Pemerintah Beri Sinyal Ustad Pelaku Kasus Pemerkosaan Santriwati Bisa Dikebiri

Herry Wirawan
Herry Wirawan, guru pemerkosa santriwati di Bandung (Istimewa)

JAKARTA — Kasus pemerkosaan terhadap 21 santriwati yang dilakukan salah seorang Ustad di pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya atau hukuman maksimum. Tindakan bejat ini diketahui telah dilakukan selama lima tahun, yakni sejak 2016-2021, hingga empat santriwati melahirkan delapan anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menilai, terdakwa dapat diancam tambahan hukuman kebiri sesuai Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.

Bacaan Lainnya

“Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar dikutip, Rabu (15/12).

Dalam sidang peradilan yang sedang berlangsung, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Jo Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku terancam hukuman lebih dari 5 tahun.

Nahar mengatakan, kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berasrama sangat sering berulang. KemenPPPA pun mengharapkan, adanya langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.

KemenPPPA pun mendorong agar setiap lembaga pendidikan dan pengasuhan, termasuk pesantren harus memiliki dan menerapkan standar pengasuhan bagi anak yang berada di bawah tanggung jawabnya. “Kami juga mengharapkan orangtua turut mengawasi anaknya yang ditempatkan di lembaga pengasuhan atau pendidikan dan membangun komunikasi yang intens dengan anak sebagai bagian dari tanggung jawab pengasuhan yang tidak boleh dilepaskan begitu saja kepada lembaga tersebut,” ujar dia.

Nahar mengatakan, lembaga pengasuhan atau pesantren wajib memberikan orientasi kepada peserta didik untuk melindungi dirinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan memiliki akses untuk melaporkan segala bentuk perlakuan yang diterima.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *