Sejarah Perkembangan Islam Di Sukabumi, Sunda Wiwitan Kenyakinan Mayoritas Pribumi

Masjid Sukabumi pada 1895 Sekarang Menjadi Masjid Agung Kota Sukabumi. Tidak Jauh disana terbetuk kampong Kaoeman Soekaboemi yang biasanya dihuni oleh kaum pendatang yang berdagang dari luar daerah bahkan Luar Negeri.
Masjid Sukabumi pada 1895 Sekarang Menjadi Masjid Agung Kota Sukabumi. Tidak Jauh disana terbetuk kampong Kaoeman Soekaboemi yang biasanya dihuni oleh kaum pendatang yang berdagang dari luar daerah bahkan Luar Negeri.

SUKABUMI — Sebelum islam menyebar di wilayah Sukabumi, mayoritas kenyakinan masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango adalah Sunda Wiwitan. Kenyakinan Sunda Wiwitan memiliki kemiripan dengan dalam hal Mototheisme dimana dalam ajarannya ditekankan pengabdiannya kepada Syanghiyang Tunggal.

‘Gusti Nu Maha Agung’ dan Syang Hyang Tunggal merupakan bahasa lokal yang menunjukan kepada Allah. Dalam ajaran Sunda seperti dikutif dari Buku Ekadjati, hyang memliki makna yang hilang atau gaib namun dinyakini adanya, tunggal bukan jamak sebagai penguasa alam.

Hyang tercermin dalam sifat-sifatnya antara lain Syanghyang Tunggal (Dia yang maha esa), Batara Jagat (Dia penguasa Alam), batara Seda Niskala (Dia yang Gaib) dan Syanghyang Keresa (Dia yang maha Kuasa).

Berdasarkan catatan sejarah, wilayah Sukabumi sekarang merupakan wilayah kerajaan Salakanagara dibawah kekuasaan Dewawarman (130-168 M). Raja Salakanagara ini merupakan keturunan India yang menganut agama Hindu.

Kemudian Dewamarwan mengutus Adiknya Sweta Liman Sakti untuk membuat kerajaan di pesisir selatan. Ibukotanya di Agrabinta yang sekarang Cianjur. Kerajaan ini meluputi daerah Sindang Barang, Tegal Buleud, Surade dan pelabuhanratu.

Kemudian dalam catatan Sejarah, Nama Sukabumi kembali tercatat pada masa pemerintahan Sri Jaya Bupati. 4 Buah Prasasti ditemukan di aliran sungai Cicatih Cibadak. Prasasti ini menginformasikan bahwa Jayabupati berkuasa pada tahun 952 Saka. Amanat-amanat penting dalam prasasti ini salah satunya tidak boleh menangkap ikan dari hulu sampai hilir.

Berdasarkan informasi dari Buku Sejarah Jawa barat, Islam baru menyebar di wilayah Sukabumi paska keruntuhan kerajaan Padjadjaran pada tanggal 8 Mei 1579 M oleh Banten. Dengan begitu, semua bekas kerajaan Padjadjaran secara langsung milik kerajaan Banten yang pada saat itu sudah memeluk Islam.

Pada perkembangannya, ada hubungan baik kerajaan Mataram dengan kerajaan Cirebon yang saat itu dibawah kendali kerajaan Banten. Sehingga dengan kondisi tanah Sukabumi yang subur dimamfaatkan Kerajaan islam Mataram untuk pengembangan pertanian dengan sitem irigasi di Sukabumi.

Adanya hubungan baik antara Kerajaan Islam Mataram dan Cirebon menandakan bahwa proses Islamisasi di masyarakat Sukabumi berjalan dengan damai tidak memaksa.

Baru pada tahun 1900an penyebaran islam dengan menggunakan Pesantren. Pada abad tersebut, terjadi kebangkitan agama tentang pentingnya ajaran islam dalam kehidupan.a

Catatan buku Karel A Steebrink, kemajuan Islam di Sukabumi ditandai beberapa unsur, pertama semakin bertambahnya masyarakat Sukabumi yang menunaikan Ibadah Haji, pesatnya pertumbungan pesantren, pembangunan Masjid-masjid baru, hingga Sukabumi dikenal daerah lain sebagai Kota Santri.

Semakin banyaknya orang yang berhaji semakin banyak juga masyarakat yang ingin mendalami ajaran islam yang lebih dalam. Seperti yang dilakukan oleh K.H Ahmad Sanusi (Tokoh Nasional) dan K.H Muhammad Hasan Basri.

Keduanya belajar langsung dari guru di Mekkah seperti dari Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Masur Al-Madani, Said Yahya Al-Yamani, Haji Muhammad Djunaedi, Haji Abdulan Jawawi dan Syaikh Saleh Bafadil.

Kepulangan para jamaah haji dari Mekkah tentunya dijadikan masyarakat sebagai tokoh yang banyak memiliki pengalaman. Banyak diantara jamaah haji zaman dahulu terdorong untuk mendirikan pesantren, yang tadinya sudah memiliki pesantren sepulang dari haji satrinya bertambah banyak.

Melalui, pesantren-pesantren ini Ajaran Islam di Sukabumi terus berkembang. Satri yang mengaji disebuah Pesantren besar biasanya akan mendirikan pesantren baru setelah selesai menimba ilmunya. Munculnya sebutan Kyai menandakan pesatnya ajaran islam di Sukabumi.

Dalam penyebarannya, Islam di Sukabumi disebarkan dalam Bahasa Sunda. Dalam Penyebarannya, melalui pendekatan kultural dan religius, artinya pada saat itu islam disebaskan dengan cara merangkul budaya, melestarikan budaya dan menghormati budaya malah tidak menghilangkan budaya yang sudah ada.

Penggunaan ‘Gusti Nu Maha Agung dan Sang Hyang Tunggal merupakan bahasa lokal untuk menunjukan kepada Allah. Sampai saat ini masyarakat Sunda masih menggunakan kata-kata ‘Gusti Alloh Mu Ngersakeun’ atau Kersaning Alloh yang merujuk kepada kata Allah dalam Islam. Bahkan kata Sembahyang masih digunakan untuk merujuk kepada Sholat lima Waktu. (hnd)

(bersambung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *