Menikmati Puasa di Negeri Orang (2) Di Swedia, Puasa 20 Jam, Suhu Capai 26 Derajat

Jangka waktu puasa itu lebih lama karena saat ini sedang musim semi dan menjelang musim panas. Karenanya, Kamil mengaku harus mampu menahan “nafsunya” lebih lama. Selain dari perbedaan lama waktu puasa, ada perbedaan budaya yang begitu terasa di Swedia.

“Di Swedia, Islam merupakan agama minoritas. Jadinya, tidak ada keceriaan bulan Ramadan sama sekali. Mungkin hanya sedikit terasa jika tempat tinggalnya dekat masjid di Uppsala,” ujar pria yang menempuh pendidikan Master Program of Industrial Management dan Innovation tersebut.

Sebagai negara mayoritas nonmuslim, wajar bila di negara ini sangat jarang ada masjid. Bahkan, di Uppsala, menurut Kamil, hanya ada satu masjid dan berada di wilayah utara. Sedangkan, tempat indekosnya berada di wilayah selatan.

“Selama saya di sini, jujur saya belum pernah berbuka puasa atau terawih di masjid,” ujar putra pasangan Kaswan Adi Susanto-Masning Yuliati itu.

Kondisi ini berbeda dengan mereka yang tinggal di dekat masjid. Menurutnya, sejumlah temannya yang berada di dekat masjid di Uppsala, juga sering mengadakan buka puasa gratis dan salat terawih berjamaah, seperti di Indonesia. Mereka menggelar salat tarawih sebanyak 20 rakaat.

“Bayangkan kalau tarawih 20 rakaat dimulai pukul 22.45. Saya ndak membayangkan selesai salatnya pukul berapa. Sedangkan, di Uppsala untuk transportasi di atas pukul 01.00 malam sudah tidak ada. Makanya, saya memilih buka puasa dan terawih sendiri di indekos,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *