The Griya Lombok, Rumah dari 5 Ribu Ton Limbah Kertas

Theo Setiaji Suteja membangun rumah berbahan baku mayoritas adonan kertas bekas dan lem. Kini bercita-cita mendirikan Museum Paper Art pertama di dunia.

LALU MOHAMMAD ZAENUDIN, Mataram

SEJAK kaki melangkah ke gapura, kertas-kertas bekas sudah menyambut. Tidak berupa tumpukan sampah. Tapi berbentuk gapura itu sendiri. ’’Ini coba ketuk. Ini kertas!’’ ujar Theo Setiaji Suteja, sang pemilik rumah yang diberi nama The Griya Lombok itu, lantas menebar senyum.

Tangannya dengan mantap mengetuk-ngetuk sisi gapura. Ada bunyi nyaring, tapi tak serupa dengan suara kayu. Telunjuk Theo lebih tajam menukik ke arah serat gapura. ’’Lihat, tidak ada kayu yang punya serat seperti ini. Ini kertas dicampur lem,’’ ungkap Theo yang juga seorang seniman kepada Lombok Post.

Rumah yang berdiri gagah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, tersebut sekitar 60 persennya memang berbahan baku kertas bekas. Ditambah sentuhan seni warna dan pahatan tiga dimensi yang tercetak di atas limbah kertas, berton-ton kertas bekas itu pun jadi terlihat indah di sekujur tubuh rumah.

Hampir ke mana pun telunjuk Theo mengarah, semua berbahan baku kertas. Mulai gerbang, berugak, rumah utama, hingga beberapa ornamen rumah, semua dari kertas. Bahkan, hiasan kolam kecil lengkap dengan air mancur yang terus bergemericik terbuat dari kertas. ’’Kertas. Benar, ini kertas. Coba lihat,’’ ujarnya meyakinkan.

Ide membangun rumah dari bahan limbah kertas tersebut tidak muncul tiba-tiba. Berawal dari keresahan Theo tentang limbah kertas yang terus menumpuk saban waktu. ’’Sejak itu saya berpikir, kenapa bukan limbah kertas itu yang kita pakai untuk bangun rumah? Kalau itu yang kita lakukan, berapa pohon bisa kita selamatkan,’’ ungkapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *