Bung Karno Adalah Wartawan, Sudah Tahu?

Karikatur bung Karno

RADARSUKABUMI.com – Sebelum membacakan naskah proklamasi dan menjadi Presiden Republik Indonesia, Soekarno lama menggeluti dunia jurnalistik. Bahkan pernah jadi pemimpin redaksi.

WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK

Bacaan Lainnya

Dalam tulisan-tulisannya di suratkabar, selain menggunakan nama asli–sejauh yang berhasil diketahui–Soekarno menggunakan nama pena; Bima dan Soemini.

“Beberapa kali Bung Karno berurusan dengan pemerintahan kolonial Belanda, semua bersangkutan dengan status kewartawanannya,” tulis Roso Daras dalam Menusuk Penjajah Dengan Pena.

Bung Karno senantiasa memakai nama Bima ketika menulis di Oetoesan Hindia, koran milik Tjokroaminoto, bapak kosnya di Surabaya. Usia Si Bung masih belasan tahun ketika itu.

Im Yang Tjoe, penulis biografi pertama Bung Karno; Soekarno Sebagai Manoesia, terbit 1933, menceritakan Soekarno kegandrungan Bima—tokoh pahlawan dalam pewayangan—sejak kanak-kanak.

Menurut pengakuan Bung Karno langsung dalam biografinya, tak kurang 500 tulisannya di Oetoesan Hindia memakai nama Bima.

Semasa di Surabaya, sebagaimana ditulis Rudi Hartono dalam Pena Tajam Soekarno, Si Bung pernah aktif sebagai anggota dewan redaksi Bendera Islam, suratkabar yang kemudian hari berganti nama Fadjar Asia.

Koran yang terbit tiga kali seminggu ini bersemboyan; Melawan Imperialisme Barat! Berjuang untuk Kebebasan Bangsa dan Tanah Air.

Mendirikan Koran

Dari Surabaya, Soekarno melanjutkan sekolah arsitek di Bandung. Technische Hoogeschool—kini Institut Teknologi Bandung (ITB).

Di Kota Kembang, dia indekos di rumah Inggit Garnasih, sekitaran wilayah Pagarsih, dekat lokalisasi terkenal; Saritem.

Bersama kawan-kawannya, lelaki kelahiran 6 Juni 1901 tersebut mendirikan kelompok studi Algemene Studie Club. Dan menerbitkan majalah Soeloeh Moeda Indonesia, pada 1926.

Majalah bulanan ini, tulis Roso Daras, dipimpin dan diterbitkan Bung Karno dengan segala biaya yang ia kumpulkan dari honorariumnya sebagai seorang arsitek.

Bagi Soekarno, “masa aksi zonder kursus-kursus, brosur-brosur, dan suratkabar, adalah massa aksi yang tidak hidup dan tidak bernyawa.”

Masa-masa ini, Bung Karno banyak melahirkan tulisan-tulisan fenomenal. Antara lain Swadeshi dan Massa Actie di Indonesia. Dan yang paling terkenal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.

15 Juli 1928, sekian bulan sebelum Peristiwa Sumpah Pemuda, edisi perdana koran Persatoen Indonesia terbit. Siapa lagi otaknya kalau bukan Soekarno.

“Soekarno mengumpulkan donasi sebesar 500 gulden dari cabang-cabang PNI. Persatoean Indonesia ini menjadi corong PNI,” tulis Rudi Hartono, peneliti yang kini menjadi pengurus Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *