Warga Miskin  Kota Bogor Meningkat, Pandemi Covid-19 Penyebabnya

warga Miskin Kota Bogor

BOGOR – Jumlah warga miskin di Kota Bogor terus bertambah. Penambahan tersebut terjadi selama dua tahun terakhir.

Bertambahnya warga miskin di Kota Bogor terjadi terutama selama pandemi Covid-19, yakni pada rentang waktu tahun 2020 hingga 2021.

Bacaan Lainnya

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, sempat menyebut meningkatnya angka kemiskinan di Kota Bogor pada dua tahun terakhir lebih dikarenakan angka kemiskinan nasional yang juga meningkat.

Padahal, sebelum adanya pandemi Covid-19, warga miskin di Kota Bogor sudah mengalami penurunan. Tercatat, sejak 2013 hingga 2019 jumlah warga miskin di Kota Bogor terus menurun.

Pada tahun 2013 jumlah warga miskin di Kota Bogor ada sebanyak 83,3 ribu jiwa, tahun 2014 menjadi 80,1 ribu jiwa.

Satu tahun setelah Wali Kota Bogor Bima Arya, berpasangan dengan Usman Hariman menjabat sebagai orang nomor satu di Kota Bogor, pada tahun 2015 mereka mampu menekan angka kemiskinan di Kota Bogor menjadi 79.2 ribu jiwa.

Kemudian pada tahun 2016 turun menjadi 77.3 ribu jiwa, dan pada tahun 2017 angka kemiskinan kembali menurun di posisi 76.5 ribu jiwa.

Berlanjut pada 2018 turun menjadi 64.85 ribu jiwa dan pada 2019 turun menjadi 63.97 ribu jiwa.

Namun pada tahun 2020, angka kemiskinan merangkak naik kembali yakni sebanyak 75,04 ribu jiwa. Angka warga miskin di Kota Bogor tersebut hampir sama dengan angka kemiskinan pada tahun 2015.

Sedangkan pada tahun 2021, jumlah warga miskin di Kota Bogor tembus 80,09 ribu jiwa, atau setara dengan jumlah pada saat Bima Arya menjabat saat awal.

Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bogor Bima Arya tak menampik jumlah warga miskin di Kota Bogor bertambah. Namun, kondisi tersebut terjadi karena pada tahun 2020 hingga 2021 pandemi Covid-19.

Bima Arya menyebut secara umum, tingkat Kemiskinan Kota Bogor dari tahun 2015 hingga 2019 terus menurun. Pada 2015 angka kemiskinan sebesar 7,6 persen menurun menjadi 5,77 persen pada tahun 2019.

Namun demikian, akibat dampak Covid-19, angka kemiskinan pada tahun 2020 meningkat dari 5,77 persen menjadi 6,68 persen.

Kondisi tersebut hampir terjadi diseluruh wilayah di Indonesia. Namun Suami Yane Ardian itu mengklaim angka kemiskinan Kota Bogor, lebih rendah dari angka kemsikinan di Provinsi Jawa Barat sebesar 8,34 persen, dan secara Nasional sebesar 10,19 persen.

“Sebenarnya Kota Bogor lebih rendah jika dibandingkan angka kemsikinan Provinsi Jawa Barat, dan Nasional sebesar 10,19 persen,” kata Bima Arya.

Menurutnya, adanya pandemi berpengaruh pada peningkatan hingga 6,6 persen pada tahun 2020. Penurunan jumlah warga miskin di Kota Bogor masih belum terjadi hingga saat ini.

Namun demikian, program dan kegiatan dalam upaya penurunan kemiskinan menjadi salah satu bagian yang diprioritaskan dalam masa pemulihan pasca Covid-19.

Beberapa program kegiatan, antara lain ; Program Bantuan Langsung Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), BPJS Kesehatan Bagi warga Miskin

Lalu, beasiswa anak kurang mampu, Pengembangan kampung tematik, Gerakan Bogor Berkebun, pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

“Ada juga bantuan pendidikan (ijazah), akses permodalan bagi masyarakat miskin, bantuan hukum bagi warga miskin,” paparnya.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) itu meyakini dengan intervensi melalui sejumlah program tersebut, paling tidak dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di Kota Bogor.

Disisi lain, Bima Arya menjelaskan angka Pengangguran di Kota Bogor sejak tahun 2015 sampai dengan 2019, terus mengalami penurunan.

Pada tahun 2015 angka pengangguran di Kota Bogor sebesar 11,08 persen dan pada akhir 2019 menunjukkan angka 9,16 persen.

Lagi-lagi, pandemi yang terjadi pada 2020, menyebabkan angka pengangguran meningkat menjadi 12,68 persen.

Hal ini karena banyak sektor esensial di Kota Bogor yang terpengaruh akibat pengetatan dan pembatasan kegiatan seperti sektor perdagangan, restoran, hotel, sektor angkutan, dan buruh (tenaga harian lepas).

Selain itu, Covid-19 secara makro mempengaruhi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir hingga 2019 menunjukkan angka pertumbuhan rata-rata 6 persen, namun pada tahun 2020 mengalami penurunan sampai sekitar -0,41 persen.

“Angka ini masih diatas provinsi Jawa Barat sebesar -2,52 persen dan Nasional -2,07 persen,” imbuhnya.

Seiring dengan pemulihan ekonomi yang saat ini terus difokuskan, pada akhir 2021 data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi Kota Bogor semakin membaik.

LPE Kota Bogor tahun 2021 sebesar 3,76 persen, diatas Jawa Barat sebesar 3,74 persen dan Nasional 3,69 persen. Kondisi ini ikut memberikan kontribusi penurunan tingkat pengangguran di Kota Bogor dari 12,68 persen di 2020 menjadi 11,79 persen.

Berharap pada tahun 2022, seiring dengan penurunan kasus Covid-19 dan upaya mengembalikan aktivitas ekonomi atau recovery, akan terjadi peningkatan bahwa melebihi angka pertumbuhan ekonomi pada 2 tahun terakhir (rebound).

Selain itu, berdasarkan Hasil kajian dampak pandemi covid 19 yang dilakukkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) terhadap ekonomi Rumah Tangga di Kota Bogor tahun 2020 dengan jumlah sampel 1.110 rumah tangga se kota Bogor, dengan gambaran sebagai berikut :

Pertama, dampak terhadap pekerjaan sebanyak 42 persen sempat menganggur dan di PHK, sedangkan 58 persen tidak terpengaruh pada dampak pandemi.

Kedua, sektor pekerjaan paling terdampak adalah pekerja harian buruh, sopir, karyawan hotel ; resto/toko dan freelance.

Ketiga, dampak terhadap penghasilan 77 persen mengalami penurunan penghasilan, bahkan ada yang sampai tak memiliki penghasilan sama sekali.

“Keempat dampak terhadap tabungan dan investasi 57,73 persen responden terpaksa menggunakan tabungan untuk bertahan hidup, 30,79 persen responden terpaksa mencairkan investasi untuk bertahan hidup seperti menjual emas, menggadaikan aset, menjual properti, dan sebagainya,” tambah Bima Arya.

Kemudian, berdasarkan Kajian dampak pandemi terhadap pelaku usaha sebanyak 95,6 persen mengalami penurunan penghasilan, dengan rincian antara lain, 81,1 persen bertahan, 8,7 persen tutup usaha, dan 5,8 persen mereka mengganti usahanya demi dapat bertahan hidup.

Ditempat terpisah, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku masih ada dua program prioritas yang menjadi PR baginya bersama Bima Arya dalam memimpin Kota Bogor. Di antaranya, menyelesaikan penanggulangan warga miskin di Kota Bogor dan penanataan PKL.

“Untuk kemiskinan masih ada PR pasca pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Lebih ke pemulihan ekonomi,” ucap dia.

Berdasarkan data dari Bappeda Kota Bogor, Bima-Dedie menargetkan menyelesaikan penanggulangan kemiskinan di Kota Bogor melalui lima indikator.

Di antaranya, target pertumbuhan ekonomi di target mencapai 6,04 persen hingga akhir masa jabatannya pada 2024. Lalu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 78,314 persen.

Kemudian, tingkat pengangguran terbuka mencapai 9,69 persen. Lalu, presentase penduduk miskin mencapai 6,21 persen. Terakhir, Gini Ratio mencapai 0,34 persen.

Sedangkan, untuk penataan PKL, hal ini masih terus dilakukan ia bersama Bima Arya.

Di mana, titik lokasi yang menjadi sasaran untuk dibenahi diantaranya di sepanjang ruas KH Abdullah Bin Nuh Yasmin, pertigaan Sukasari Eka lokasari, Pandu Raya – Jambu Dua serta jalan protokol.

“Tetap menjadi prioritas. Sebagai bentuk penegakan Perda yang jadi salah satu tugas utama Kepala Daerah,” tandasnya.

Kepala Bappeda Kota Bogor Rudy Mashudi menjelaskan, pandemi dengan adanya kebijaka pengetatan dan pembatasan aktivitas terutama pada sektor utama di Kota Bogor seperti perdagangan, hotel, restoran, dan kegiatan lainnya mempengaruhi tingkat pendapatan warga.

“Secara umum pandemi menyebabkan penurunan pendapatan warga,” singkatnya.(ded/radar bogor)

Reporter : Dede
Editor : Yosep

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *