealnya tidak dijadikan industri pendidikan, bisnis pendidikan menjadi lebih menonjol dibanding menciptakan sekolah yang melayani pendidikan dengan maksimal.

” Saat ini pendidikan menjadi industri, berlomba-lomba dalam membangun sekolah agar mendatangkan profit. Bukan berlomba-lomba agar mendatangkan anak didik berkualitas pada masa yang akan datang,” ujarnya.

Lanjutnya, dikhawatirkan anak didik pada masa depan menjadi ‘chicken little’ bukan generasi tiger. Nantinya akan lahir generasi lemah dan bukan generasi kuat yang menguasai peradaban. “

Pendidikan yang memuja angka itu sangat bahaya. Bagaimana mungkin masa depan bangsa diisi oleh generasi UN yang menentukan kelulusan 100 persen,” jelasnya.

Ketika UN menentukan kelulusan 100 persen semua memuja angka bukan akhlak atau adab. Tidak sedikit orangtua yang senyum-senyum melihat anaknya meraih nilai matematika dan bahasa inggris sempurna.

Padahal orangtua tahu persis anaknya tidak sesempurna nilai yang didapatkan saat UN. ” Dahulu saat UN menentukan kelulusan praktek kecurangan antara oknum guru, siswa dan sejumlah pihak terkait. Memuja angka sangat bahaya,” terangnya.

Mantan Ketua PGRI Kota Sukabumi ini mengatakan intelektualitas dan kapasitas tanpa adab percuma dan bahaya. Dudung menekankan pentingnya adab dan kewarasan.

” Dalam ajaran agama yang kita anut akhlak adalah utama di atas intelektualitas dan kapasitas diri. Kegagalan pendidikan kita terlihat dalam jumlah kriminalitas dan orang sakit. Saat rumah sakit penuh dan penjara penuh menurut Dudung ada yang salah dengan proses pendidikan kita,” bebernya.

Guru SMAN 1 Kota Sukabumi pun mencontohkan di Belanda saja negara yang pernah menjajah Indonesia, di rumah sakit dan penjaranya mulai kosong. Dikatakannya, di negara kafir yang sekuler mengapa pendidikan lebih berhasil.

” Faktanya jumlah orang sehat naik dan jumlah kriminalitas menurun,” jelasnya.

Saat ini Indonesia harus mengusung pendidikan yang ‘ mewaraskan kehidupan bangsa ‘ bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa.

” Waras itu lebih baik dari cerdas. Pendidikan yang mewaraskan endingnya adalah perbaikan akhlak kolektif yang membentuk karakter bangsa,” pungkasnya. (bal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *