PDIP: Demokrat Sudah Terlambat

MENOLAK: Presiden Jokowi bersama perwakilan parpol yang tergabung dalam eks Tim Kampanye Nasional (TKN) di Resto Seribu Rasa, Jakarta. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Partai Demokrat sudah memutuskan ?sikap politiknya untuk lima tahun mendatang. Partai yang dikomandoi oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menolak untuk menjadi oposisi dan ingin bergabung ke koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, niat Demokrat untuk merapat ke kubu pemerintah sepertinya tak menuai sambutan hangat dari politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira.

Menurut Andreas, sejauh ini Demokrat dekat dengan Presiden terpilih Jokowi. Komunikasi juga terbangun baik antara Demokrat dan Jokowi. Namun, seharusnya dukungan Demokrat tersebut bisa dilakukan saat Pilpres 2019 silam. Bukan setelah hajatan selesai, dan pemenang sudah dinyatakan ke Jokowi-Ma’ruf Amin. “Sudah sangat terlambat apabila baru sekarang Demokrat mengekspresikan dukungan itu,” katanya.

Bacaan Lainnya

Andreas menduga, dukungnya Demokrat ke Jokowi-Ma’ruf Amin karena ada keinginan di belakangnya. Misalnya mendapatkan jatah kursi menteri atau masuk ke kabinet. “Tentu ada saja harapan mendapat power sharing dalam kabinet nanti,” ungkapnya.

Namun demikian, Andreas menyerahkan semuanya ke Presiden Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif. Presiden akan memutuskan seadil-adilnya mana partai yang dirangkul masuk ke dalam kabinet. “Tentu Presiden Jokowi akan lebih jeli melihat kemungkinan-kemungkinan dukungan yang mengalir pasca kemenangan,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mencurigai ada motif di belakang keinginan Partai Demokrat bergabung ke koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. “Sepertinya semua partai politik yang mau gabung ke pemerintah saat ini pasti punya keinginan join di kabinet,” ujar Irma kepada wartawan, Selasa (13/7).

Namun demikian, Anggota Komisi IX DPR ini menilai tidak mengapa jika Demokrat bergabung ke pemerintahan. Sebab selama ini partai yang dikepalai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpolitik secara santun.

Menurut Irma, Demokrat tidak pernah menjelekan Presiden Jokowi, kemudian memainkan isu politik identitas atau yang berkaitan dengan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Soal koalisi yang akan bertambah atau tidak. Hal itu ada di tangan Preisden Jokowi dan juga para ketua umum partai koalisi pendukung. Semuanya diputuskan lewat jalur komunikasi dengan partai-partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan menegaskan partainya tidak meminta jatah kursi ke Presiden Jokowi. Memberikan dukungan ke pemerintah hanya semata-mata untuk memberikan bantuan. “Kami tidak pernah mengincar jatah kursi, kami tidak pernah minta kursi. Karena sadar itu adalah hak prerogatif presiden,” ujar Syarief.

Menurut Syarief, Demokrat berbeda dengan partai lainnya. Misalnya memberikan dukungan salah satu tujuannya untuk mengincar jatah kursi di dalam kabinet. Sehingga partai bernuansa biru ini enggan disamakan dengan partai lain. “Jadi kami jangan disamakan dengan partai lain?,” katanya.

Syarief berujar, ada syarat yang diajukan oleh Partai Demokrat dengan dukungan ke Presiden Jokowi ini. Itu ada tiga. Pertama ?chemistry perlu ada kecocokan. Kedua perlu ada kebersamaan dalam koalisi. Kemudian ketiga adalah Demokrat perlu nyaman di dalam koalisi. “Jadi kita tiga itu saja yang menjadi persoalan,” pungkasnya.

 

(wan/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *