Pengetahuan Lokal Orang Sunda: Antara Dikenal atau Ditinggal

Oleh : Nuryaman
Pustakawan Ummi

Masyarakat Indonesia terkenal dengan keragaman budaya yang melimpah ruah di seluruh penjuru nusantara. Budaya sendiri dapat dimaknai sebagai hasil pemikiran yang dituangkan ke dalam bentuk aktivitas dan bentuk kebendaan, sehingga kebudayaan memiliki cakupan yang luas dalam pemaknannya, karena aktivitas dan benda-benda yang dihasilkan tidak sedikit jumlahnya.

Sebagaimana Koentjaraningrat (1990, pp. 203–204) membagi kebudayaan menjadi beberapa unsur-unsur universal yakni bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi serta kesenian.

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa budaya meliputi unsur-unsur kehidupan manusia yang menggambarkan khazanah kekayaan masing-masing suku dan bangsa. Salah satu unsur menarik dari kebudayaan ialah sistem pengetahuan masyarakat yang dapat diindikasikan sebagai pengetahuan lokal atau dikenal sebagai Indigenous Knowledge (IK).

Pengetahuan lokal merupakan unsur kebudayaan yang unik dan krusial, karena pengetahuan merupakan ciri kemajuan dari suatu peradaban.

Oleh karenanya penting bagi kita untuk mengenal dan mengetahui kehebatan dari pengetahuan yang digunakan nenek moyang sepanjang zaman. Karena dengan begitu kita akan mengetahui kehebatan dari setiap tindakan, atau makna dalam setiap cerita yang diwariskan para leluhur Indonesia kepada generasi penerusnya.

Secara teoritis Tumuhairwe (2013, p. 3) memaknai pengetahuan lokal sebagai keunikan dalam suatu masyarakat, berkembang dari waktu ke waktu, dan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam hal kesehatan, pertanian, ketahanan pangan, pendidikan, kesenian, kerajinan dan sejenisnya.

Hal ini menunjukkan bahwa IK meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, dan mampu mengatur pola kehidupan masyarakat secara teratur dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara kronologis, IK merupakan pengetahuan yang terbentuk dari hasil adaptasi dengan lingkungan, hasil pengalaman dan eksperimen serta bersifat kolektif.

Kemudian Nakata (2003, p. 23) menegaskan bahwa IK bukan satu-satunya istilah untuk menunjukkan pengetahuan lokal, tetapi terdapat beberapa istilah lainnya seperti traditional knowledge (TK) (pengetahuan tradisional), traditional environmental or ecological knowledge (TEK) (pengetahuan lingkungan atau ekologi tradisional), atau Indigenous technical knowledge (ITK) (pengetahuan tentang praktik-praktik lokal).

Di Indonesia dikenal istilah kearipan lokal (local wisdom), yaitu kebijakan setempat yang dipatuhi masyarakat. Secara maknawi, kearipan lokal dan pengetahuan lokal memiliki fungsi yang sama dalam mengatur kehidupan, tetapi IK memiliki makna lebih luas dalam penggunaanya, karena IK menekankan nilai science atau ilmu pengetahuan yang universal (menyeluruh), sehingga dapat sejajar dengan ilmu pengetahuan yang populer saat ini.

Dalam pandangan hidup masyarakat Sunda, IK dapat dikenali melalui larangan/pepatah yang disertai kata “pamali”. Persepsi masyarakat, khususnya anak-anak sudah tidak asing dengan kata pamali, karena para orang tua menggunakan kata tersebut untuk memberikan efek kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang diwariskan.

Misalnya di masyarakat pedesaan ada larangan: jangan keluar di waktu magrib atau jangan keramas/mandi di sore/malam hari. Apabila dikaji secara ilmiah, praktik tersebut memiliki nilai pengetahuan yang mampu memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Sebagai contoh, larangan untuk tidak mandi di sore hari memiliki pembuktikan bahwa di jam tersebut kondisi darah manusia normal bersuhu panas, sehingga mandi di jam tersebut mengakibatkan kelelahan dan keletihan bahkan beresiko kematian.

Kasus tersebut bisa jadi diakibatkan kurangnya kesadaran terhadap dampak negatif dari aktivitas mandi sore yang rutin dilaksanakan. Secara logika, kita dapat menganalogikan ketika air panas dicampur air dingin akan mengalami penguapan. Begitupun pembuluh darah, yang disiram ketika suhu sedang panas-panasnya dapat mengindikasikan pecahnya pembuluh darah.

Praktik IK lainnya ditunjukkan dengan pola hidup masyarakat di Kasepuhan Cipta Gelar, Cisolok Sukabumi yang mampu menghasilkan panen produktif sepanjang tahun tanpa adanya gangguan hama. Hal ini terjadi karena masyarakat dan kepala suku mampu menentukan masa penanaman yang dapat menjaga keseimbangan siklus alam seperti musim dan aktivitas hama.

Contoh sistem pengetahuan lainnya tentang pola kehidupan dapat dilihat dari prinisip hidup masyarakat Sunda seperti kudu siliih asih,m siliih asah, silih asuh artinya sesama hidup harus mengasihi, mengasah, dan mengasuh (menjaga). Makna dari kalimat tersebut merupakan ilmu pengetahuan tentang bagaimana seharusnya kepribadian manusia.

Kemudian dalam mengatur kesejahteraan hidup manusia lahir dan batin, orang Sunda memiliki pandangan hidup yaitu ulah ngukur baju sasereg awak artinya jangan memperhitungkan sesuatu demi kepentingan pribadi saja. Dan masih banyak bentuk-bentuk ilmu pengetahuan lainnya yang bermanfaat dalam membangun kesejahteraan hidup orang Sunda bahkan Indonesia.

Di satu sisi kondisi tersebut masih bertolak belakang dengan kondisi geografis Indonesia saat ini, kita mendengar bahwa negeri ini katanya subur, makmur, serta sentosa, tetapi ironinya beras pun masih impor dari negeri tetangga.

Tentunya ini merupakan cerminan untuk kita semua, karena bagaimana pun juga negeri ini adalah negeri kita, yang memerlukan berbagai usaha dan perjuangan dari para pewaris nenek moyangnya.

Perwujudan tersebut dapat direalisasikan dengan adanya kesadaran masyarakat untuk mau mengenal, mengetahui dan bahkan menggunakan kembali sistem pengetahuan lokal sebagai dasar pengambilan keputusan dalam aktivitas kehidupan seperti kesehatan, pertanian, pengelolaan alam, strategi ketahanan pangan, dan seterusnya.

Dengan adanya kemauan untuk mempelajari ilmu pengetahuan lokal (IK), maka masyarakat akan mengenali jati dirinya sebagai bangsa mandiri, rukun, saling percaya, sejahtera dan mencintai warisan ilmu pengetahuan serta kebudayaan.

Pada dasarnya, nenek moyang masyarakat Indonesia terlahir dengan kecerdasan lokal yang diaplikasikan melalui berbagai praktik-praktik tradisional dalam berbagai aktivitas kehidupan.

Secara sadar atau tidak, setiap tindakan yang dilakukan memiliki nilai pengetahuan yang mampu memecahkan persoalan hidup secara sosial ataupun interaksi dengan alam.

Alhasil, nenek moyang Indonesia mampu menjaga keseimbangan hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan alam serta kepada Tuhannya. Kondisi demikianlah yang diharapan, karena akan sangat menguntungkan bagi Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya.

Namun sayangnya, alam ini setiap hari semakin kurus digerus para pengusaha. Ditambah dengan sumber daya manusia yang tak berdaya, maka suatu ketika sumber daya alam ini akan habis teriris oleh hutang negara yang merajalela.

Kita mungkin melupakan ajaran dan praktik tardisional nenek moyang kita, dimana mereka mengajarkan bagaimana manusia harus bertindak sesuai siklus alam di sekitarnya. Mereka lebih senang menciptakan berbagai kebiasaan yang tidak menimbulkan kerugian kepada sesamanya maupun alam di sekitarnya.

Hal ini dapat dilihat dari peninggalan budaya berupa peralatan yang dirancang sesuai kondisi alam, juga beberapa tradisi (adat istiadat) yang merepresentasikan karakteristik masyarakat setempat.

Pada kenyataanya, masyarakat Indonesia sudah tidak peka dengan eksistensi IK, bahkan semakin ditinggalkan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan modern. Mereka dengan lahapnya menggunakan metode dan strategi baru tanpa melihat dampak negatif yang ditimbulkan, khususnya terhadap alam sekitar sebagai bagian dari kehidupannya.

Kini, para petani tidak asing lagi menggunakan sistem pemupukan dengan bahan anorganik, sistem pemusnahan hama, bahkan penanggalan penanaman padi pun tidak begitu dipedulikan. Hal ini diakibatkan adanya ketetarikan petani dengan berbagai produk yang mampu mempecepat pertumbuhan, menghilangkan hama dengan signifikan, atau sasaran lain yang membutuhkan percepatan.

Padahal tanaman padi memiliki jangka produksi maksimal juga perlunya siklus pemulihan tanah pasca panen. Begitupun dengan sistem pemusnahan hama dengan pengunaan bahan kimia akan bercampur dengan bahan kimia lainnya, terbawa arus air kemana-mana, dan bahkan hewan yang bukan hama sekalipun akan cenderung terkena dampaknya.

Oleh karenanya tidak heran apabila pasokan air bersih semakin sesak, dan disusul dengan hama baru yang muncul mendadak. Kondisi ini tidak lain akibat terganggunya keseimbangan alam yang sedang berlangsung sebagaimana mestinya. Ibarat kata, manusia tidak akan bisa apa-apa ketika alam sudah menunjukkan taringnya.

Masyarakat umum belum sepenuhnya mengenal, khususnya memahami IK sebagai bagian dari kebudayaan. Padahal kita sebagai orang Indonesia, sebagai orang timur memiliki sejarah ilmu pengetahuan yang cukup maju dan mampu menghasilkan berbagai metode untuk memecahkan permasalahan kehidupan melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa tokoh muslim seperti Al-farabi, Al-Batani, Ibnu Sina, Ibnu Batutah, Ibnu Rusyd, Al-Khawarizmi dan sebagainya. Beberapa penemuannya sangat berpengaruhi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

Dan apabila digali lebih jauh, masih terdapat beberapa ilmu pengetahuan dalam berbagai aktivitas kehidupan orang timur seperti penggunaan obat-obatan tradisional, upacara adat, nilai-nilai kemanusian dalam nyanyian atau pepatah, pertanian, pendidikan, bahasa, kesenian, dan sebagainya.

Oleh karenanya penting bagi kita sebagai orang Sunda, sebagai orang Indonesia, dan sebagai orang timur untuk mengenali dan mengetahui IK. Karena tanpa adanya kesadaran pribadi, maka ilmu pengetahuan yang berharga hanya akan menjadi cerita pengantar tidur saja tanpa disertai dengan aksi nyata untuk mau mengenali, memahami dan bahkan menggunakannya kembali. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *