Manakala Makna Rindu Tak Seperti Ada Dalam Teori

Oleh : Utik Kaspani, SP.
(Guru MTs. Nurul Huda Palabuhanratu)

Sebagai seorang pengajar, kegiatan mengajar tentu tidak semata transfer ilmu yang kita miliki semata. Ada banyak hal yang menjadi cita-cita panjang demi kualitas hidup yang lebih baik dimasa yang akan datang. Begitu banyak kompetensi yang seyogyanya dimiliki oleh para peserta didik. Dan tentunya komptensi yang diharapkan dapat membantu dalam mengarungi kehidupannya kelak di masa yang akan datang.

Bacaan Lainnya

Belajar yang tengah mereka jalani di bangku sekolah saat ini, tidak saja semata tertuju pada kompetisi yang mereka jalani. Belajar lebih menitik beratkan pada bagaimana kolaborasi dibangun dan dibentuk. Kolaborasi yang sudah terbangun dengan baik, secara tidak langsung sebenarnya telah menyiapkan kompetisi yang sewaktu-waktu diperlukan.

Semua ini dapat dicapai dengan satu tujuan yang sama-sama kita maknai sebagai tujuan pendidikan nasional yang selalu kita gembar-gemborkan selama ini. Dan tentunya, pembelajaran yang diikiti oleh peserta didik seyogyanya akan mendewasakn mereka seiiring dengan semakin tingginya jenjang satuan pendidikan yang mereka tapaki.

Rasanya seperti mendapatkan tamparan keras di tengah siang hari bolong. Teori yang selama ini penulis coba pahami dan coba terapkan, seakan-akan ditendang oleh kenyataan yang penulis hadapi.

Baru-baru ini penulis mengadakan sebuah eksprerimen sosial yang penulis lakukan di kelas-kelas tempat penulis mengajar. Ada delapan rombel yang penulis gunakan sebagai responden dalam melakukan eksperimen sosial tersebut.

Tidak ada maksud buruk untuk melakukan eksperimen sosial tersebut. Justru rasa keingin tahuan yang teramat dalam, berkenaan dengan perubahan sikap dan perilaku peserta didik yang akhir-akhir ini semakin ajaib yang penulis rasakan.

Mungkin bukan saja penulis yang dapat merasakan perubahan sikap dan perilaku ini, namun ada beberapa rekan seprofesi yang juga punya penilaian yang sama. Berbekal beberapa panduan pertanyaan sebagai bahan untuk mencari tahu jawaban yang ternyata sama sekali diluar dugaan penulis.

Penulis bertujuan untuk menggali lebih dalam, tentang kriteria guru sebagai pengajar yang diinginkan oleh siswa (baca : dirindukan). Dari delapan rombel tersebut terdiri dari dua tingkat, yaitu kelas delapan dan sembilan.

Ada kurang lebih 200an siswa yang menjadi responden penulis. Dengan berbekal pertanyaan-pertanyaan sebagai panduan buat mereka, eksperimen yang penulis lakukan berjalan normal dan mengalir disela-sela pembelajaran berlangsung.

Kriteria menjadi seorang guru yang dirindukan murid, sudah pasti menjadi cita-cita atau harapan semua guru. Kehadiannya yang dinanti, ketiadaanya yang dirindukan sudah pasti diidamkan oleh semua guru. Setidaknya itulah yang selama ini penulis harapkan, bayangkan, dan tentunya dicita-citakan.

Namun kenyataan yang penulis dapati dari kegiatan eksperimen sosial tersebut sungguh sangat menampar pipi. Dari hasil eksperimen yang penulis dapati, sama sekali jauh dari harapan yang penulis inginkan.

Memang betul, pada akhirnya menjawab apa yang selama ini penulis pikirkan. Hipotesa yang selam ini penulis simpan, ternyata terjawab sudah. Walaupun ternyata harus berakhir dengan diluar dugaan dan harapan yang penulis inginkan.

Dari hasil eksperimen yang penulis lakukan tersebut, sebagian besar responden menyatakan sebagai berikut :

1. Mata pelajaran yang banyak disukai adalah mata pelajaran yang tidak menyusahkan mereka. Dalam pengertian mata pelajaran yang tidak banyak memberikan tugas baik tugas terstruktur ataupun tidak.

2. Pelajaran yang mereka sukai adalah pelajaran yang relatif gurunya jarang hadir di kelas dengan beberapa alasan.

Dan tentunya, termasuk mata pelajaran penulis bukanlah salah satu kriteria mata pelajaran dan guru yang dirindukan oleh mereka.

Berbagai alasan tentu penulis punya, bukan sebagai bahan pembenaran. Karena tentu saja, sebaga seorang guru, setiap insan pasti sudah memeliki rencana dan program kerjanya masing-masing. Pun demikian dengan mereka sebagai peserta didik. Tentu dengan berbagai alasan yang mereka jadikan sebagai pembenaran.

Namun, dari apa yang mereka sampaikan pada lembaran putih tanpa nama tersebut, sedikit banyak juga membuka mata dan hati penulis tentang kenyataan yang ada. Walaupun sekali lagi penulis katakan, bahwa ini adalah masalah yang sesungguhnya. Tatkala harapan tak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Refleksi akan sebuah hasil tentu juga harus kita lakukan. Dari kenyataan yang penulis dapati hingga menjadi salah satu guru yang tidak dirindukan adalah :

1. Pengajaran yang penulis lakukan sangat mungkin masih cenderung konvensional (klasikal dengan metode ceramah).

2. Kurangnya variasi metode mengajar yang penulis terapkan.

3. Komunikasi yang harus lebih dua arah, agar siswa benar-benar dapat menyampaikan apa yang menjadi keinginannya.

4. Kepekaan dalam melayani kebutuhan belajar bagi setiap peserta didik harus lebih diperhatikan kembali.

5. Butuh pengkajian ulang untuk dapat melayani peserta didik secara lebih sesuai dengan kebutuhannya.

6. Butuh peneguhan komitmen bersama kembali. Antara guru dan murid dalam tujuan bersama dalam mencapai tujuan pendidikan bersama.

Penulis sangat menyadari, apa yang telah penulis paparkan diatas tentu murni dari sudut pandang penulis. Dan ini hanya yang terjadi di sekolah tempat penulis mengajar saja. Bisa jadi dan pasti akan sangat berbeda dengan kondisi di tempat lain.

Tentu banyak sekali kekurangan baik secara konten maupun dalam teknik penulisannya. Untuk itu, penulis sangat berharap adanya masukan dan saran membangun demi perbaikan tulisan ini ke depan. Dan penulis sangat terbuka untuk diskusi lanjut yang dapat kita bangun bersama.

Sempat terpikirkan oleh penulis, apakah mungkin inilah dampak dari sekolah yang tanpa berbayar. Hingga rasa kepemilikan mereka sangat bisa dikatakan kecil, dan hampir tidak merasa memilikinya. Ataukah jangan-jangan memang tujuan mereka bersekolah hanyalah sekedar menginginkan selember kertas bernama ijazah semata.

Dari semua kenyataan dan sedikit refleksi yang telah penulis jabarkan, apakah memang inilah potret guru yang dirindukan oleh siswanya saat ini?
(Selamat Hari Guru Nasional 2019)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *