Ekspedisi Gerakan Anak Negeri (GAN) ke Gili Iyang, Pulau Awet Muda di Sumenep (2)

Hazairin-Sitepu-bersama-warga-Pulau-Gili-Iyang
Pimpinan Tim Ekspedisi Gerakan Anak Negeri yang juga CEO Radar Bogor Grup Hazairin Sitepu bersama warga Pulau Gili bersama Nyi Milati berusia 130 tahun dan anaknya Bunadio yang berusia 100 tahun.

Masih Hidup, Menantu Berumur 125 Tahun, Ibu Mertua Berumur 150 Tahun

Tim Ekspedisi Gerakan Anak Negeri akhirnya mendapatkan jawaban, berkat kadar oksigen yang baik banyak para lansia di Pulau Gili Iyang, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep berusia panjang. Bahkan, kendati berusia di atas 100 tahun warga Pulau Gili Iyang yang posisinya diapit 2 lautan, yakni Laut Jawa dan Laut Kalimantan tersebut masih rutin beraktivitas.

Laporan: RAHMAD YANADI, Pemred Radar Sukabumi

Bacaan Lainnya

OTAK pun berpikir keras. Bagaimana mungkin, sebuah daerah di Indonesia, masih ada puluhan orang yang usianya sudah sangat lanjut. Tapi, sehat. Menginjak angka seratusan tahun. Tapi itulah kenyataan yang didapatkan di Pulau Gili Iyang yang juga disebut sebagai Pulau Oksigen. Informasi penting ini menjadi tuah dalam perjalanan Ekspedisi Gerakan Anak Negeri (GAN) episode Gili Iyang.

“Banyak warga di Gili Iyang ini berumur panjang, dan sehat. Rata-rata di atas 100 tahun,” kata Haji Fathorohman Rosyid, selaku Sekretaris Desa Banra’As, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep kepada Radar Sukabumi.

Kamis (19/10), sekitar pukul 12.00, tim ekspedisi pun tiba di Pulau Gili Iyang, kapal kayu Sinar Pagi berlabuh di dermaga penumpang di Desa Bancamara, di ujung barat pulau.

Tim dijemput kendaraan odong-odong langsung diantar ke lokasi titik oksigen. Di salah satu saung di antara sembilan saung atau gazebo yang berada di lokasi titik oksigen, tampak seorang pria tua. Diperkirakan, berusia sekira 80-an tahun. Tapi, itu salah. Dia berusia 125 tahun.

Dia adalah Sahlan.

Lagi, rombongan tercengang dengan sebuah fakta yang didapati dari Pulau Oksigen. Bahwa, pria setua Sahlan, yang berusia 125 tahun, masih memiliki ibu mertua yang masih hidup. Namanya Tami, berusia 150 tahun. Dan ada pula kerabatnya yang berusia 130 tahun, bernama Milati.

“Saya pekerjaannya sehari-hari cuma ngarit, cari makan buat sapi,” kata Sahlan dalam bahasa Madura yang diterjemahkan.

Sahlan mengaku berumur 125 tahun, dan istrinya, bernama Hasnariye berumur 106 tahun.

“Sepuluh saudara dari istri saya juga sama. Dan sampai sekarang mereka masih hidup. Bahkan mertua saya juga masih hidup, berumur 150 tahun,” beber Sahlan.

Hazairin-Sitepu-bersama-warga-Pulau-Gili-Iyang
Pimpinan Tim Ekspedisi Gerakan Anak Negeri yang juga CEO Radar Bogor Grup Hazairin Sitepu bersama warga Pulau Gili Iyang, Sahlan yang berusia 125 dan istrinya, Hasnariye berumur 106 tahun.

CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu terheran-heran. Pertanyaan pun terwakilkan oleh pria yang akrab disapa Bos HS. “Apa resep Pak Sahlan bisa berusia sampai 125 tahun?” tanya Hazairin.

“Tasbih,” jawab Sahlan.

Yang dimaksud tasbih adalah rajin berzikir. Ya, beribadah maksudnya. Dia pun membagikan amalan yang kerap dilakukannya. Zikir menyebutkan lafaz ‘Allahhu, Allahu, Allahu’. Belakang, diketahui bahwa ini memang zikir yang kerap diucapkan oleh orang Madura. Yang terkenal memiliki banyak wali kutub. Seperti di Bangkalan. Ada nama sosok kiyai besar. Syaikhona Cholil.

“Setiap hari, setiap pagi, atau habis salat, baca zikir. Lalu, berdoa. Minta kepada Gusti Allah SWT. Minta kesehatan. Minta panjang umur. Minta rezeki,” ucap Sahlan.

Mungkin, ini adalah variabel lain, mengapa ada puluhan warga Gili Iyang yang berusia di atas 100 tahun. Selain menghirup udara yang sangat berkualitas, juga menjaga ibadah dengan baik.

Selanjutnya, di hari Jumat (20/10), tim ekspedisi berkunjung ke rumah Nyi Milati. Tim ekspedisi ditemui oleh anak sulung Nyi Milati bernama Bunadio yang berusia 100 tahun. Bunadio mengatakan ibunya diperkirakan sudah berusia 130 tahun.

“Ibu bercerita bahwa dirinya sudah dewasa ketika NU dibentuk (Tahun 1926). Ibu saya sudah memiliki lima generasi. Anaknya empat, tapi tinggal saya yang masih hidup,” jelas Bunadio yang diterjemahkan oleh Mat Hawan atau akrab dipanggil Uwan.

Milati sudah tidak bisa berjalan lagi, namun masih bisa berbicara dan duduk. Sedangkan anaknya, Bunadio yang berumur 100 tahun tersebut masih kuat berdiri dan berjalan normal.

Kemudian tim ekspedisi menyambangi rumah ibu mertua Sahlan, yakni Ibu Tami, diperkirakan berumur 150 tahun. Namun, kondisi Ibu Tami sudah kehilangan kemampuan melihat dan mendengar sehingga susah diajak berkomunikasi.

“Bu Tami masih sanggup makan sendiri, sudah tidak bisa berdiri atau berjalan, tapi masih bisa mengesot, makanya kalau pintunya terbuka, Bu Tami kadang keluar sendiri,” jelas Uwan.

Mengulas lagi, bahwa Gili Iyang memiliki kualitas oksigen yang sangat baik di Indonesia. Terbaik kedua di dunia, setelah Jordania. Hasil penelitian Lembaga Penelitian Antariksa Nasional (Lapan) pada 2006, Gili Iyang memiliki kadar oksigen sebesar 20,9 persen.

“Lapan itu meneliti oksigen di Gili Iyang selama enam bulan. Dan saat penelitian, saya ada di tempat juga,” ujar Fathorohman.

Yang menarik, warga setempat tidak mengetahui bahwa Gili Iyang memiliki kadar oksigen yang sangat tinggi. Baru pada 2006, tepatnya saat peneliti dari Jordania datang, disusul tim Lapan, hal itu diketahui.

Fathorohman sendiri tidak paham secara ilmiah mengapa oksigen di tempatnya lahir dan hidup bisa sebagus itu. Namun, dua hal yang dia ketahui. Adanya pohon trembesi dan kondisi pulau yang memiliki banyak titik-titik sirkulasi udara.

“Jadi jujur saja, sebagai masyarakat, awalnya juga agak bingung. Bagi orang sini, biasa-biasa saja. Cuma anehnya, ada banyak orang di sini yang usia yang lanjut. Lebih dari seratus tahun,” ujar Fathorohman.

Hal menarik lainnya, warga pulau Gili Iyang setiap hari banyak yang tidur malam hari di luar rumah. Dan, tidak pernah masuk angin. Ini karena bagusnya oksigen yang dihirup. Saking bagusnya, bisa dibilang tidak ada nyamuk.

Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Forkom Pokdarwis) Kabupaten Sumenep, Ahyak Ulumudin (49) membenarkan jika kadar oksigen yang baik menjadi salah satu alasan para lansia di Gili Iyang berusia panjang.

Tercatat, saat Hari Lanjut Usia Nasional pada tahun 2018, warga Pulau Gili Iyang ada 52 lansia yang berusia di atas 125 tahun dan terdapat 105 lansia berusia 80-100 tahun.

Menurut Ahyak, dari hasil penelitian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) tahun 2005-2006, Lembaga Besar Kesehatan Lingkungan tahun 2011, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumenep dan Dinkes Provinsi Jawa Timur tahun 2012 menunjukkan konsentrasi oksigen du Gili Iyang rata-rata mencapai 20,9 persen di siang hari dan 21 persen di malam hari.

“Mungkin, selain faktor udara, makanan alami tanpa unsur instan. Mereka sering mengonsumsi nasi jagung, daun kelor, dan ikan laut hasil tangkapannya sendiri,” jelas Ahyak saat ditemui tim ekspedisi di Pelabuhan Dungkek, Sumenep, Jumat (20/10).

Ahyak mengatakan, tingginya konsentrasi oksigen ini diakibatkan posisi pulau Gili Iyang diapit dua lautan, yakni Laut Jawa dan Laut Kalimantan. Sehingga mendorong adanya sirkulasi udara yang sekaligus berimbas pada tingginya gelombang udara dan seringnya terjadi awan puting beliung.

Baiknya kualitas konsentrasi oksigen juga terjadi karena adanta filterisasi udara di perut bumi Pulau Gili Iyang. Di bawah pulau yang berlandaskan karang ini, terdapat 19 titik goa yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

“Sehingga jika siang udara masuk, dan malamnya dikeluarkan lagi dengan membawa manfaat. Makanya masyarakat Gili Iyang sering tidur di luar rumah. Terbukti oksigen membuat banyak yang awet muda, bukan dari segi raut wajah tapi segar fisiknya. Usia 80 tahun sama tenaganya seperti umur 50-an,” jelas Ahyak. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *