Pergerakan Tanah di Sukabumi: Nyalindung Terhenti, Bantargadung Butuh Relokasi

ASESSMENT : Muspika Kecamatan Nyalindung bersama pemerintah desa saat meninjau lokasi retakan tanah di Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung. FOTO : UNTUK RADAR SUKABUMI 

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Kabupaten Sukabumi masih berada di bayang-bayang bencana pergerakan tanah. Sedianya ada dua kecamatan yang terdampak, yakni Nyalindung dan Bantargadung. Radar Sukabumi pun berupaya untuk menghadirkan kabar terbaru bencana alam dari dua kecamatan tersebut.

Di Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, pergerakan tanah dilaporkan kini mulai stagnan atau terhenti. Kepala Desa Cijangkar, Heri Suherlan kepada Radar Sukabumi mengatakan, rekahan tanah mulai terhenti aktivitasnya sebulum bulan puasa Ramadan 1442 Hijriah.

Bacaan Lainnya

“Iya, mulai menurun aktivitas retakan tanahnya sekitar 70 persen dan sekarang mulai stak retakan tanah itu di angka sembilan sampai 10 meter tanah yang anjloknya. Sementara, untuk stok logistik masih dinilai aman,” kata Heri kepada Radar Sukabumi pada Senin (24/05).

Retakan tanah yang terjadi sejak Desember 2020 lalu ini, telah menghabiskan lahan pemukiman penduduk dan lahan perkebunan serta pesawahan sekitar 15 sampai 20 hektare yang berada di wilayah Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung.

“Akibat bencana ini, telah mengakibatkan 150 kepala keluarga (KK) dari 456 jiwa telah dievakuasi ke rumah saudara terdekatnya atau tempat pengungsian sementara di gedung SDN Ciherang,” ujarnya.

Dari 150 KK ini, sambung Heri, 137 rumah diantaranya direncanakan akan dievakuasi ke lokasi rumah hunian tetap (Huntap) yang berada di wilayah Kampung Pasir Baru milik PTPN VIII.

“Hasil rekomendasi dari BMKG dan BPBD Kabupaten Sukabumi, untuk Huntap itu akan di Kampung Pasir Baru dan sampai hari ini kalau keterangan dari pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi, kalau anggaran untuk biaya rumah huntap itu sudah siap. Hanya saja, yang belum siap itu status tanahnya,” bebernya.

Menurutnya, sewaktu melakukan koordinasi pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi dengan pihak PTPN VIII bersama kementrian, mereka sudah siap melakukan pembangunan Huntap untuk warga terdampak dari bencana alam retakan tanah tersebut.

“Hanya saja, pada waktu itu terkendala pada aset. Iya, katanya aset itu mau di masukan seperti apa dalam pembukuan PTPN. Karena itu, bukan hibah makanya aset yang menjadi kendala untuk rencana pembangunan Huntap itu,” pungkasnya.

Sementara itu, korban pergerakan tanah yang terjadi, Selasa 27 April 2021 lalu, di Kampung Linggaresmi RT05/04, Desa Bantargadung, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi, memilih bertahan menempati rumah yang nyaris ambruk.

Sedangkan dua kepala keluarga korban yang rumahnya ambruk pindah ke rumah yang lokasinya berjarak beberapa meter dari rumah yang ambruk. Rencana relokasi yang telah disampaikan pun hingga saat ini belum ada kabar sama sekali.

Diah (50), satu di antara korban rumahnya ambruk mengaku, hingga saat ini rencana relokasi yang telah disampaikan oleh aparat kecamatan hingga saat ini belum ada kabar sama sekali, termasuk dari pihak desa. “Waktu pertama rumah ini ambruk, katanya akan ada relokasi, tapi sampai saat ini belum ada kabar lagi,” ujar Diah kepada Radar Sukabumi.

Ia mengaku sempat mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun berupa sembako dan sampai sekarang pun belum ada lagi. Sedangkan bantuan berupa material belum ada. Saat ini Diah bersama suaminya tinggal di rumah dekat rumahnya yang ambruk dibangun hasil dari menyicil dari hasil sehari-hari suaminya yang bekerja menjadi kuncen kuburan dan berkebun.

“Alhamdulillah, kalau di sini belum ada tanda-tanda pergerakan tanah. Mudah-mudahan tidak ada dan aman. Khawatir sih tapi mau gimana lagi yang penting sehat semua dan bisa mengais rezeki untuk mencukupi kehidupan sehari-hari,” paparnya.

Sementara 6 kepala keluarga yang masih sodaranya Diah, memilih tetap bertahan dan tinggal menerap meskipun sudah miring serta temboknya retak-retak. Mereka tidak mampu memperbaiki rumah tersebut, karena tiga kepala keluarga di antaranya berstatus janda.

“Di sini ada 7 kepala keluarga dan semua masih sodara. Tiga janda masih menempati rumahnya masing-masing. Sempat disuruh untuk pindah ke bedeng di perkebunan dan 2 tahun kemudian baru dibangunkan rumah,” tandasnya.

Sementara itu, Plt Camat Bantargadung Subarna mengaku, belum berkoordinasi lagi. Ia juga mengaskan kejadian itu bukan akibat gempa tetapi pergerakan tanah. “Kami belum koordinasi lagi itu kan bukan kejadian akibat gempa. Nanti kami konsultasikan lagi sama Bu Kadesnya,” singkat Subarna. (den/cr1/t)

Pos terkait