Novel-Suciwati Tuntut Keadilan

JAKARTA – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih mencari keadilan. Kemarin (1/11) kepala satuan tugas (kasatgas) kasus e-KTP itu kembali menyuarakan tuntutan terhadap penanganan teror air keras yang menimpa dirinya pada 11 April 2017 lalu. Terhitung per 1 November, kasus itu sudah berusia 500 hari.
Novel tidak sendiri. Dia ditemani istri mendiang Munir Said Thalib, Suciwati. Keduanya sama-sama menuntut keadilan dalam acara #500haridibiarkanbuta di gedung KPK kemarin. Suciwati sendiri menuntut pengusutan kasus pembunuhan suaminya yang terjadi pada 2004 atau 14 tahun silam. “Berjuang itu suatu hal yang baik. Berjuang tidak ada ruginya,” kata Novel.
Berbeda dengan orasi-orasi sebelumnya, Novel kemarin menyuarakan tuntutan terhadap pengusutan rentetan teror dan intimidasi terhadap pegawai-pegawai KPK. Sejak era kepemimpinan Ketua KPK Agus Rahardjo, lebih dari lima pegawai mengalami teror. Dan, tak satu pun yang terungkap siapa dalang di belakang kejadian tersebut.
“Pernah safe house (rumah perlindungan, Red) KPK diserbu, pegawai KPK diculik, rumah (pegawai, Red) dipasangi bom, walaupun setelah dicek bom itu palsu,” beber suami Rina Emilda ini. Hingga kini, Novel belum bisa melihat dengan terang akibat serangan air keras yang terjadi tahun lalu tersebut.
Novel kembali mengingatkan Presiden Joko Widodo agar fokus pada pengusutan penyerangan terhadap aparat penegak hukum. Sebab, sampai saat ini kepolisian belum menyampaikan perkembangan yang signifikan. Sebaliknya, penyidikan kasus tersebut terkesan kabur. Tidak jelas. “Ini bukan suatu hal yang biasa,” ujarnya.
Menurut Novel, presiden sebagai kepala negara sudah seharusnya hadir ketika teror menimpa aparat penegak hukum. Khususnya penyidik KPK yang tugasnya membersihkan negara dari perbuatan korupsi. “Presiden harusnya mengambil alih (kasus teror air keras, Red) dengan memberikan perhatian khusus, memerintahkan staf-stafnya agar hal ini bisa diungkap,” ujarnya.
Presiden Jokowi menjadi tumpuan terakhir dalam pengungkapan kasus teror air keras tersebut. Karena itu, Novel mengingatkan agar presiden tidak takut mengambil sikap tegas. Misalnya, membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF). “Kalau presiden takut mengungkap ini (teror, Red) saya sangat sedih. Mengapa? Karena presiden adalah orang yang paling bisa diharapkan,” tegasnya.
Sementara itu, Suciwati meminta Jokowi mendesak aparat penegak hukum bekerja profesional dalam menangkap pelaku intelektual pembunuh Munir. Menurut dia, 14 tahun terlalu lama untuk membongkar skandal pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) tersebut. “Apa karena mereka tunduk pada penjahat, pada pelakunya, atau mereka memang tidak punya martabat untuk membiarkan para penjahat itu berkuasa,” tegasnya.

 

Bacaan Lainnya

 

(tyo/oni)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *