Surat Suara Pileg 2019 Lebih Besar Dari Koran

JAKARTA – KPU telah menetapkan model dan ukuran surat suara yang akan dipakai dalam pemilu 2019 mendatang. Seperti yang sudah diduga, ukuran kertas suara begitu besar.

Khususnya untuk pemilu legislatif. Kini, KPU tinggal menunggu satu kali lagi konsultasi dnegan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan model surat suara tersebut.

Bacaan Lainnya

Surat suara untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD berukuran paling besar. Modelnya vertikal, dengan ukuran 51×82 cm.

Itu setara dengan satu setengah kali ukuran halaman koran Jawa Pos. Sementara, yang paling kecil tentu saja surat suara untuk pilpres.

Ukurannya 22×31 cm atau sedikit lebih besar ketimbang kertas A4.Ukuran yang jumbo itu tidak lepas dari banyaknya partai yang berpartisipasi dalam pemilu 2019.

Yakni 16 partai nasional dan 4 partai lokal khusus untuk Provinsi Aceh. Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan, ukuran lebar kolom untuk nama caleg kali ini lebih besar, sekitar 1 cm.

Itu untuk memastikan pemilih tidak keliru dalam mencoblos.Bila lebar kolom nama terlalu kecil, dikhawatirkan hasil coblosan berada di antara dua nama. Bila itu terjadi, maka suaranya akan dianggap masuk sebagai suara partai.

’’Calonnya dirugikan, karena sebenarnya pemilihnya ingin mencoblos dia,’’ terangnya di KPU, Senin (19/11). Bila menjadi suara partai, tentu tidak ada garansi bahwa suara itu akan diberikan kepada si caleg.

Meskipun surat suara menjadi besar, Pramono menjamin lebarnya tetap muat saat dibentangkan di bilik suara. Sebab, bilik suara sendiri lebarnya 60 cm.

’’Kalau surat suara terlalu lebar, tidak adil untuk partai di sisi kanan dan kiri,’’ lanjut mantan Ketua Bawaslu Provinsi Banten itu.

Saat ini, proses lelang surat suara masih berlangsung. Rencananya, produksi dan distribusi akan dimulai awal Januari hingga Maret mendatang. Untuk lelang, pihaknya menggunakan acuan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPT HP) pertama.

Sementara, saat produksi nanti, acuannya adalah DPT HP II. Menurut Pramono, hal itu tidak menjadi persoalan. Sebab lelang dilakukan menggunakan harga satuan per lembar. Untuk surat suara pilpres misalnya, harga perkiraan satuannya adalah Rp 309 per lembar.

’’Jadi lelangnya bukan gelondongan (borongan), sehingga berapapun yang diproduksi tidak masalah,’’ tutur pria kelahiran Semarang itu.

Sementara itu, mantan Ketua KPU Ramlan Surbakti mengingatkan KPU untuk berhati-hati dalam menangani surat suara. Terutama dalam hal pascaproduksi.

’’Di Pemilu 2019 ini, surat suara yang diproduksi jumlahnya (hampir) 1 miliar lembar,’’ terangnya.
Sebagai gambaran, bila jumlah pemilih dalam DPT sekitar 190 juta, maka jumlah surat suara yang diproduksi akan mencapai sekitar 970 juta lembar termasuk cadangan.

Maka, tantangan utamanya ada pada proses distribusi. ’’Anda lihat, tahun 2009 ada berapa surat suara yang tertukar? Puluhan. Pemilu 2014 lebih banyak lagi,’’ terang Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya itu.

Untuk 2019, dia berharap tidak ada lagi kejadian surat suara tertukar. Khususnya untuk surat suara pemilu legislatif anggota DPR dan DPRD.

Ramlan menjelaskan, ada mahasiswa S2 Tata Kelola Pemilu di Unair meneliti distribusi surat suara di Jatim. Di Surabaya dan Nganjuk didapati banyak surat suara tertukar. Namun, ada dua kabupaten lain dalam penelitian yang surat suaranya tidak ada yang tertukar.

’’Ternyata yang tidak tertukar itu, seleksi (sortir) dan packaging (pengepakan) surat suara ditangani sendiri melibatkan PPK dan PPS,’’ lanjutnya.

 

(byu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *