Pemprov Jatim Perbolehkan Salat Idul Fitri di Masjid

Ilustrasi salat di masjid.

SURABAYA – Beberapa hari terakhir beredar surat di media sosial yang bertanda tangan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono terkait imbauan kaifiat takbir dan sholat Idul Fitri. Surat ini muncul setelah adanya fatwa MUI terkait panduan kaifiat takbir dan sholat ied selama pandemi Covid-19.

Dalam surat tertanggal 14 Mei ini berbunyi memperhatikan fatwa MUI nomor 28 tahun 2020 terkait panduan kaifiat takbir dan sholat Idul Fitri selama pandemi Covid-19 mencantumkan bahwa sholat ied, takbir, tahmid, dan tasbih serta aktivitas ibadah lainnya sebagai ibadah pada bulan Ramadan boleh dilaksanakan secara berjamaah dengan tetap melakukan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya penularan.

Bacaan Lainnya

Pelaksanaan protokol kesehatan dalam sholat Idul Fitri di kawasan Covid-19 ini dilakukan secara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushala, rumah atau di tempat lainnya dilaksanakan sesuai ketentuan berikut yakni memperpendek bacaan sholat dan khutbah. Kemudian melakukan cuci tangan dengan sabun dan pada air mengalir. Selain itu menggunakan masker, pengecekan suhu badan dan pengaturan shaf 1,5-2 meter.

Heru mengatakan setelah ada surat edaran terkait fatwa MUI yang membolehkan sholat idul Fitri dilakukan berjamaah di saat pandemi Covid-19, sejumlah tokoh agama menemui Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa membahas soal ini. Menurutnya pihaknya mendapat masukan-masukan terkait hal ini. “Jadi surat edaran sama persis dengan edaran dari MUI. Namun demikian harus ada 4 syarat yang harus dipatuhi,” ujarnya..

Heru mengatakan contoh untuk Masjid Al Akbar Surabaya, untuk masuk harus dipisah dan diarahkan dengan jarak satu hingga dua meter. Selain itu sandal harus dibawa masuk, karena proses pengambilan usai sholat ied ini yang dikhawatirkan berjubel.

“Nantinya akan disiapkan kresek (kantong plastik) untuk membawa sandal masing-masing. Kemudian shaf juga diatur dengan jarak dan juga khutbah tidak boleh terlalu panjang,” jelasnya.

Untuk tempat berwudhu diberi jarak, dan tempat pencuci kaki diberi sabun cair antiseptik. Setelah selesai sholat ied jamaah hanya diberi waktu 10 menit untuk berdoa. “Kami tidak mungkin melarang untuk sholat,” ujarnya sembari tersenyum.

Saat ditanya bagaimana dengan masjid atau mushola lainnya yang menggelar sholat ied, Heru mengatakan akan menyerahkan pada kebijakan pemerintah kabupaten/kota masing-masing. “Kalau memang dilakukan berjamaah protokolnya harus seperti ini,” pungkasnya. (mus)

(sb/mus/jay/JPR)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *