Parliamentary Threshold Naik 7 Persen, Parpol Non-Parlemen Bereaksi Seragam

PARIPURNA: Sejumlah anggota DPD pada saat mengikuti rapat paripurna di Senayan. (Hendra Eka/Jawa Pos)

RADARSUKABUMI.com – Dewan Perwakilan Rakyat RI melakukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Revisi ini telah masuk dalam 50 RUU prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020 ini.

Dalam Proglegnas tersebut ada wacana untuk menaikan angka parliamentary thershold (PT) ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 5 atau 7 persen untuk Pemilu 2024 mendatang.

Bacaan Lainnya

Namun hal itu langsung ditentang oleh partai-partai yang saat ini tidak berada di parlemen karena tak lolos PT.

Sekretaris Jenderal Partai Hanura Gede Pasek Suardika mengatakan, adanya revisi UU Pemilu ini jelas-jelas hanya menguntukan partai-partai besar. Wacana ini tidak sejalan dengan keadilan dan persatuan.

“Filosofi krusial yang hilang dari RUU Pemilu adalah tentang keadilan dan persatuan. Tanpak jelas dipertontontkan bahwa hasrat kekuasaan dari partai-partai besar itu,” ujar Pasek kepada wartawan, Senin (8/6/2020).

Sementara Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan, ‎dengan parliamentary thershold dinaikan ‎maka akibatnya banyak suara pemilih yang hilang. Hal ini semestinya menjadi catatan dari para partai dan anggota dewan.

“Ini menjadi kegelisahan bersama tentang besarnya kemungkinan suara pemilih yang hangus,” tegas Priyo.

Oleh sebab itu partai-partai non-parlemen ini akan mengumpulkan kekuatan menentang ‎kenaikan parliamentary thershold. Baginya suara pemilih untuk Pemilu 2024 harus diperjuangkan.

“Kami merasa wajib hadir menjadi penyeimbang informasi masyarakat bahwa risiko hangusnya puluhan juata suara itu akan nyata,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni menegaskan, revisi UU Pemilu ini harus ditolak. Hal ini jelas-jelas sebagai ancaman nyata demokrasi.

Raja Juli juga mengatakan, revisi UU Pemilu ini sudah banyak penolakan. Sehingga partai-partai non parlemen akan memperjuangkan penolakan tersebut. Demokrasi perlu dijunjung tinggi di negara ini.

“Ini ancaman nyata terhadap demokrasi kita. Masyarakat luas harus disadarkan,” imbuhnya.

Selanjutnya, Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Ferry Noor dengan direvisinya UU Pemilu Nomor 7/2007 ini sama saja akan seperti era Orde Baru hanya dikuasai oleh kalangan besar saja.

Tentunya menurut Ferry adanya revisi UU Pemilu itu jauh dari semangat demokrasi yang telah digelorakan oleh masyarakat Indonesia sejak lama.

“Rervisi UU ini jelas melanggar demokrasi dan hak berdemokrasi. Sekarang mereka mau membuat seperti zaman Orde Baru. Jadi di mana letak demokrasinya,” keluhnya. (jpg/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *