Rempang Dalam Editorial 2, Menu Ayam Penyet di Warung Atas Laut

Warung Atas Laut Rempang

Oleh Hazairin Sitepu

Sepuluh shaf penuh. Lalu ada setengah shaf lagi di paling belakang. Setiap shaf berisi 18 jamaah. Itu shaf paling depan dan shaf kedua. Saya berada di shaf ketiga, sehingga lebih bisa menghitung jamaah di dua shaf depan itu.

Bacaan Lainnya

Kurang-lebih 180 orang menunaikan salat Jumat di Masjid Al-Fajri hari itu. Ini jika ada jamaah yang badannya agak gemuk, sehingga shaf-nya hanya berisi 17 orang. Tampak beberapa orang berpakain polisi dan TNI ikut pula berjamaah.

Kemungkinan petugas yang sedang berdinas di Posko Pendaftaran Kantor Kecamatan Galang. Jaraknya memang dekat dari masjid di Sembulang itu.

Saya mengira hutbah khatib akan benyak berisi kritik sosial tentang relokasi penduduk Rempang. Atau tentang Kampung Tua Melayu yang belum jelas apakah digusur atau dipertahankan sebagai bagian dari Rempang Eco City.

Mata saya terus tertuju ke khatib di atas mimbar. Ternyata, ayat-ayat dan hadits-hadit yang diucapkan khatib semuanya tentang keteladanan Nabi Muhammad SAW. “Ini memang bulan Rabi’ul Awwal. Beberapa hari lagi Maulid,” kata saya dalam hati.

Ini satu-satunya masjid di Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang. Satu masjid lagi berada di Kelurahan Rempang Cate. Ukurannya lebih kecil. “Kalau musala banyak. Ada di setiap kampung. Jarak kampung satu dengan lainnya berjauhan,” kata Jufri sehabih salat Jumat.

Penduduk Sembulang masuk dalam daftar prioritas direlokasi. Kampung-kampung di kelurahan itu penduduknya kebanyakan masyarakat Melayu. Bekerja sebagai nelayan dan petani. Ada pula beberapa menjadi pedagang. Masyarakat Melayu di kelurahan ini paling menentang rencana relokasi itu.

Ketika masuk ke perkampungan penduduk di Sembulang, suasana sepi. Saya menduga kaum prianya sedang mencari ikan di laut. Atau sedang berada di kebun. Tetapi begitu mendekati masuk waktu salat Jumat, jamaah datang berbondong-bondong ke masjid.

Perut yang mulai kosong harus segera diisi. Saya pun mencari warung ke pinggir laut. Ingin makan ikan segar di pantai Timur Pulau Rempang itu. Ada empat warung di atas laut, di pinggir dermaga yang panjangnya kira-kira 300 meter.

Saya, berurutan, singgah di tiga warung. Mulai dari paling pinggir pantai. Tidak satu pun menjual ikan. Menu favoritnya sama: ayam penyet.

“Sudah dua minggu ini nelayan tidak melaut,” kata seorang penjaga warung. Dan saya pun melahap habis satu porsi ayam penyet itu, ditambah satu kepala muda.

Apakah keadaan itu mencerminkan rasa waswas seperti kata beberapa orang Rempang yang saya tanya?

Termasuk waswas pergi mencari ikan ke laut?

“Khawatir saja. Kan banyak tokoh dan orang-orang Melayu ditangkap,” kata seorang pemuda di Rempang Cate. Lebih dari 40 tokoh penentang relokasi penduduk Rempang memang ditangkap polisi ketika berdemonstrasi di depan Gedung BP Batam 11 September.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *