Sidang KDRT Ditunda, Penasehat Hukum dan P2TP2A Inginkan Terdakwa Ditahan

Penasehat Hukum korban ES, dalam dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yakni Nur Hikmat, SH., merasa kecewa atas penundaan sidang KDRT di Pengadilan Negeri Cibadak
Penasehat Hukum korban ES, dalam dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yakni Nur Hikmat, SH., merasa kecewa atas penundaan sidang KDRT di Pengadilan Negeri Cibadak

SUKABUMI  — Penasehat Hukum korban ES, dalam dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yakni Nur Hikmat, SH., merasa kecewa atas penundaan sidang KDRT di Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Rabu (16/8/2023).

Pasalnya, sidang seharusnya berlangsung dengan korban ES sebagai saksi dan korban. Namun, penundaan terjadi karena Jaksa penuntut perlu memperbaiki dakwaannya yang dinilai kurang kuat.

Bacaan Lainnya

“Korban ES mendapatkan surat panggilan saksi dari kejaksaan kabupaten sukabumi, hal mana surat undangan itu untuk pemeriksaan saksi dan korban. Namun agenda sidang yang seharusnya sesuai dengan panggilan itu ditunda karena Jaksa penuntut tidak menyajikan dakwaan yang kuat, sehingga jaksa penunut harus memperbaiki dakwaanya,” ujar Nur Hikmat, SH.

Nur Hikmat, kuasa hukum ES, mengungkapkan kekecewaan kliennya dan betapa sulitnya bagi ES untuk menghadiri sidang akibat keberatan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut.

“Untuk bisa menghadirkan korban ES itu butuh usaha. Yang mana korban ES harus mengumpulkan keberanian secara psikologi dan untuk mempersiapkan mental dalam menghadiri sidang ini, tetapi agenda sidang tadi itu tidak dapat dilakukan karena adanya keberatan dari terdakwa,” terangnya.

Penasehat Hukum bertekad untuk memastikan keadilan bagi korban ES dan korban KDRT lainnya di Indonesia. Mereka berkomitmen mengawal proses persidangan hingga putusan akhir.

“Kami akan terus mengawal proses perkara ini, agar perkara yang menimpa korban ES ataupun korban perempuan dan anak tidak terulang dengan kasus serupa, di mana terdakwa bisa dibebaskan karena jaksa tidak menyajikan dakwaan yang kuat dan cermat,” tuturnya.

Sementara itu, Divisi Advokasi P2TP2A Kabupaten Sukabumi, Reni Setiawati, juga mengekspresikan kekecewaannya terhadap dakwaan yang kurang cermat. Dia berharap Jaksa memperbaiki kesalahannya di pertemuan berikutnya.

Reni pun menjelaskan bahwa tidak semua terdakwa bisa ditahan, tergantung pada ancaman hukuman yang dihadapi. Dalam kasus ini, jika ancamannya relatif rendah, terdakwa mungkin tidak ditahan.

“Jika ancamannya relatif rendah, seperti dalam kasus ini yang memiliki ancaman hukuman 1 tahun, terdakwa mungkin tidak ditahan, kecuali ada alasan kuat seperti risiko hilangnya barang bukti atau pelarian terdakwa,” jelasnya.

Saat ini, korban tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga trauma mendalam. Reni menginginkan terdakwa ditahan dalam situasi seperti ini.

“Sangat penting untuk memeriksa dampak psikologis pada korban dan menghadirkan keadilan bagi korban ES serta korban KDRT lainnya di Indonesia,” tandasnya.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *