Jejak Ni Luh Putu Sugiantiri di Sukabumi, Polwan Ajudan Terakhir Bung Karno

Foto ajudan Bu Ni Luh Putu Sugianitri, masa terakhir Bung Karno memakai pakaian kebesaran.

Kabar duka datang dari Ni Luh Putu Sugianitri. Polisi wanita atau polwan yang merupakan ajudan terakhir Presiden pertama Republik indonesia, Ir Soekarno. Siapa sangka, ajudan sang proklamator kemerdekaan ini cukup erat kaitannya dengan Sukabumi.

 

Laporan: Lupi Pajar Hermawan, Sukabumi

 

Inalilahi wainaalihaiii rojiun. Doa duka ini pun mengiringi berpulangnya Ni Luh Putu Sugianitri, polwan  sekaligus ajudan terakhir Bung Karno 1965-1967. Bu Ni Luh Putu merupakan salah satu saksi perjalanan hidup Presiden Pertama RI, Soekarno.

Almarhuman pernah menemani masa-masa Bung Karno sebagai tahanan rumah. Di masa kepemimpinan sang ploklamator digantikan Soeharto, ajudan yang terakhir menetap di Denpasar, Bali ini tetap menemaninya.

Namun rupanya, kisah perjalanan ajudan berangkat brigadir ini cukup erat kaitannya dengan Sukabumi. Bahkan, dikabarkan pernah tinggal di Sukabumi.

Sepenggal kisahnya, diungkap Irman Firmansyah, penulis sejarah sekaligus Ketua Yayasan Dapuran Kipahare. Menurutnya, Ni Luh Putu Sugianitri adalah polwan yang menjadi ajudan terakhir Presiden Sukarno. Karena masalah politik saat itu dia tidak pernah naik pangkat. Pangkatnya brigadir tidak pernah dipecat, tidak pernah diberhentikan, dan tidak pernah menerima uang pensiun. Wanita asal Tabanan, Bali itu adalah polisi angkatan ketiga dari sekolah kepolisian Sukabumi.

“Saat ada pengumuman dibuka pendaftaran polwan di Sukabumi dia tertarik karena sekolah polisi biayanya ditanggung Negara. Dia nekat mendaftar dan dari 55 orang yang lolos ikut testing, dialah salah satunya. Dia kemudian berangkat ke sukabumi dan bersekolah di sana selama setahun dan mendapat pangkat brigadier,” ungkapnya kepada Radar Sukabumi, Rabu (17/3/2021).

Ni Luh Putu Sugianitri mempunyai kemampuan menari sehingga sering menari di acara kepolisian Sukabumi maupun acara kepresidenan. Saat ramah tamah lulusan ijasah di Sukabumi dia pun diminta menari dan siap dengan pakaiannya namun tiba-tiba lampu mati dan acara dibatalkan.

“Ternyata berkaitan dengan peristiwa G30S PKI, ijasah sudah di tangan hampir semua lulusan kembali ke daerah asal namun dia diminta tidak kembali karena punya kemampuan menari,” sebutnya.

Kemudian Bung Karno memintanya untuk menjadi ajudan. Sebagai ajudan dia tetap menari sambil membawa revolver ditas untuk menjaga Bung Karno. Awalnya dia menjaga putra putri Bung Karno kemanapun mereka pergi. Kemudian dia ditugaskan menjadi ajudan Bung Karno.

“Tugasnya menyiapkan makanan, mengecek seluruh makanan dan penganan kecil supaya tidak ada bahaya, dan mengantarkan obat. Dia juga menemani Bung Karno pergi ke Istana Bogor menikmati sajian musik keroncong yang menjadi hobi Bung Karno seminggu sekali. Kerjaannya juga beli kue permintaan Bung Karno,” terangnya.

Makanan yang disukai Bung Karno adalah lemper, buah rambutan, dan jika makan pakai kecap dengan merk tertentu dari Blitar. Dia juga saksi bahwa di masa akhir jabatan Bung Karno tidaklah kaya bahkan untuk membeli rambutan saja dia sering tak punya uang.

“Setelah peristiwa gestok dia masih mendampingi sampai Bung Karno diamankan. Saat bung karno diasingkan maka tugasnya selesai. Sesudah Suharto berkuasa, dia diminta Bu Tien untuk menjadi ajudan namun dia menolak dan memilih hidup berpindah pindah dengan putra putri Bung Karno. Dia menjaga mereka tanpa bayaran,” bebernya.

Saat anak Bung Karno sudah besar dan menikah iapun menikah dan memulai hidup baru, namun tak lama ia memutuskan kembali ke Bali untuk belajar melukis. Di masa tua dia hanya bercocok tanam.

“Pengalamannya dengan Bung Karno mengajarkan dia untuk tidak serakah dengan jabatan dan uang, dan dia memilih hidup sederhana,” pungkasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *