Pengamat Dukung Aturan Siswa dengan Keluarga Komorbid Tidak PTM Dulu

ILUSTRASI: Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar SMAN 1 Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Sebanyak 170 sekolah dari jumlah 232 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai menggelar uji coba pembelajaran secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan. (DOK. SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan siswa yang di keluarganya ada komorbid, tidak perlu ikut pembelajaran tatap muka (PTM). Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah berharap aturan tersebut diterapkan dengan baik oleh sekolah.

Lina mendukung kebijakan Kemendikbud bahwa anak di keluarga yang memiliki komorbid, tidak ikut PTM itu. Sebab si anak bisa berpotensi membawa virus Covid-19 dari lingkungan sekolah ke rumah. Lina menegaskan ada kalanya kebijakan di pusat tidak jalan di daerah. Untuk itu tetap perlu sosialisasi dan pengawasan di sekolah.

Dia mencontohkan pada keluarganya sendiri, tidak akan mengizinkan anak-anaknya untuk ikut PTM di tengah pandemi Covid-19. ’’Saya khawatir juga kalau PTM sudah dimulai. Apalagi kami keluarga rentan dan komorbid,’’ kata Lina Jumat (2/4).

Lina mengungkapkan komorbid pada keluarganya adalah diabetes atau gula darah. Sementara itu anaknya yang masih sekolah duduk di bangku kelas 2 dan 6 SD. Lina sendiri adalah warga satu komplek dengan kasus pertama dan kedua Covid-19 di Perumahan Studio Alam, Kota Depok, Jawa Barat.

Lina berharap kebijakan yang baik dari Kemendikbud itu dijalankan sampai tingkat terbawah. Artinya Kemendikbud juga harus memantau pelaksanaan kebijakan tersebut di sekolah-sekolah. ’’Soalnya kadang-kadang UPTD-nya yang gak menangkap aturan ini di bawah,’’ jelasnya. Dia juga mengingatkan di sejumlah negara kegiatan pembelajaran tatap muka rawan membawa Covid-19 ke rumah. Seperti yang dialami temannya di Jerman, sekeluarga terkena Covid-19 karena si anak tertular di sekolah.

Diberitakan sebelumnya sekitar 550 ribu guru di Indonesia sudah mendapatkan vaksinasi sejalan program nasional yang sekarang sedang digiatkan. Jumlah itu diprediksi akan meningkat untuk memenuhi target agar pelaksanaan pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan dengan masif.

Terlebih, kebutuhan siswa untuk belajar secara tatap muka sudah mendesak karena berbagai pertimbangan seperti perkembangan psikologis anak hingga ketersediaan infrastruktur seperti jaringan internet yang masih menjadi kendala di berbagai daerah di tanah air.

Meskipun demikian, orang tua masih diberikan kelonggaran untuk mengijinkan anaknya belajar tatap muka di sekolah karena pertimbangan kesehatan.

“Kita berikan hak kepada anak-anak dan orang tua untuk tidak mengirimkan anaknya (belajar) tatap muka, karena kalau orang tuanya punya tingkat komorbiditas tinggi, sebaiknya anaknya jangan sekolah dulu. Itu saya sangat setuju,” kata Mendikbud Nadiem.

Selain pertimbangan komorbiditas, Nadiem juga meminta agar masing-masing daerah secara ketat memantau perkembangan infeksi Covid-19 di daerahnya. Menurutnya, apabila terjadi infeksi di sekolah, tatap muka harus dihentikan sementara sampai kembali dinyatakan aman untuk belajar tatap muka. (jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *