Pj Gubernur Jabar : Mayoritas Pasien Tidak Bisa Coblos Pemilu

Pj Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin bersama Forkopimda di Gedung Sate Bandung, mengadakan teleconference dengan kepala daerah dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat , Rabu (14/2/2024). (Ricky Prayoga)
Pj Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin bersama Forkopimda di Gedung Sate Bandung, mengadakan teleconference dengan kepala daerah dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat , Rabu (14/2/2024). (Ricky Prayoga)

BANDUNG — Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin menyoroti mayoritas pasien di Jawa Barat tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2024, di rumah sakit tempat mereka dirawat.

Hal tersebut diungkapkan Bey dari hasil temuannya,dari juga yang disampaikan oleh kepala daerah dan Forkopimda 27 kabupaten/kota dalam acara teleconference pemantauan pemilu hari ini.

Bacaan Lainnya

“Saya ada temuan, di RS yang saya datangi (RS Santosa Kebonjati) itu pasien tidak bisa memberikan hak pilihnya. TPS yang ada hanya diperuntukkan bagi karyawan atau petugas di RS. Ini mohon dicarikan solusi,” kata Bey dalam teleconference di Gedung Sate Bandung, Rabu.

Salah satu laporan yang terungkap dalam teleconference tersebut adalah dari Pj Bupati Sumedang Herman Suryatman yang mengungkapkan bahwa dari 144 pasien yang dirawat di rumah sakit di Sumedang hanya 10 orang yang bisa menyalurkan hak pilih.

Sementara TPS keliling yang direkomendasikan untuk wilayah di sekitar Kabupaten Sumedang, ucap Herman, kesulitan menjangkau warga yang tengah sakit di wilayah Wado dan Buahdua yang ada di pelosok.

“Tidak memungkinkan TPS keliling. Mohon maaf kami sudah maksimal pak gubernur, tidak bisa mendorong 144 orang menyalurkan aspirasi,” kata Herman.

Laporan serupa juga datang dari Pj Wali Kota Cimahi Dicky Saromi yang mengatakan di wilayahnya ada pasien yang tengah dirawat tidak bisa memilih, sementara rumah sakit hanya memfasilitasi pemungutan suara untuk tenaga kesehatan.

Saat ditemui selepas teleconference, Bey mengungkapkan bahwa pasien yang tengah dirawat tidak difasilitasi memilih karena penyelenggara pemilu (KPU) mengharapkan pasien kembali ke rumah dan menyalurkan hak pilinya sesuai domisili masing-masing. “Tapi ini kan tidak memungkinkan, apalagi pasien, yang namanya dirawat sulit, belum harus nunggu di TPS,” tuturnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *