Awalnya Dari Bibit Gratis, Sekarang Bisnis Miliaran Rupiah

Syafarudin Daeng Tali ketua KTH Taepa Daeng bersama Samsi selaku Manajer Persemaian Permanen Gowa Foto: Elfany Kurniawan

TAKALAR – Kelompok Tani Hutan (KTH) Taepa Daeng yang ada di Desa Barugaya, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat beruntung bisa mendapatkan bantuan bibit gratis dari BPTH Wilayah II. Karena dengan bantuan itu, kini bibit telah menjadi tegakan hutan rakyat yang bernilai ekonomis.

Syafarudin Daeng Tali ketua KTH Taepa Daeng mengatakan, dengan adanya tegakan itu, pihaknya mengajukan permohonan kredit tunda tebang di Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Bacaan Lainnya

“Pengajuan ini disetujui dan kami mendapatkan bantuan dana Rp 1,5 miliar untuk tahap pertama,” ujar Syafarudin kepada wartawan, Jumat (27/9).

Syafarudin menuturkan, dana Rp 1,5 miliar itu dibayar untuk 5.000 batang pohon yang sudah dipilih. Rata-rata pohon tersebut memiliki diameter 30 centimeter.

Adapun pengembalian kredit itu dilakukan setelah pohon dipanen dan dijual. Dalam program ini, pemerintah mengambil bunga sangat sedikit, karena pada dasarnya, program ini untuk menyejahterakan masyarakat.

Selain program kredit tunda tebang, KTH ini juga memanfaatkan program bagi hasil yang juga ada di BLU P2H KLHK untuk lahan seluas 26 hektare. Untuk program ini, KTH mendapat bantuan dana sebesar Rp 900 juta.

Dalam pelaksanaannya, BPTH Wilayah II Sulsel berperan menyalurkan bibit yang ditanam di lahan seluas 26 hektare tersebut. Total bibit yang disalurkan untuk lahan tersebut ada 17.000 bibit dengan berbagai jenis. “Hasil dari penjualan ini 65 persen untuk petani dan 35 persen untuk pemerintah,” sambung Syafarudin.

Dia menambahkan, dengan adanya program tersebut, petani jadi sangat terbantu untuk perekonomiannya. Selain itu, lahan yang dulunya tak terpakai, kini bisa bermanfaat dan berguna.

“Kini kami sangat terbantu, dulu di sini rawan bencana, sekarang sudah banyak pohon jadi tak lagi rawan,” tambah Syafarudin.

Sementara itu, Samsi selaku Manajer Persemaian Permanen Gowa yang ada di bawah koordinasi BPTH Wilayah II Sulsel mengatakan, program bagi hasil ini berjangka waktu delapan tahun dan dilakukan sejak 2013.

Artinya, baru pada 2021 pohon yang ditanam itu ditebang dan dijual. Selama waktu delapan tahun itu, petani bertugas untuk menjaga tanaman untuk bisa tumbuh dengan baik.

“Kami berperan membagikan bibitnya, selain itu kami juga berikan pelatihan penanaman dan perawatan yang bagus agar pohon bisa tumbuh dengan baik,” ujar Samsi. (cuy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *