Takjub di Puncak Buluh Sukabumi, Berpeluh Keringat Saat Jajal Leuweung Hideung

Journalis Journey Solidarity

Journalis Journey Solidarity (JJS) Overland Trip 4, Eksplore Dusun Terisolir Sungai Cikaso (1)

RADAR SUKABUMI – Journalis Journey Solidarity (JJS) Overland yang digagas beberapa rekan media Sukabumi kembali bergeliat. Pertengahan bulan lalu, kami mencoba mengeksplor sisi lain Kabupaten Sukabumi. Ada nuansa seperti perkampungan di pedalaman Kalimantan, seperti apa ?

VEGA SUKMAYUDHA Sukabumi

Bacaan Lainnya

MESIN Empat kendaraan berpenggerak empat roda sudah panas. Bergerak dari ‘markas’ sementara tim JJS di Graha Pena Radar Sukabumi, tim JJS Overland memulai perjalanan di tengah rintik gerimis menuju kawasan Mataram Lengkong.

Road Capten JJS Rizki Gustana bersama co driver, Akhmad Fikri memilih menggunakan jalur Mataram agar bisa memangkas perjalanan dan mengistirahatkan badan semalaman. Mengeksplor tujuan utama menuju Kadusunan Kadudahung Kecamatan Cibitung via jalur darat memang wajib membutuhkan stamina ekstra. Jauh hari saya dan tim kecil memutuskan itu.

Mengingat, rute melewati Leuweung Hideung sepanjang 18 kilometer dari mulut jalan utama Surade-Tegalbuled bisa ditempuh setengah hari.

Tiba di separuh perjalanan, kami memutuskan membuka camp di Puncak Buluh. Spot menikmati pemandangan tertinggi wilayah Pajampangan itu berada di Jalan Mataram yang melintasi Kecamatan Lengkong dan Jampangkulon.

Suasana magrib ditambah hujan membuat kami harus ekstra dalam mengatur empat mobil JJS dalam menyusun camp. Dalam overland, kami membagi tugas untuk membuka tenda dan masak untuk persiapan makan malam. Empat kendaraan kami atur agar bisa meminimalisir terjangan angin dari ketinggian 600an mdpl.

Urusan dapur kami percayakan pada Wilda Topan. Wartawan MNC ini gesit menyiapkan bumbu masak dibantu asistennya Going dan dua manajer dari perusahaan Alekto Group, Richard dan Hendra yang ikut dalam rombongan. Di bawah rintik hujan, tim lain memilih menyiapkan basecamp untuk menikmati makanan dan beristirahat. Kelap-kelip cahaya pemukiman penduduk dari bawah Puncak Buluh menambah nuansa lain dalam overland kali ini.

Hujan semalaman suntuk berganti sejuk saat matahari menyambut kami dari ufuk timur. Sunrise di atas ketinggian Pejampangan terasa begitu menyegarkan. Yang eksotis, bentangan Samudra Hindia dari Kecamatan Tegalbuleud, Cibitung hingga perairan Ujunggenteng Ciracap bisa terlihat dari sini.

“Kalau tadi malam terlihat cahaya yang sejajar dari ujung puncak ini, berarti kita tidak salah lihat. Cahaya itu muncul dari Pagang nelayan di perairan laut selatan,” ujar Rizki Gustana di tengah perbincangan pagi itu.

Kopi hangat dan nasi goreng ala-ala Korea besutan cheff Wilda mengisi perut yang amat keroncongan setelah semalaman tidur ditemani hembusan angin gunung yang begitu kuat. Tepat pukul 10.00 WIB setelah tim berkemas dan membersihkan camp kami menuju tujuan utama overland yakni Leuweung Hideung.

Selama hampir satu jam setengah perjalanan, kami tiba di mulut jalan berbatu menuju Kadusunan Ciloma via Leuweung Hideung. Kebetulan, di trip kali ini kami ditemani Mang Conan, offroader senior Pajampangan yang tergabung dalam Opak.

Mengendarai Suzuki Vitara berkelir orange, pria yang kesehariannya bertugas sebagai PNS di Dinas PU Jabar ini memandu kami menyusuri mulut hutan. Bayangan kami area itu sebagai Kalimantan nya Sukabumi memang masuk akal.

Kawasan itu memang masuk kawasan hutan produktif yang digarap Perhutani. Memang tidak selebat kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang kami jajal dalam JJS trip 2 dan 3 beberapa waktu lalu.

Tapi, soal tekstur jalan, cukup menguras energi. Peluh bos Alekto Grup Rangga Harya Wirabumi yang menjadi tim penyapu di belakang terlihat bercucuran. “Seumur-umur di Sukabumi saya baru merasakan adrenalin di hutan ini. Luar biasa treknya,” celotehnya di balik kemudi Toyota Hilux yang dibesutnya.

Dari lebar, jalan darat akses satu-satunya ke kadusunan di pinggiran Sungai Cikaso ini memang cukup luas. Kendaraan yang berpas-pasan tidak perlu gantian mencari celah jalan yang lega hanya untuk saling lewat. Hanya saja, di beberapa bagian, lubang dan gelombang jalannya cukup dalam.

Journalis Journey SolidarityPerlu konsentrasi ekstra. Terlebih ada yang berupa tanah liat merah bercampur genangan air hujan. Salah perhitungan, traksi ban bisa hilang apabila gardan sudah menggantung karena body mobil salah tapak di permukaaan tanah.

Selepas makan siang di basecamp II Perhutani, pusat areal hutan itu seolah menyambut kami. Di sebuah persimpangan jalan ke kiri, ada sebuah pohon tumbang memalangi badan jalan. Road captain dan pemandu memilih menepikan kendaraan terlebih dahulu.

Mereka mengecek apakah body semua kendaraan kami bisa lewat atau tidak. Selang beberapa menit, beberapa akar yang kami singkirkan dirasa cukup untuk melanjutkan perjalanan. O ya, jika kita mengambil arah lurus dari pertigaan ini, maka kita akan sampai ke kawasan penambangan pasir besi yang medio tahun 2013an lalu sempat ramai karena digerebeg aparat. Selatan Sukabumi memang kaya akan mineral tambang.

Adrenalin kami dibuat kencang lagi. Lima kilometeran menuju Ciloma, jalan menyempit hanya selebar mobil. Nuansa lumpur semi ekstrem terasa di sini. Tanah liat jika bercampur air memaksa kami memainkan fitur 4 L di tiap kendaraan.

Sudah licin dan sempit, di beberapa titik, jurang belasan meter menunggu kami jika kami terlalu ‘arogan’ membesut kendaraan. Beberapa ranting yang masuk ke areal kabin, kami terabas seadanya. Braaaakk… di sebuah turunan, saya sempat hilang konsentrasi.

Ban depan kanan kendaraan yang saya tumpangi bersama Darwin ‘Entis’ Sandy (JP-news) dan Herland Heriyadi (Pikiran Rakyat) serta Budi Igo nyungsep ke salah satu lubang. Di pinggirnya terdapat genangan air cukup luas seperti rawa. Stag. Co RC Akhmad Fikri di rombongan depan memilih memandu kami di pesawat handy talkie.

Saya konsentrasi menggeber gas agar ban kanan kembali traksi. Budi Igo yang merupakan manajer salah satu perusahaan makanan terkemuka sempat saya suruh-suruh untuk mengganjal batu penahan di bawah ban. Ini dilakukan agar permukaan ban kembali menemukan pijakan untuk berputar. Sementara, dua lainnya memandu kemudi agar kendaraan kembali berada pada jalan yang benar. Hehehe

Hampir 15 menitan berjuang, akhirnya kendaraan saya keluar dari lubang. Cukup menguras energi.

Tiga kendaraan menunggu di depan sementara Hilux di belakang saya rela bersabar menunggu. Itulah seninya overland.

Hujan bukannya tambah rintik tapi tambah deras. Tepat pukul 16.30 kami keluar dari kawasan hutan. Rumah-rumah panggung tradisional yang menyebar di sekitar jalan menyambut rombongan kendaraan kami. Beberapa penghuninya, terlihat mengintip dari balik tirai dalam rumah.

Ya, kami akhirnya tiba di Kampung Kadudahung Kadusunan Kadudahung Desa Cibitung Kecamatan Cibitung.

Di tengah perkampungan, warga memandang kami penuh keheranan. Di beberapa rumah, ibu-ibu malah asyik berkumpul seolah acuh tak acuh dengan kedatangan kami. Setelah menepi dan menanyakan maksud kami, beberapa warga mempersilahkan untuk beristirahat.

“Hampir tiga bulan lebih kami tidak pernah lihat mobil. Apalagi usum hujan. Jarang ada mobil ke sini,” aku Maman, warga sepuh setempat yang kami temui di rumahnya.

Kadusunan Kadudahung memang terisolir dari darat. Kedusunan itu membawahi beberapa kampung termasuk di dalamnya Ciloma yang menjadi tujuan utama kami overland kali ini. Sayang, setelah disurvei dadakan oleh sebagian tim, akses menuju ke sana tak bisa dilewati kendaraan roda empat.

Banjir Sungai Cikaso pertengahan September lalu membuat belasan meter jalan di sana tergerus ke dalam sungai. Ya sudah, kami memutuskan menginap di dua rumah warga yang baik hati untuk mempersilahkan kami beristirahat. Hampir setengah hari di hutan, badan kami sudah tak sanggup untuk membuka camp tenda dan lain-lain.

“Menikmati jalan berlubang tak senikmat menikmati lubang berjalan,” seloroh Panji Apriadi, jurnalis Net TV yang gesit saat memacu Katana 4×4 kesayangannya. Ia berlalu di balik selimut milik warga yang menemani kami tidur di tengah derasnya hujan malam itu. (***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *