Yang dilakukan Darmah misalnya. Perempuan 55 tahun tersebut mulai berjualan Kamis lalu. Barang dagangan dijajakan di atas meja kayu yang masih tersisa oleh hantaman gempa. Sebab, toko yang berada persis di depan rumahnya kini ikut roboh. ”Berjualan seadanya saja,” ujarnya.
Pukul 07.30 ibu lima anak itu mulai beraktivitas. Menata barang-barang jualan di atas meja. Mayoritas adalah jajanan anak-anak. Ada juga sembako serta BBM eceran. Satu liter BBM jenis pertalite dijual Rp 13 ribu. ”Ada beberapa harga sembako yang naik karena gempa. Kami juga menjualnya agak tinggi,” katanya.
Di sepanjang perjalanan menuju puncak Gunung Pusuk, KLU, juga ramai orang berjualan. Mereka bahkan sudah berjualan sejak seminggu terakhir. Mayoritas yang dijajakan adalah buah-buahan dan minuman khas berupa tuak manis yang diolah dari daun aren. ”Daripada di pengungsian terus, lebih baik jualan,” tutur Yuliati, warga Desa Pusuk Lestari.
Semakin ke timur, aktivitas masyarakat terus terlihat. Misalnya yang tampak di lapangan Dusun Lekok Selatan, Desa Gondang, Kecamatan Gangga. Di sana warga beramai-ramai membangun rumah hunian sementara. Lokasinya di tanah lapang.
Bangunan-bangunan sederhana itu bertiang bambu dan beratap terpal. Ada juga sebagian yang beratap anyaman daun kelapa. Satu bangunan berukuran 4 x 5 meter. Itu sudah cukup untuk dihuni satu kepala keluarga. Di sana ada 188 bangunan yang dibangun.
Di seberang jalan raya berderet bangunan yang sama. Jumlahnya 176 bangunan. Sehingga total ada 364 bangunan hunian sementara. ”Kami bosan di pengungsian. Terlalu sumpek,” kata Muslihan, kepala Dusun Lekok Selatan.