Pembelajaran Tatap Muka, Tunggu Dulu!

Oleh : Hema Hujaemah, M.Pd
(Kepala SMPN 11 Kota Sukbumi)

Kasus Covid-19 di Indonesia membesar dan mendekati angka 100.000 orang. Meningkatnya risiko penularan ditandai kemunculan kluster-kluster baru dari keluarga, permukiman, perkantoran, dan rumah sakit. Menurut Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 22 Juli, jumlah pasien Covid-19 di Jakarta meningkat sejak 8 Juli dengan tingkat kepositifan di atas 5 persen. Selain Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah menunjukkan peningkatan kasus dengan angka kepositifan di atas 20 persen (Kompas (27/07/2020).

Bacaan Lainnya

Informasi di atas menunjukkan tren penularan yang semakin meluas, hal ini dikarenakan aktivitas warga meningkat. Sedangkan banyak diantara mereka yang tidak melaksanakan protokol kesehatan. Kondisi seperti ini menjadi dilema buat pemerintah, dan masyarakat. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melumpuhkan semua sektor. Dampaknya dirasakan luar biasa oleh semua pihak, sehingga protes mengalir deras secara emosional.

Ketika pemerintah melonggarkan PSBB, geliat sektor mulai terlihat. Namun timbul masalah yaitu munculnya kluster-kluster baru penularan Covid-19. Seperti kasus Covid-19 di Gedung Sate, walaupun belum dinyatakan sebagai klaster baru, hal ini jadi kabar yang memprihatinkan.

Sehingga perlu dijadikan perhatian bagi seluruh warga, agar tidak terulang di tempat lain, utamanya di dunia pendidikan. Tingginya angka penularan ini salah satu penyebabnya adalah pelonggaran pembatasan sosial, untuk menghidupkan kembali berbagai sektor publik.

Melihat kondisi saat ini, pemerintah agaknya sulit untuk kembali membatasi gerak massa. Pilihan terbaik adalah mengajak pengelola perkantoran, mall, pasar, dan permukiman, untuk selalu disiplin melaksanakan protokol kesehatan bagi internal warga dan pengunjung.

Terlebih untuk dunia pendidikan, tidak bisa disamakan dengan pembukaan areal publik lainnya. Anak-anak lebih perlu diperhatikan dan dilindungi kesehatannya oleh semua pihak.

Selain usia yang masih rentan, anak-anak relatif belum paham dengan apa yang terjadi dan cara melaksanakan protokol kesehatan.

Apalagi melihat beberapa orang dewasa disekitarnya belum bisa memberikan pemahaman dan contoh yang baik bagi mereka. Akhirnya sebagai akibat kekurangpahaman, ketidaksiapan, dan ketidakmampuan orangtua menjadi guru bagi putra-putrinya, banyak orangtua mengeluh, dan mendesak pihak tertentu untuk segera membuka kembali proses pembelajaran tatap muka (PTM).

Padahal pemerintah daerah, satgas percepatan penanganan Covid-19, dan beberapa para pakar saja sampai saat ini belum menyatakan aman apalagi memberikan izin kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan PTM.

Tentunya banyak pertimbangan yang sedang dikaji dan dianalisis dampaknya oleh pihak terkait. Semua pihak hendaknya belajar bersabar, menerima kenyataan, berusaha, dan berdoa agar setiap kebijakan menjadi maslahat bukan mudharat.

Orangtua jangan menganggap PTM di masa pendemi ini mudah dan seperti KBM biasa. Walaupun benar gubernur Jawa Barat sudah membolehkan beberapa daerah dan satuan pendidikan melaksanakan PTM.

Namun ada beberapa prosedur yang harus ditempuh, sampai mendapatkan izin dari pemerintah daerah dan satgas percepatan penanganan Covid-19. Kesiapan sarana dan prasarana di satuan pendidikan, pengaturan jadwal, dan pengawasan di dalam dan di luar sekolah, perlu menjadi bahan pertimbangan.

Gubernur menyampaikan, salah satu upaya untuk membuka kembali PTM dengan menggeser zona kerawanan dari asalnya tingkat kota/kabupaten, menjadi tingkat kecamatan. Sehingga kecamatan yang sudah zona hijau bisa membuka PTM dengan melaksanakan protokol kesehatan yang ketat.

Namun semuanya tergantung kepada kebijakan pemerintah daerah masing-masing. Walaupun zona kerawanan digeser menjadi kecamatan, tetap saja tidak ada jaminan untuk lebih aman.

Kenyataannya peserta didik yang berada di satuan pendidikan tidak semuanya warga satu kecamatan. Tidak ada jaminan peserta didik bisa menerapkan protokol kesehatan ketika pergi dan pulang sekolah, walaupun ketika di sekolah aman.

Peserta didik dan orangtuanya sangat dimungkinkan melakukan perjalanan antar kecamatan bahkan antar kota dan provinsi untuk kepentingan tertentu. Hal-hal seperti itulah salah satu yang menjadi pertimbangan semua pihak.

Oleh karena itu, pada saat ini tetap pilihan terbaik adalah belajar dari rumah (BDR). Terlepas dari segala kekurangan dan keterbatasan. Semua pihak harus siap, pandai beradaptasi dan menerima kenyataan. Tidak memaksakan keinginan secara emosional atas nama kepentingan pribadi, namun adil buat semuanya. Tidak mencaci, tapi mencari solusi dan berkontribusi.

Untuk mengatasi belum optimalnya BDR, pihak satuan pendidikan, kecamatan, dinas pendidikan, dan pemerintah daerah, hendaknya berkomunikasi dan bersinergi dengan baik. Untuk mengkaji dan menganalisis kekurangan BDR, berdasarkan laporan dari masing-masing satuan pendidikan. setelah itu temukan solusi, diantaranya:

Pertama, Jika kendala utama BDR belum optimal, karena keterbatasan kepemilikan media dan kuota, selain pembelajaran luring yang diberikan oleh pihak satuan pendidikan. Maka pihak kecamatan, dinas, dan pemerintah daerah bisa bekerjasama untuk memfasilitasi media dan kuota bagi peserta didik yang sangat butuh bantuan. Seperti menyediakan hotspot gratis di beberapa titik yang bisa diakses oleh peserta didik dengan mudah. Contohnya kegiatan yang sudah berjalan di Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Jawa barat. Karena pendidikan adalah tanggungjawab bersama sesuai dengan amanat Undang-undang Sisdiknas

Kedua, seiring waktu sambil menunggu keadaan benar-benar aman, pihak terkait hendaknya dapat bekerjasama dengan satuan pendidikan dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sesuai dengan protokol kesehatan. Tidak semuanya dibebankan pada satuan pendidikan, hendaknya ada sedikit subsidi, untuk pemenuhan masker, cairan disifektan, penyediaan thermogun, dll. Akan terasa berat jika hanya dibebabkan pada pihak satuan pendidikan. Apalagi bagi satuan pendidikan yang masih kekurangan peserta didik.

Terakhir, orang tua, satuan pendidikan, dan masyarakat, hendaknya lebih bersabar dalam menyikapi situasi seperti ini. Berpikir secara mendalam dan bijak, bertindak dewasa, tidak tergesa-gesa atas dasar emosi, dan kepentingan pribadi. Namun pertimbangkan risiko terkecil yang membawa kebaikan bagi semua. Satuan pendidikan adalah ruang dunia anak-anak yang sangat berbeda dengan sektor lainnya.

Oleh karena itu tidak bisa dibanding-bandingkan dengan pembukaan mall, tempat wisata, dan pasar. Tidak ada satu orangpun dan pihak manapun yang menginginkan kondisi seperti ini. Kadar pengetahuan, pengalaman, kemampuan beradaptasi, bahkan keimanan, akan menentukan respon positif atau negatif dalam wujud ucapan, dan tindakan dalam menghadapi wabah Covid-19.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *