Tahun 2022 Pemkot Sukabumi Naikan NJOP, Dinilai Hal Wajar

Pemerintah Kota Sukabumi
Pemerintah Kota Sukabumi menaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di ruas jalan utama

CIKOLE– Pemerintah Kota Sukabumi di awal tahun 2022 ini telah menerapkan Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di dua lokasi yakni Jalan utama dan juga Perumahan dan kavling.

Hal tersebut menyesuaikan dengan kondisi perkembangan ekonomi dan aturan perundang-undangan yang dinilai sudah tepat.

Bacaan Lainnya

Menurut salah satu, pengamat kebijakan publik, Asep Deni. Keniakan NJOP harus dilihat juga dari kepentingan kedepanya. Meskipun, sudah hampir sekitar 8 tahun Pemkot Sukabumi tidak melakukan kenaikan NJOP pasca dilimpahknya oleh Kantor Pajak Pratama di tahun 2013 lalu.

Asep menjelaskan kalau mengacu kepada Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), kemudian keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek PBB, dan dipertegas oleh Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), langkah Pemkot Sukabumi menaikan NJOP di tahun 2022 itu hal yang wajar.

“Kalau melihat aturan tersebut, langkah Pemkot Sukabumi menaikan NJOP hal yang wajar,”ujar Asep Deni Kamis, (17/2).

NJOP kata Asep, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

Di bidang properti, atau NJOP juga adalah nilai yang ditetapkan negara sebagai dasar pengenaan pajak bagi PBB. Perkembangan sebuah kawasan membuat nilai jual properti meningkat.

“Jadi sudah jelas kenapa NJOP harus naik ?, hal itu karena memang terjadinya perubahan. Contoh, asalnya didaerah itu kosong, namun sekarang lahan tersebut terdapat bangunan, otomatis NJOPnya alami perubahan, begitu juga sebaliknya,”jelasnya.

Sebetulnya, Pemkot Sukabumi terlambat dalam segi menaikan harga NJOP. Karena dalam Pasal 29 undang-undang no 28 tahun 2009, dan pasal 5 Perda Nomor 10 tahun 2012, diterapkan bahwa besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB- P2 ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun sekali, kecuali untuk obyek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya dan Besarnya NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah.

“Ini juga yang jadi pertanyaan, kenapa baru dilakukan tahun ini kenaikanya.

Asep Deni
Pengamat kebijakan publik, Asep Deni

Padahal objek pajak itu disesuaikan dengan perkembangan wilayah, contohnya, perkembangan wilayah di Jalan Siliwangi yang meliputi dua kelurahan yakni Kebonjati dan Cikole, perkembangan ekonominya cukup pesat dari tahun ke tahun, begitupun jalan Suryakencana, jika dibandingkan dengan Jalan Bhayangkara mungkin sangat berbeda. Jadi bisa saja penyesuainnya itu dilakukan setiap tahun,” bebernya.

Terlepas dari itu, Asep Deni memaparkan lebih rinci kenaikan NJOP juga harus dilihat dari tiga sektor pendekatan. Yakni, Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach).

Yakni, NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis dengan Objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.

Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

Kemudian pendekatan biaya (Cost Approach), ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan, terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutan fisiknya.

“Dan yang ketiga yaitu pendekatan pendapatan (Income Approach), hal ini untuk mementukan NJOP yang tidak dapat dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut,”katanya.

Ditambahkan Asep, penyesuaian NJOP ini tentunya bisa juga dilakukan dipemukiman namun tetap harus menggunakan tiga metode tersebut.

Soalnya kondisi setiap wilayah itu tentunya berbeda-beda. “Bisa dilakukan penyeseuian seara bertahap melihat tiga indikato tersebut,” pungkasnya. (bal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *