Refleksi Jelang Pemilu 2024: Mencoblos Sesungguhnya

Pemilu-Serentak-2024

Oleh: Roni Sarkoni.
(Redaktur Radar Sukabumi)

Seperti diketahui Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 tinggal beberapa bulan lagi. Setidaknya tahapan dan jadwal Pemilu pun telah disahkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Bacaan Lainnya

Bahkan, berdasarkan Peraturan KPU bernomor 3 tahun 2022 tersebut. Tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang sudah disepakati.

Mulai dari perncanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu. Kemudian pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.

Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu. Dan, penetapan peserta pemilu. Lalu penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan.

Selanjutnya, proses pencalonan anggota DPD, pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Kemudian pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Selain itu dalam agenda pesta demokrasi ada masa kampanye pemilu dan disebutkan ada masa tenang. Agenda selanjutnya yakni pemungutan suara atau akrab disebut hari pencoblosan, pada tanggal 14 Februari 2024.

Setelah itu, penghitungan perolehan suara. Lalu rekapitulasi hasil penghitungan suara. Penetapan hasil pemilu, (paling lambat 3 hari) setelah pemberitahuan atau putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Terakhir, agenda Pemilu adalah pengucapan sumpah atau janji DPR dan DPD. Serta pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029.

Demikian tahapan dan jadwal Pemilu tahun 2024, namun klimaks dari rangkaian Pemilu adalah menentukan pilihan pemimpin baik itu Kepala Negara, maupun Wakil Rakyat di Parlemen, yang notabene berdasarkan perolehan suara hasil pilihan rakyat.

Didalam negara demokrasi, setiap orang pastinnya berhak menentukan pilihan terhadap sosok atau figur yang menjadi pilihannya, sesuai hati nuraninya.

Sebagaimana dikutip pernyataan dari Ustad Abdul Somad (UAS) dalam unggahan video di kanal YouTube, menurutnya, jika seseorang memilih figur yang dipilih tidak sesuai dengan nurani. Sesungguhnya ia (pemilih) tersebut telah mengingkari nuraninya.

“Ketika seseorang sedang mencoblos (hak pilih) maka saat itu secara tidak langsung ia telah bersaksi dihadapan Tuhan,” kata UAS.

“(Saya) bersaksi bahwa orang yang saya pilih layak untuk menjadi pemimpin 5 tahun kedepan,” UAS, mencontohkan bentuk kesaksian yang dimaksud.

Sehingga dalil yang disampaikan oleh UAS tersebut dapat kita implikasihan, lagi-lagi figur yang menjadi pilihan kita harusnya sesuai dengan pilihan nurani kita atau trust kejujuran.

Sebab, jika tidak sesuai nurani, maka pemilih tersebut telah bersaksi palsu. Oleh karena itu, kata UAS, bahwa perbuatan bersaksi palsu itu, salah satu masuk golongan dosa besar.

Sekali lagi perlu kita pahami pula, sesuai dengan amanat Peraturan KPU seperti disebut diatas, dalam Pasal 2, bahwa Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Selain itu, dalam pelaksanaan Pemilu, harus tetap memperhatikan asas yang bersifat, langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (Luber dan Jurdil).

Begitu juga dengan penyelenggara Pemilu, harus menyelenggarakan berdasarkan prinsip, mandiri, jujur dan adil serta berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien.

Pers Berperan Aktif

Sebagai jurnalis, saya dan kami sepakat dengan pernyataan dari Ketua Dewan Pers (DP) Dr Ninik Rahayu, yang meminta kepada para insan pers untuk berperan aktif mewujudkan Pemilu 2024 berlangsung damai.

Untuk itu dalam artikel ini penulis tidak bermaksud berpolitik praktis. Karena itu, kami memahami pesan dari Ketua DP, agar insan pers untuk selalu menghindari pemberitaan yang berpotensi memicu konflik dalam ajang pesta demokrasi (Pemilu) 2024 mendatang.

Maksudnya, agar para insan pers sama-sama bisa memitigasi jangan sampai dalam peliputan ada konflik. Karena, terkadang ada saja seseorang yang yang merasa dirugikan melalui pemberitaan.

Oleh karena itu, juga Ninik berharap agar insan pers perlu mengambil pelajaran dari banyaknya fenomena konflik akibat pemberitaan yang muncul pada Pemilu 2014 dan 2019 lalu.

Bahkan pada Pemilu 2024 nanti, konflik akibat pemberitaan berpotensi meningkat. Hal itu dipicu akibat masifnya distribusi pemberitaan, seperti melalui media sosial (Medsos).

Beragam pemberitaan didistribusikan di Medsos, sudah kelihatan sebelum Pemilu. Beberapa kasus bahkan sudah masuk ke lembaga Dewan Pers. Oleh karena itu, tidak hanya Dewan Pers, kita semua tentu berharap Pemilu 2024 berlangsung damai. semoga. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *