Adanya Silpa, Hergun: Pemerintah Lebih Memilih Membebani Rakyat, Ketimbang Menyelesaikan Masalah 

Anggota DPR_RI Fraksi Gerindra Heri Gunawan

RADARSUKABUMI.com – DPR menyampaikan pandangan atas Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2019 yang telah disampaikan pemerintah. Fraksi Gerindra menyoroti penyerapan realisasi anggaran belanja negara tahun 2019 yang masih rendah dan juga Pengalokasian Sisa Anggaran Lebih (SAL) untuk masalah krisis likuiditas BPJS Kesehatan Ketimbang Program Kerakyatan.

Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan mengatakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun 2019 tercatat tinggi, sebesar Rp213,63 triliun (sebelum dikurangi angka penyesuaian sebesar Rp941 miliar), karena memasukkan SILPA tahun 2018 yang tidak terpakai selama tahun 2019 sebesar Rp160,24 triliun.

Bacaan Lainnya

Adanya SILPA yang besar pada akhir tahun 2018 dan tahun 2019 di atas, berbanding terbalik dengan keluhan BPJS Kesehatan yang mengaku defisit sebesar Rp15,5 triliun, yang menyebabkan Pemerintah mengambil keputusan menaikkan iuran BPJS.

” Sebuah fakta yang sangat ironis, di satu sisi ada dana berlebih, namun di sisi lainnya ada program kerakyatan yang kekurangan dana. Fraksi Partai Gerindra DPR RI menyayangkan sikap Pemerintah yang memilih membebani rakyat ketimbang menggunakan dana lebih tersebut untuk menyelesaikan masalah krisis likuiditas BPJS Kesehatan,” tandasnya.

Sementara itu, realisasi Anggaran Belanja Negara tahun 2019 sebesar Rp2.309,28 triliun atau 93,83 persen dari target APBN 2019, juga lebih rendah dari penyerapan belanja tahun 2018 yang mencapai 99,66 persen.

Kecenderungan penurunan realisasi Belanja Negara diharapkan tidak berlanjut, apalagi untuk tahun 2020 yang memerlukan kerja lebih keras lagi di tengah ancaman resesi ekonomi.

” Pemerintah perlu melakukan inovasi perbaikan dalam Penyerapan Anggaran, tidak hanya sebatas angka semata tetapi mengutamakan manfaat, kualitas penyerapan dan tepat sasaran,” ujar Politisi Asal Sukabumi saat membacakan Pandangan Fraksi Gerindra terhadap DPR menyampaikan pandangan atas Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2019 yang telah disampaikan pemerintah.

Lanjutnya, Meski realisasi Belanja Negara pada tahun 2019 hanya sebesar Rp2.309,28 triliun atau 93,83 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp2.461,11 triliun, yang menarik justru realisasi Pembayaran Bunga Utang mencapai Rp275,52 triliun atau 99,87 persen.

Angka ini meningkat sebesar 6,95 persen dibandingkan realisasi Pembayaran Bunga Utang tahun 2018. Realisasi Belanja Hibah tercatat meningkat 325,91 persen, dibanding realisasi tahun 2018. Demikian juga Belanja Bantuan Sosial meningkat 33,40 persen pada tahun 2019, dibanding realisasi tahun 2018.

” Ketimpangan dalam realisasi anggaran belanja menunjukkan bahwa di tahun politik 2019, skema Pendapatan dan Kebijakan Pengendalian Belanja belum mampu menghadirkan postur APBN yang kredibel. Implikasinya adalah posisi Keseimbangan Primer yang tetap negatif sebesar Rp73,13 triliun (minus 0,46 persen dari PDB),” katanya.

Sementara itu, Realisasi Defisit Anggaran tahun 2019 yang melebihi target berakibat pada bertambahnya pembiayaan untuk menutup defisit. Jika melihat Laporan Realisasi APBN tahun 2019, realisasi Defisit Anggaran sebesar Rp348,65 triliun atau 117,8 persen, mengalami kenaikan sebesar Rp52,65 triliun dari yang direncanakan dalam APBN 2019 yang sebesar Rp296,0 triliun.

Akibatnya kata Pria akrab disapa Hergun ini, realisasi Defisit Anggaran tahun 2019 bertambah menjadi 2,2 persen terhadap PDB, melampaui target defisit anggaran 1,84 persen dalam Undang-Undang APBN 2019. Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2018 sebesar Rp269,44 triliun, maka terdapat peningkatan defisit sebesar Rp79,21 triliun.

” Kenaikan Defisit Anggaran tahun 2019 secara otomatis menjadikan pembiayaan netto meningkat dari Rp296,0 triliun menjadi Rp402,05 triliun atau naik 135,8 persen, sehingga SILPA murni tahun 2019 menjadi Rp53,39 triliun, meningkat signifikan melebihi SILPA tahun 2018 sebesar Rp. 36,24 triliun,” pungkasnya. (bal)

Rekomendasi- rekomendasi Fraksi Partai Gerindra DPR RI Terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2019

1. Pemerintah perlu lebih serius dalam melaksanakan APBN yang sudah disepakati bersama Pemerintah dan DPR. Penyerapan yang cenderung menurun dan Penerimaan Negara yang tidak sesuai target, menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah dalam melaksanakan APBN belum maksimal.

2. Pemerintah seyogyanya lebih realistis dalam mematok asumsi-asumsi dalam perencanaan APBN serta berupaya mendorong postur APBN yang surplus. Lebih lanjut, Pemerintah harus terus mengevaluasi efektivitas defisit APBN yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal ekspansif.

3. Pemerintah perlu mengambil fokus yang jelas dalam arah pembangunan. Selain intensifikasi sektor manufaktur dan energi untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan Pendapat Negara, Fraksi Partai Gerindra DPR RI memandang bahwa kesejahteraan masyarakat hanya mungkin dicapai dengan pembangunan sektor pertanian yang optimal.

4. Adalah ideal, ketika negara maritim seperti Indonesia menempatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebagai indikator pembangunan. Petani dan Nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Dua indikator ini diharapkan mendorong intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor pangan.

5. Terkait dengan Pendapatan Negara, Fraksi Partai Gerindra DPR RI mendorong Pemerintah untuk melakukan upaya-upaya nyata guna meningkatkan Pendapatan Negara, terutama dari potensi-potensi sumber daya yang tersedia, termasuk menaikan rasio pajak, sehingga negara bisa memiliki sumber penerimaan yang cukup dan dapat mengurangi ketergantungan kepada utang sebagai sumber pembiayaan setiap tahun anggaran.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *