Pasal Perzinaan di RKUHP, Ini Tanggapan MUI

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung adanya perluasan pasal perzinaan yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Anggota Komisi Hukum mui Ikhsan Abdullah menilai Indonesia harus pintar mengodifikasi KUHP karena kultur Indonesia sangat banyak, yaitu perbedaan agama dan adat dirangkum dalam kodifikasi tersebut.

Bacaan Lainnya

“Beberapa pasal seperti perzinaan terjadi perluasan, yang menjadi nilai baru yang sesuai dengan kultur Indonesia,” kata Ikhsan dalam diskusi bertajuk “Mengapa RKUHP Ditunda?” di Jakarta, Sabtu (21/9).

Ikhsan Abdullah menjelaskan bahwa rezim perzinaan dalam KUHP warisan kolonial Belanda disebutkan definisi perzinahn adalah melakukan hubungan bad*n antara seorang yang sudah bersuami/beristri dengan orang lain yang bukan istri/suami yang terikat dalam perkawinan.

Menurut dia, dalam RKUHP definisi perzinaan diperluas bahwa perzinahan adalah persetub*han antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahan.

“Ketika laki-laki dan perempuan belum menikah, lalu bersetubuh, itu masuk perzinaan. Kumpul kebo masuk di dalamnya,” ujarnya.

Ikhsan menilai masyarakat harus melihat RKUHP secara komprehensif dan integral sehingga tidak salah mengartikan sebuah pasal.

Ia mencontohkan pasal terkait polemik terkait dengan perempuan yang keluar malam akan dipidana, padahal dalam Buku 1 RKUHP dijelaskan bahwa perempuan tidak dipidana ketika sedang bekerja.

“Misalnya, seorang perempuan artis yang kerjanya pagi hingga malam, ya, dia tidak bisa dipidana karena sedang bekerja,” katanya.

Ikhsan Abdullah menilai masyarakat perlu dituntun dalam memahami RKUHP sehingga semua pihak jangan “mengipasi” yang menyebabkan polemiknya makin kencang. (Imam B/ant/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *