Soal Huntap, Pendopo Sukabumi Didemo Ratusan Penyintas Bencana di Nyalindung

Pendopo Sukabumi Didemo Ratusan Penyintas Bencana
Ratusan warga saat menggeruduk Gedung Negara Pendopo Sukabumi, di ruas Jalan Raya Ahmad Yani, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi pada Kamis (29/02).

SUKABUMI – Ratusan warga dari penyintas bencana retakan tanah di Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, menggeruduk Gedung Negara Pendopo Sukabumi, di ruas Jalan Raya Ahmad Yani, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi pada Kamis (29/02).

Kedatangan peserta demo yang didampingi Gerakan Ormas Islam Bersatu (GOIB) ini, mendapatkan pengawalan ketat dari Polres Sukabumi Kota.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan pantauan Radar Sukabumi di lokasi, para pendemo tiba di depan gerbang Gedung Negara Pendopo Sukabumi sambil membawa sejumlah spanduk yang berisikan kecaman, sekitar pukul 10.35 WIB. Diantaranya, Alinasi Masyarakat Nyalindung Menggugat, Kami korban Bencana Pergerakan Tanah Nyalindung Tahun 2020 Menuntut Tanggungjawab Pemerintah Daerah Untuk Merealisasikan Pembangunan Hunian Tetap Yang Sudah Dijanjikan Kepada Kami sejak tahun 2020. Jangan Abaikan dan Menyengsarakan Kami Hanya Demi Kepentingan Sekelompok Orang,

Dimana tanggungjawab Kalian Seperti Yang Diamanatkan Undang-Undang 1945.

Setelah beorasi sambil membawa mobil komando, sejumlah peserta aksi langsung dipersilahkan memasuki Gedung Pendopo Sukabumi untuk melakukan audensi bersama sejumlah pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi pada pukul 11.05 WIB.

Ketua Umum Gerakan Ormas Islam Bersatu (GOIB), KH. Asep Sirojudin melalui Sekjen Ormas GOIB, Mohammad Afrizal Adi Permana kepada Radar Sukabumi mengatakan, ia bersama ratusan warga Desa Mekarsari sengaja mendatangi Gedung Negara Pendopo Sukabumi untuk meminta kejelasan dan kepastian kepada pemerintah Kabupaten Sukabumi, terkait nasib para penyintas bencana pergerakan tanah di wilayah Kecamatan Nyalindung.

“Selama hampir empat tahun terkahir, tidak ada kepastian terkait janji pemerintah yang akan membangun hunian tetap bagi warga terdampak bencana alam itu. Akhirnya, kita bersama warga terdampak langsung turun untuk meminta kepastian kepada pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi,” kata Mohammad Afrizal Adi Permana kepada Radar Sukabumi pada Kamis (29/02).

Saat melakukan audensi, sambung Afrizal, ia bersama warga mengaku berayukur. Lantaran, muncul dua kesepakatan atau dua pernyataan dari pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi.

Pada kesempatan pertama, kata Afrizal, untuk di wilayah terdampak bencana retakan tanah di Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, saat ini masih dalam proses kaitan status tanahnya.

Sehingga, pembangunan huntap belum bisa dilakukan. Namun meski demikian, pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berjanji akan mempercepat pembangunannya, khususnya dalam kaitan proses status tanah yang akan dijadikan tempat relokasi penyintas bencana.

“Sementara, kaitan yang ke dua untuk di Desa Mekarsari. Insya Allah Surat Perintah Permohonan Pembangunan Rumah atau SPPR-nya akan diterbitkan paling lambat sampai Rabu 6 Maret 2024 nanti,” tandasnya.

Menurutnya, SPPR ini sangat penting bagi warga penyintas bencana alam yang sudah bertahun-tahun mendambakan pembangunan hunian tetap. Untuk itu, jika SPPR ini sudah diterbitkan, maka hal ini dapat menjadi dasar bagi para penyintas bencana untuk mendesak pengusaha agar secepatnya dilaksanakan kembali pembangunan hunian tetap yang pada beberapa pekan terakhir, terhenti.

“Kalau teknis dan rencana pembangunan kami tidak tahu. Karena itu domain daripada pelaksana. Nah, setau kami pelaksana itu ada yang ditunjuk dari BNPB atau disebut aplikator. Sedangkan untuk perencanaan ada di pengusaha atau di BPBD selaku PPK-nya,” timpalnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pembangunan huntap bagi penyintas bencana alam di Desa Mekarsari sudah mulai dikerjakan oleh BNPB melalui aplikator sekitar Januari 2024.

Namun, proses pembangunannya dihentikan sampai pembangunan pondasi. “Jadi, di Desa Mekarsari itu, ada 21 rumah. Karena, relokasi mandiri, makanya terpisah dari Cijangkar. Terlebih di Desa Mekarsari itu, status tanahnya sudah clear and clear,” paparnya.

“Pembangunan huntap pada Januari 2024 di Desa Mekarsari itu, terhenti dengan alasan bahwa SPPR belum diterbitkan. Makanya hari ini kita datang ke pemerintah untuk diterbitkan SPPR spuaya ada pelaksanaan,” timpalnya.

Pihaknya tidak mengetahui secara pasti nama perusahaan atau nama aplikator yang nantinya akan mengerjakan pembangunan huntap bagi para penyintas bencana alam tersebut. “Hanya saja, saya bersama warga terdampak meminta pembangunan huntap, agar segera dilakukan demi keamanan dan kenyaman para penyintas bencana alam,” timpalnya.

Masih ditempat yang sama, Assda II Bidang Pemerintah dan Kesejahteraan Masyarakat, Dedi Chardiman kepada Radar Sukabumi mengatakan, pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi telah menerima perwakilan warga terdampak bencana retakan tanah di Kecamatan Nyalindung, untuk melakukan audensi membahas persoalan pembangunan huntap bagi para penyintas.

“Alhamdulillah, hari ini sudah diterima dan kesepakatan bahwa betul adanya hari ini ada kendala di legal aspek tanah. Tapi mereka paham. Kemudian, kedua ada yang dilaksanakan secara mandiri, tadi atas jaminan Pak Kalak BPBD Kabupaten Sukabumi, Insya Allah akan segera diselesaikan,” jelas Dedi.

Kedua pernyataan ini, kata Dedi, sudah diterima oleh warga dan masyarakat langsung pulang ke rumahnya masing-masing dengan tertib sekira pukul 14.30 WIB.

“Jadi untuk huntap di Desa Mekarsari, itu yang tuntutan mereka tadi, karena ada persoalan teknis saja pada SPPR. Janji, Pak Kalak tadi maksimal mulai Rabu 6 Maret 2024 nanti, SPPR dan legal aspeknya akan keluar,” imbuhnya.

Sementara, untuk pembangunan huntap bagi warga terdampak bencana di Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, masih terdapat beberapa kendala terkait komitmen dan status lahan yang akan dijadikan tempat relokasinya di lahan milik PTPN.

“Sebenarnya, kami dari pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi itu, sudah berbuat banyak perihal rencana pembangunan huntap itu. Kami juga terus intensif melakukan komunikasi dengan pihak PTPN soal status lahannya. Iya, agar penggunaan lahan untuk relolasi itu sesuai dengan legal aspek yang ada berkaitan dengan lahan PTPN,” pungkasnya. (Den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *