Soal RUU HPP, Hergun: Solusi Meningkatkan Penerimaan Pajak

Heri Gunawan
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Heri Gunawan (Hergun) sampaikan catatan terkait RUU HKPD yang mengatur perimbangan keuangan, termasuk batasan belanja pegawai. Foto: dokpri Hergun

Dalam tugas legislasi, Fraksi Partai Gerindra memperhatikan dengan sungguh-sungguh masukan dan aspirasi dari semua pihak. Bahwa ini demi kepentingan penguatan sistem perpajakan agar adil, sehat, efektif, dan akuntabel sehingga APBN semakin mandiri dan berkelanjutan. Di sisi lain, inipun demi kepentingan keseimbangan hak dan kewajiban antara otoritas dan wajib pajak, fairness, kemudahan administrasi, dan pentingnya menjaga kondusivitas iklim investasi usaha dan bisnis.

“Kami juga berkomitmen bahwa negara harus hadir memberi perlindungan kepada rakyat kecil. Berbagai aspirasi masyarakat, baik yang disampaikan kepada anggota kami di Komisi XI DPR RI, disampaikan langsung kepada fraksi kami, maupun yang disampaikan melalui media massa dan media sosial, menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan sikap Fraksi Partai Gerindra. Karena itu, ketentuan perpajakan yang dimasukkan dalam RUU ini telah dipertimbangkan secara seksama, dan terkait substansi yang menyasar rakyat kecil, kami mendorong untuk dihapus atau dikembalikan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (existing),” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Hergun pun menjabarkan, berdasarkan hasil pembahasan soal RUU HPP, pihaknya menghasilkan delapan kesepakatan. Seperti Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Tarif PPh Orang Pribadi, pajak UMKM, penghapusan beberapa usulan, PPN, Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (P2SWP), cukai dan pajak karbon.

Soal pajak UMKM, kata Hergun, pihaknya berpendapat bahwa fasilitas diskon 50 persen untuk pelaku Wajib Pajak UMKM agar dipertahankan. Selain itu, Fraksi Partai Gerindra juga memutuskan untuk mengatur treshold peredaran bruto tidak kena pajak sebagai bentuk pemihakan nyata bagi Wajib Pajak UMKM.

Pihaknya juga mengusulkan penghapusan untuk lima kebijakan, di antaranya penerapan Alternative Minimum Tax (AMT), Instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak atau GAAR (General Anti Avoidance Rule), Penerapan pajak terhadap warisan, hibah, dan dividen, Pengenaan pajak sembako, jasa pelayanan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pendidikan, jasa asuransi sosial, dan lain-lain dan Pengenaan PPN multitarif.

Terkait PPN, Fraksi Partai Gerindra DPR RI berkomitmen barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat banyak, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial dibebaskan dari pengenaan PPN. “Terkait PPN naik dari 10% ke 11% untuk barang dan jasa tertentu, menggunakan singgle tariff, dan berlaku terhitung 1 April 2022. Sedang tarif PPN sebesar 12% (dua belas persen) mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” jelas Hergun.

Untuk tarif pajak karbon yang ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon atau paling rendah Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Diberlakukannya pengenaan tarif untuk karbon, dimana Pengenaan pajak karbon memperhatikan peta jalan (roadmap) pajak karbon dan pasar karbon yang diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan persetujuan DPR. Fraksi Partai Gerindra DPR RI mendukung afirmasi pemberlakuan Pajak Karbon yang sangat penting dalam rangka merawat kualitas lingkungan hidup.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *