Membongkar Kecurangan-Kecurangan Uji Kir

Misalnya temuan wartawan koran ini. Jawa Pos sempat menemui seorang pengusaha jasa ekspedisi. Dia tak mau namanya dikorankan. Jadi, namanya sebut saja Rexi. Usianya 30-an tahun. Dia memiliki tiga truk tronton sebagai armada. Rexi mengatakan, kendaraannya taat administrasi. Dia tidak pernah lupa mengurus pajak kendaraan dan buku kir. Namun, syarat kedua tidak benar-benar dilakoni. “Lewat orang dalam,” sebutnya.

Rexi kenal pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo. Hubungan mereka akrab. Rexi pun meminta bantuan agar proses pengujian kir tidak ribet. Gayung bersambut. Dia mendapat jalur khusus. Truknya tidak perlu mendatangi Balai Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Sidoarjo.

Bacaan Lainnya

Dia hanya perlu memberikan fotokopi buku uji kir kendaraan kepada “orang dalam itu”. Nah, Rexi tinggal mengurus biaya administrasi. Jumlahnya tentu saja ekstra. Sebab, ada jasa seseorang yang dipakai. “Harganya wajar,” katanya.

Berapa? Rexi memilih merahasiakan. Dia mengaku tidak enak. Sebab, tarif yang dipatok untuk setiap orang bisa saja berbeda. “Bergantung keakraban juga kan,” ujarnya.

Praktik nakal yang hampir serupa ditemukan Jawa Pos di UP PKB Ujung Menteng, Jakarta Timur. Bedanya, kendaraan tetap datang ke tempat uji kir. Hanya, pemilik atau sopirnya tak perlu masuk ke tempat pengujian. Cukup kendaraannya saja. Sopirnya digantikan orang lain yang sudah dibayar.

Berdasar data, PKB Ujung Menteng punya lima lajur uji. Setiap lajur tersebut mampu melayani 125 kendaraan per hari. Artinya, setiap hari lokasi uji kir itu bisa melayani 625 kendaraan. Secara kasatmata sama sekali tidak ada yang janggal pada pelayanan uji kir di sana. Untuk mendapat pelayanan, masyarakat harus antre. Baik antre melalui sistem booking maupun antre ketika hendak mendapat pelayanan uji kir.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *