Kisah Dua Anak Madrasah, Empat Hari Pacaran, Langsung Menikah

Saking asyiknya berpacaran, mereka lupa waktu. Tidak terasa sudah larut malam. Suhaimi pun mengantarkan kekasihnya pulang ke rumah.

Orang tua Nur menolak. Suhaimi kemudian meminta bantuan keluarga, tetapi lagi-lagi ditolak. “Alasannya, daripada keluar malam terus dan pacaran terus, lebih baik dinikahkan saja,” kata Kepala Dusun (Kadus) Montong Praje Timuq Ehsan, di sela-sela Lombok Post berbincang dengan Suhaimi dan Nur.

Bacaan Lainnya

Nur sendiri merupakan anak tunggal dari pasangan Sutomo dan Sahmin. Nur tinggal dengan kakek dan neneknya di Desa Bonjeruk. Itu karena, kedua orang tuanya bercerai. Sedangkan, Suhaimi anak kelima dari lima bersaudara.

Ibunya Rahimin dan bapaknya meninggal dunia, sejak Suhaimi duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Sejak itulah, keduanya kurang mendapatkan perhatian lengkap dan lebih, dari kedua orangnya masing-masing.

Sehingga mereka memutuskan ingin berkeluarga, punya anak dan ingin hidup mandiri. Tidak mau bergantung lagi dengan orang tua.

Suhaimi sudah belajar mandiri. Dia bekerja sebagai pedagang di beberapa pasar tradisional di Gumi Tatas Tuhu Trasna.

Dia menjual sandal, sabun, dan perlengkapan rumah tangga. Pekerjaan itu digelutinya sejak bapaknya dan tiga kakaknya meninggal dunia. Suhaimi menjadi tulang punggung keluarga.

Kini, dia tinggal bersama ibunya di Dusun Montong Praje Timuq Desa, Pengenjek, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah. Rumah berlantai semen, beratapkan genting dan dinding yang terkelupas, menjadi saksi perjalanan hidupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *