Save the Children Soroti Dampak Kekeringan Pada Pemenuhan Hak-Hak Anak

Ibu Shinta, Masyarakat Sumba Barat dapat menanam dan menyiram benih sayur di pekarangan rumahnya setelah Save the Children membantu menyediakan akses air bersih bagi Masyarakat sekitar
Ibu Shinta, Masyarakat Sumba Barat dapat menanam dan menyiram benih sayur di pekarangan rumahnya setelah Save the Children membantu menyediakan akses air bersih bagi Masyarakat sekitar

JAKARTA —  Kajian cepat Save the Children Indonesia pada November 2023 tentang dampak kekeringan memaparkan bahwa, kelangkaan air, kerawanan pangan memperburuk situasi masalah kesehatan, gangguan pada pendidikan anak serta mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Penelitian yang dilakukan di 3 Kabupaten (Lombok Barat, Sumba Timur dan Kupang) ini berfokus pada dampak dan langkah kesiapsiagaan yang harus segera dilakukan dalam menghadapi kekeringan di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Studi kami jelas memaparkan bahwa kelangkaan air berdampak pada kesehatan dan pendidikan anak. Banyak anak di daerah yang terdampak mengalami infeksi saluran pernapasan akut selama kekeringan berkepanjangan dan ini menyebabkan mereka tidak dapat masuk sekolah. Belum lagi kerawanan pangan yang mengancam berkontribusi pada angka prevalansi stunting yang tinggi serta risiko angka perkawinan anak yang meningkat karena situasi sulit ini.” Jelas Tata Sudrajat / Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia

Di Lombok Barat, Sejak Juli 2023 debit air minum bersih turun dari 100 liter per detik ke 30 liter per detik. Kekeringan ini terjadi lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi kekeringan, yang ditandai oleh kelangkaan air dan perubahan lingkungan, secara langsung memengaruhi ketersediaan sumber daya pangan dan air.

Kelangkaan ini dapat berkontribusi pada kerawanan pangan dan kurangnya keragaman pangan, yang pada akhirnya memengaruhi asupan gizi kelompok rentan, terutama anak-anak di bawah lima tahun. Selain itu, prevalensi stunting di Lombok Barat tetap tinggi hingga tahun 2023, mencapai 13,63%.

Di Sumba Timur, Masyarakat harus melakukan perjalanan 1,5 – 3 km ke mata air setiap pukul 5 pagi, tidak jarang anak-anak juga dilibatkan dalam pengambilan air. Di Kupang, tingkat air sumur bor dibeberapa titik mengalami penurunan yang signifikan, dan hal ini menganggu distribusi air ke masyarakat setempat termasuk ke area sawah. Tak jarang dari masyarakat juga harus membeli air di desa-desa terdekat.

Situasi sulit ini menyebabkan peningkatan stres dan tekanan emosional dalam keluarga karena intensifikasi persaingan untuk sumber daya yang langka seperti air. Hal ini dapat menyebabkan konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Data UPTD PPA telah menerima dan mengelola lebih dari 200 kasus dari Januari hingga Juli 2023, diantarnya adalah kasus kekerasan fisik dan seksual. Dalam beberapa kasus kesehatan mental orangtua dan anak juga harus menjadi perhatian.

Laporan Global Save the Children “Generation Hope” tahun 2022, memaparkan bahwa diperkirakan 774 juta anak di seluruh dunia—atau sepertiga dari populasi anak dunia—hidup dengan kemiskinan yang parah dan risiko iklim yang tinggi. Indonesia menempati peringkat ke-9 tertinggi secara global terkait jumlah anak yang mengalami kedua ancaman tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *