Indonesia Masa Depan 3 :  Pangan hingga Bahan Baku Pesawat Terbang, Kita Rajanya

Hazairin Sitepu (Bang HS) berdiskusi dengan
Hazairin Sitepu (Bang HS) berdiskusi dengan Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria. (tangkapan layar)

SUMBER  ekonomi Indonesia melimpah, di darat dan di laut. Hasil inovasi juga segudang. Tetapi kita belum komprehensif melibatkan rakyat secara tersistem untuk meraih pertumbuhan melalui pemerataan. Berkut ini bagian ketiga kutipan diskusi tentang Indonesia Masa Depan oleh Bang HS dengan Rektor IPB Prof Dr Arif Satria.

Bang HS: (Dari hasil inovasi), IPB sudah memiliki berapa varietas padi?

Bacaan Lainnya

Prof Arif Satria: Total ada 70 varietas. Kita ada IPB 3S. Sekarang 4S yang sudah (panen) 12 ton per hektar. Kita sudah panen dengan presiden di Malang, dan banyak di Jawa Timur kita praktikkan. Kita sebar di Jawa Timur dan di 26 provinsi. Ada lagi sekarang varietas IPB 9G, atau padi gogo, untuk lahan kering. Itu sudah 12 ton per hektar juga.

Bang HS: Bagaimana pengembangannya?

Prof Arif Satria: Saya selalu sampaikan kepada pemerintah agar kita maping. Perguruan tinggi punya inovasi yang harus dimanfaatkan. Tugas kami perguruan tinggi untuk meriset dan mendidik orang. Tapi pengembangan nasional bukan tugas kita. Tugas kita kan piloting, prototipe. Dengan keterbatasan yang kita miliki, ya, harus bersama-sama.

Bang HS: Jangan sampai “inovasi untuk inovasi”?

Prof Arif Satria: Makanya, inovasi harus bermanfaat. Saya selalu sampaikan kepada dosen IPB, banyak-banyaklah bersentuhan dengan realitas dan masyarakat supaya mendapatkan feedback. Riset apa yang dibutuhkan supaya memberikan solusi. Karena yang kita lakukan adalah inovasi untuk solusi.

Bang HS: Bagaimana dengan persoalan minyak goreng kaitannya dengan sawit?

Prof Arif Satria: Lahan produksi sawit kita besar sekali. Memang kemarin faktornya harga. Ada disparitas harga produk. Itu kan masalah rutin. Di mana ada disparitas, pasti ada masalah. Dari sisi itu perlu teknologi yang dimiliki masyarakat di sekitar perkebunan sawit. Sehingga masyarakat tidak bergantung pada perusahaan besar. Bisa mengolah sendiri. Bisa mandiri.

Bang HS: Faktornya apakah hanya karena ekspor?

Prof Arif Satria: Petani sawit menjual ke perusahaan besar. Kemudian dia (petani) pembeli minyak goreng juga. Dia bukan hanya produsen, dia juga konsumen. Karena dia konsumen, dia kena dampaknya juga. Karena itu penyetopan (ekspor) sementara saya setuju. Saya kira bagus. Minyak goreng ini vital. Semua orang menggunakan. Dan implikasinya besar. Dahsyat sekali. Minyak goreng bukan tidak cukup karena diekspor ke mana-mana. Makanya ketegasan pengawasan sangat penting.

Bang HS: Itu sektor pertanian, bagaimana sektor kelautan?

Prof Arif Satria: Sektor kelautan dan perikanan, Ibu Susi (mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti) pernah mengeluarkan (kebijakan) antikapal asing. Dan (itu) sudah bagus untuk me-recovery sumber daya. Sekarang sumber daya semakin pulih dan bagus. Yang sekarang diperlukan adalah investasi dalam negeri untuk industri kapal. Untuk memanfaatkan potensi perikanan kita.

Bang HS: Lalu bagaimana dengan teknologi kelautan?

Prof Arif Satria: Budidaya memang butuh teknologi. Yang canggih sekarang Norwegia, Taiwan, dan Jepang. Dan budidaya itu memang harus milih-milih. Selama ini Indonesia masih didominasi budidaya rumput laut. Cuma persoalan di kita (itu) teknologi. Memang di era 4.0, mau ngecek pakannya, kadar oksigen, di HP semua. Itu lebih efisien.

Bang HS: Permasalah besarnya di mana?

Prof Arif Satria: Yang sekarang menjadi masalah adalah proses hilirisasi. Ini memang kita lihatnya perkomoditi. Tidak bisa digeneralisir. Misalnya rumput laut. Jadi produk-produk itu kita ekspor ke berbagai negara kemudian mereka ekspor balik ke Indonesia ketika sudah jadi. Mereka menciptakan added value untuk rumput laut.

Rumput laut bisa banyak hal: agar-agar, kosmetik. Di China untuk baju. Juga sebagai bahan baku stabilitas pesawat terbang. Ini kata Pak Habibi. Beliau cerita, pesawat terbang itu bisa stabil karena produk perikanan yaitu rumput laut.

Kita harus mulai menggunakan sektor ini. Kemudian energi microalgae, tentang farmasi. Obat obatan kita luar biasa saat ini 90 persen masih impor. Padahal potensi keberagaman hayati kita luar biasa, khususnya dari laut. Dari laut itu luar biasa.

Bang HS: Ya. Bahan baku obat di Indonesia kan impor semua.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *