UMKM Culinary Night dan Ketahanan Pangan di Kota Sukabumi

kang-warsa

Oleh Kang Warsa

Kota Sukabumi mulai Jumat sampai Minggu ini akan menggelar dua kegiatan penting; UMKM Culinary Night dan peringatan Hari Pangan Sedunia tingkat Provinsi Jawa Barat. Dikatakan penting karena dua kegiatan ini memiliki keselarasan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional mengenai ekonomi berkelanjutan dan ketahanan pangan.

Bacaan Lainnya

Kecuali itu, gagasan kolaborasi antar-rantai pentaheliks yang sering dibahasakan oleh Penjabat Wali Kota Sukabumi mulai menghembuskan angin segar.  Keterlibatan pemerintah, pengusaha, dan komunitas sebagai tiga serangkai dari bagian rantai pentaheliks menjadi pertanda kolaborasi mulai berjalan.  Meskipun tidak seluruh pelaku UMKM terlibat, walakin kegiatan UMKM Culinary Night menjadi babak baru bagi pelaku UMKM untuk memasarkan dan menjual produk mereka dalam sebuah event.

Pemasaran produk lokal -sebelum menasional dan mengglobal- memang sudah sepantasnya dipasarkan pada skala lokal terlebih dahulu. Ambisi besar Pemerintah Kota Sukabumi, memasarkan produk lokal ke tingkat nasional dan global harus diawali oleh kurasi produk para pelaku UMKM oleh warga sendiri. Dengan menggunakan lokasi di bekas Terminal Degung, UMKM Culinary Night dapat dipandang sebagai ruang kurasi terhadap produk para pelaku UMKM Kota Sukabumi.

Ketepatan penyelenggaraan kegiatan juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh penyelenggara Culinary Night.

Pertama, akar sejarah Kota Sukabumi sebagai kota kecil namun memiliki keanekaragaman kuliner menjadi landasan kegiatan-kegiatan berbasis kuliner harus diperbanyak kuantitasnya. Langkah awal kegiatan ini dapat diterapkan sampai ke skala yang lebih kecil, mulai tingkat kecamatan hingga kelurahan, di masa yang akan datang.

Kedua, pertumbuhan pelaku UMKM Kota Sukabumi dari tahun ke tahun terus mengalami lonjakan. Sampai tahun ini, asumsi jumlah pelaku UMKM di Kota Sukabumi telah mencapai 35 ribu. Jumlah ini menunjukkan sekitar 10% penduduk Kota Sukabumi bergerak pada sektor perekonomian mikro dan kecil. Artinya, ketersediaan produk para pelaku UMKM Kota Sukabumi dengan berbagai bidang usahanya harus berkompetisi dengan usaha besar di bidang kuliner. Sejauh ini, persaingan semacam ini memang tidak kentara mengingat kedua kelompok usaha ini memiliki pangsa pasar dan pelanggannya sendiri.

Ketiga, hal penting dari kegiatan Culinary Night ini yaitu sejauh mana produk para pelaku UMKM di Kota Sukabumi dapat dikenal lebih dekat oleh pengunjung. Pemanfaatan lahan bekas Terminal Degung untuk kegiatan ini diharapkan mampu menarik warga Kota Sukabumi selain sekadar membeli produk UMKM juga agar mengenal dan menuturkan kembali kehadiran produk UMKM yang tidak kalah menarik dari produk kegiatan  usaha besar.

Keempat, UMKM Culinary Night dapat menjadi referensi bagi pelaku UMKM di Kota Sukabumi dalam hal membangun kolaborasi antar-pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Terutama  bagi para pelaku UMKM yang belum mendapatkan akses pada kegiatan-kegiatan temporal yang memerlukan syarat misalnya perizinan, Nomor Induk Berusaha, dan sertifikat lainnya yang mesti dipenuhi oleh pelaku usaha. Dari 35 ribu UMKM, Pemerintah Kota Sukabumi melalui gerakan pelayanan UMK Terpadu telah menerbitkan izin kepada 10 ribu UMKM.

Kelima, outcome yang dapat diterima oleh masyarakat Kota Sukabumi non-UMKM atau sebagai target pasar yaitu merasakan kebermanfaatan penggunaan fasilitas pemerintah yang belum maksimal penggunaannya. Tiga tahun lalu, bekas Terminal Degung memang telah dibenahi oleh Pemerintah Kota Sukabumi dengan mendirikan warung-warung kecil tempat para pelaku usaha menjual produk mereka. Sayang sekali, program ini tidak berjalan mulus dengan alasan; sepi pengunjung karena tak lama sejak pendirian warung-warung tersebut pandemi Covid-19 melanda dunia.

Bercermin pada beberapa studi banding yang pernah saya lakukan ke beberapa kota. Solo, misalnya, pemerintah kota ini berhasil menempatkan para pelaku usaha kuliner di lokasi-lokasi yang tepat dan ramai dikunjungi. Mereka hanya menyulap sebuah lapangan tak terpakai dengan pemasangan pavin-block dan di pinggirnya membangun kedai-kedai kecil serta sederhana bagi para pelaku usaha. Pengunjung dan penikmat kuliner hanya cukup duduk santai di lapangan yang telah disiapkan alas tempat duduk berupa tikar. Hal sederhana saat dilakukan secara tepat ternyata mampu mengundang warga setempat dan pendatang untuk menikmati kuliner malam di Solo.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *