PLTU Palabuhanratu Sukabumi Dituding Jadi Biangkerok Pencemaran Polusi di Jabodetabek

PLTU Palabuhanratu Sukabumi
: Emisi yang dihasilkan PLTU Palabuhanratu diklaim masih dalam batas ambang bawah dari regulasi yang telah ditentukan pemerintah

SUKABUMI – Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dituding menjadi salah satu biang kerok buruknya udara di Jabodetabek. Pemerintah pun kemudian mengumpulkan hasil kajian mengenai sumber polusi udara.

Hasilnya, konsentrasi partikel polusi PM2,5 tertinggi 75 persen masih berasal dari kendaraan bermotor. Sementara itu, dari PLTU hanya berkisar 25 persen.

Bacaan Lainnya

“Evaluasi dari jumlah kendaraan karena hasil kajiannya PM2,5 zat paling berbahaya 75 persen dari kendaraan. Sementara itu, wacana di masyarakat kan nyalahin PLTU ya, sementara (PLTU) itu cuma 25 persen dari kajian yang ada,” terang Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Menanggapi persoalan tersebut, Senior Manager PT PLN Indonesia Power PLTU Jabar 2 Palabuhanratu, Rizki Priatna membenarkan bahwa memang PLTU Palabuhanratu dalam operasionalnya menghasilkan emisi.

Namun meski begitu, hal tersebut masih dibawah ambang batas dari regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

“Memang kami (PLTU Palabuhanratu) ada emisi, tapi ada batasannya juga. Batasan emisi yang diijinkan oleh regulasi yang dikeluarkan pemerintah,” bebernya kepada Radar Sukabumi, kemarin (18/8).

“Kami dalam melaksanakan operasional tetap menjaga batasan-batasan emisi tersebut dan di bawah dengan batasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” imbuhnya.

Sehingga, sekiranya terjadi kenaikan emisi, jajarannya akan langsung merespon dengan melakukan perbaikan dan penanganan dengan segera. Karena hal itu memang sudah menjadi prioritasnya.

“Tentang bagaimana trending emisi, kami dalam beberapa hari terakhir ini disini menunjukan bahwa nilainya berada di bawah batas regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” jelasnya.

Lanjut Rizki, data terkait nilai emisi yang dikeluarkan PLTU merupakan data yang selalu disebarkan secara online dan bisa diakses serta data dikirimkan secara realtime untuk disinkronkan dengan data yang ada di Kementrian LHK.

“Jadi data emisi ini terkonek dengan data yang di KLHK, dimonitor oleh KLHK setiap saat, kalau misalnya mereka menemukan adanya data yang tidak normal pasti akan langsung komplain ke kami jika melebihi batas emisi,” bebernya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *