Hari Raya Idul Adha 2023 Berbeda, Muhammadiyah Minta Hari Cuti Bersama Ditambah

Muhammadiyah mengusul hari cuti bersama 2023 bertepatan Idul Adha ditambah-Foto/Muhammadiyah-
Muhammadiyah mengusul hari cuti bersama 2023 bertepatan Idul Adha ditambah-Foto/Muhammadiyah-

JAKARTA — Hari raya Idul Adha 2023 atau lebaran haji di Indonesia berpotensi berbeda, antara Muhammadiyah dan pemerintah.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti meminta pemerintah menambah hari cuti bersama 2023.

Bacaan Lainnya

Hal disampaikan Mu’ti kepada Wakil Wali Kota Surakarta dalam acara Pengukuhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Kota Surakarta Periode 2022-2027.

Permintaan Mu’ti itu agar hari cuti bersama bertepatan hari raya Idul Adha 2023 versi Muhammadiyah, agar rangkaian ibadah salat Id berjalan tenang dan khusyuk.

Mu’ti beralasan karena pernah seorang anggota Muhammadiyah yang menjadi PNS dan ANS harus tetap masuk kantor, berbenturan dengan warga Muhammadiyah yang sedang melaksanakan salat Id.

Sehingga, Muhammadiyah meminta hari Rabu, 28 Juni 2023 sebagai hari cuti bersama 2023 tambahan. Sebagai informasi, Muhammadiyah telah menetapkan hari raya Idul Adha 2023 jatuh pada tanggal 28 Juni 2023, berdasarkan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2023 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1444 H.

Atau penanggalan 1 Zulhijah 1444 H versi Muhammadiyah jatuh pada hari Senin, 19 Juni 2023. Keputusan ini berdasarkan hasil Hisab Hakiki Wujudul Hilal. “Jadi liburnya dua hari, yaitu tanggal 28 atau 29 Juni 2023. Saya kira yang pegawai negeri setuju itu. Ini usul Pak Wakil Walikota, karena pernah ada warga Muhammadiyah yang menjadi ASN tidak ikut lebaran (Idul Adha) karena harus pergi ke kantor,” ucap Mu’ti

Apa Dasarnya?

Usulan Mu’ti ini berlandaskan Pasal 29 ayat dua UUD NRI 1945, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

“Barangkali ini ada, syukur bila jadi libur nasional. Kalau tidak bisa, mungkin bisa dibuat khusus untuk Kota Surakarta. Supaya apa? Supaya kita bisa melaksanakan ibadah dengan tenang yang itu dijamin oleh konstitusi,” tegas Mu’ti.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *