Kurangi Sampah, Kantong Plastik Ritel Tak Lagi Gratis

JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) kembali menerapkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) atau kantong plastik berbayar mulai kemarin (1/3). Biaya yang dianjurkan Aprindo pada pelaku usaha ritel adalah sekitar Rp 200-1.000 per kantong.

Alasan utama diterapkannya kebijakan ini adalah upaya pelaku industri ritel untuk mengurangi sampah plastik sekaligus mendorong kontribusi pada negara melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, Aprindo sudah pernah meluncurkan kebijakan serupa pada 2016 silam. Namun, realisasinya tidak berjalan optimal karena gerakan tersebut tidak kunjung dibuatkan payung hukum oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Padahal, pihak kementerian telah meminta agar KPTG menjadi gerakan nasional yang bertujuan mengurangi sampah plastik.

”Kita lakukan langkah konkret sambil tunggu peraturan dari KLHK. Seperti yang dikatakan sejak 2016 yang bilang akan ada aturan pengaturan sampah plastik, tapi hingga kini belum keluar sudah tiga tahun lamanya,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, kemarin (1/3).

Roy menegaskan bahwa kebijakan KPTG telah disepakati oleh kurang lebih 600 peritel yang tergabung dalam Aprindo. Roy merinci bahwa pihaknya menghimbau biaya yang dikenakan tak lebih dari Rp 500 per plastik berukuran kecil dan sedang.

Sementara untuk tarif plastik berukurang besar, Aprindo meminta kepada ritel untuk mengenakan tarif tak lebih dari Rp 1.000. “Secara umum, tarif rata-rata yang diterapkan oleh ritel anggota kami itu Rp 200. Tapi itu kami serahkan lagi ke anggota. Silahkan, bisa Rp 200 atau Rp 500,” tambahnya.

Menurut Roy, kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi. Artinya, masih wajar jika ada ritel yang masih belum melakukan penyesuaian harga. Sebab, setiap medan pasar ritel dianggap berbeda.

Selain belum adanya payung hukum tentang pelarangan kantong plastik, Roy melihat upaya beberapa daerah terkait pelarangan kantong plastik di sektor ritel cukup berdampak pada pelaku ritel dengan ritel lainnya di daerah perbatasan yang belum menerapkan aturan serupa.

Anggota Aprindo secara bertahap juga akan mensosialisasikan program ini pada masyarakat melalui poster, sosial media, serta ajakan langsung dari kasir. ”Konsumen akan kita sarankan untuk menggunakan tas belanja pakai ulang. Beberapa ritel sudah mengidekan hal tersebut,” beber Roy.

Dari pantauan Jawa Pos di beberapa ritel modern di Jakarta Selatan, biaya tambahan untuk kantong plastik belum sepenuhnya diterapkan.

Di Superindo dan Alfamart, kasir sudah memasukkan biaya tambahan Rp 200-500 per plastik, dengan sebelumnya meminta persetujuan pada konsumen yang berbelanja. Sementara di Indomart dan Alfamidi, harga kantong plastik masih dihargai Rp 1.

Roy menambahkan, kebijakan KPTG juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi 30 persen sampah dan menangani sampah sampai 70 persen termasuk sampah plastik pada 2025. Selain itu, pembayaran kantong plastik diharapkan akan memberikan kontribusi kepada negara melalui PPN.

”Mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan, untuk itu kita coba secara perlahan mulai sekarang,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan bahwa pihaknya memahami kebijakan tersebut. Namun, ada beberapa hal yang menjadi catatan.

Menurut Tulus, istilah KPTG sebenarnya tidak tepat karena dia menganggap tidak ada kata gratis bagi kantong plastik yang ada di toko ritel. ”Semua biaya operasional pelaku usaha sudah dimasukkan dalam cost yang dibebankan pada konsumen lewat harga yang harus dibayar,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Tulus, pemberlakuan KPTG tanpa adanya regulasi hukum yang tetap akan membuat konsumen bertanya-tanya. Meski dia mendukung visi pemerintah terkait pengurangan kantong plastik, namun langkah pelaku ritel harus dikaji secara komperhensif.

”Meski Aprindo mengklaim harga tarif plastik yang ditetapkan tidak mengambil margin apapun, hal itu tetap harus dibicarakan agar tidak membebani konsumen,” tutupnya.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai KTPG tidak efektif. Direktur Ekeskutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Ahmad mengatakan, seharusnya bisa lebih tegas dalam bentuk larangan memakai kantong plastik. Tentu, upaya tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah setempat.

Daerah perkotaan menjadi perhatian. Sebab, kebutuhan penduduk akan plastik besar. Apalagi, harga yang ditetapkan terbilang masih terjangkau. ”Ibaratnya daripada repot mending keluar uang sedikit untuk beli kantong plastik,” ujarnya.

Selain itu, aturan tersebut seharusnya diikuti dengan penggantian kantong plastik ramah lingkungan.

Namun, Ahmad menyadari untuk menerapkannya tidak mudah. Harus mengedukasi masyarakat lebih dulu. ”Sehingga lambat laun masyarakat terbiasa untuk membawa kantong sendiri dari rumah. Kalau tidak ya risiko,” tandasnya. (agf/han)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *