Ormas dan Guru Penggerak

Oleh : Hema Hujaemah, M.Pd
(Kepala SMPN 11 Kota Sukbumi)

Tiga bulan yang lalu, saya menulis opini dengan judul “Pentingkah Organisasi Penggerak?” yang terbit di Radar Sukabumi, tanggal 09 Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19. Di dalamnya saya sampaikan terdapat beberapa point yang perlu diprioritaskan sebelum hal lainnya.

Bacaan Lainnya

Pertama, Perbaiki sumber daya manusia (SDM) utamanya guru. Pending sementara bicara kualitas, fokuskan kepada pemenuhan jumlah rasio guru sesuai kebutuhan. Karena hampir di semua sekolah saat ini kekurangan guru.

Kedua, Perbaiki pendanaan pendidikan baik jumlah maupun sistem pendistribusiannya. Image sekolah gratis harus direalisasikan secara tepat dan berimbang. Ketiga, Perbaiki sarana dan prasarana pendidikan agar sesuai dengan standar nasional dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan.

Sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah mempersiapkan peluncuran program guru penggerak dengan membuka kesempatan bagi widyaiswara, guru, kepala sekolah, dan praktisi pendidikan untuk menjadi fasilitator dan pendamping calon guru penggerak. Program guru penggerak dirancang dengan menitikberatkan pada kualitas pelatihan dan pendampingan.

Tujuannya agar peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang berdaya dan berkomitmen dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan hasil studi Programme for International Students Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dari tahun ke tahun Indonesia menunjukkan sebagai salah satu negara dengan peringkat hasil PISA rendah di dunia.

Melihat kondisi tersebut, Kemdikbud akan fokus pada peningkatan hasil belajar peserta didik, yang tidak terlepas dari upaya peningkatan kompetensi guru, salah satunya melalui program Guru Penggerak.

Menurut Dirjen GTK, Iwan Syahril, guru penggerak dan tim pendukungnya akan mampu mencetak SDM unggul yang berkompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Menyoal program ormas penggerak dan guru penggerak sepertinya tidak ada yang salah. Tujuannya baik dan identik, walaupun terkesan double program dan anggaran. Jika melihat tiga prioritas di awal tulisan, sepertinya kedua program ini terlalu loncat.

Kurang adaptif dengan kebutuhan praktis di lapangan. Padahal sebaiknya dahulukan dan penuhi kekurangan guru, penyaluran dana pendidikan tepat waktu, dan perbaiki sarpras pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya memahami tiga hal tersebut begitu penting bagi satuan pendidikan, sebelum merancang program lainnya.

Bagaimana satuan pendidikan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran jika gurunya kurang, dana pendidikan minim dan tersendat-sendat, sarana dan prasarana pembelajaran kurang memadai? Apakah tidak pernah terpikirkan untuk membenahi hal itu dulu. Program ormas penggerak dan guru penggerak akan efektif dan efisien jika ketiga hal di atas sudah terpenuhi.

Jika Kemdikbud memiliki dana yang terbatas, alangkah baiknya dana yang dicanangkan untuk program ormas penggerak dan guru penggerak terlebih dahulu digunakan untuk menggaji guru honorer yang diangkat menjadi ASN. Pemberian gaji sesuai UMR bagi guru yang masih honorer.

Menambah jumlah dana pendidikan secara tepat waktu, dan memenuhi sarana pendidikan yang belum memadai. Terkecuali Kemdikbud memiliki dana yang melimpah, sambil menutupi kebutuhan prioritas di atas, bisa sekalian meluncurkan program-program inovatif lainnya.

Selama di satuan pendidikan, masih banyak guru yang memegang jam mengajar lebih dari 30 JP. Banyak guru honorer yang gajinya dibawah UMR dan harus menunggu tiga bulan sekali bahkan lebih.

Sarana pembelajaran seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan dan sarana lainnya yang menunjang masih jauh dari standar, proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak akan optimal.

Apa yang bisa diharapkan dari kondisi seperti itu?

Kemdikbud jangan terlalu sering menerawang dari jauh. Faktanya gunung pun akan indah sekali kalau dilihat dari jauh. Namun ketika didekati, perjalanan dan medan yang ditempuh tidak seindah hasil terawangan.

Begitupun dengan fakta di dunia pendidikan, pengelolaan dengan apa adanya tak seindah impian. Kualitas pendidikan sebagai tujuan akhir proses pendidikan hanya harapan, karena perencanan dan proses yang berkualitas masih belum tuntas.

Para pembuat kebijakan, cobalah datang ke daerah. Tinjau langsung beberapa satuan pendidikan sebagai tempat memanusiakan manusia.

Apakah gurunya sudah dimanusiakan?

Dananya cukup, sarananya memadai?

Program baru hasil penelitian level Nasional bahkan Internasional tidak akan berarti bagi dunia pendidikan, jika kebutuhan pokok saja masih belum terpenuhi. Akan lebih aktual jika program disesuaikan dengan hasil tinjauan langsung ke lapangan.

Program ormas penggerak dan guru penggerak bukan program yang salah. Namun saat ini yang dirasakan dan dibutuhkan mendesak di satuan pendidikan bukan itu.

Merdeka belajar tidak akan terwujud, jika ketersediaan guru, kesejahteraan guru (honorer), pendanaan, sarana dan prasarana pendidikan belum merdeka.

Ditambah adanya regulasi baru yang belum diimbangi dengan perbaikan implementasinya. Sehingga tujuan yang baik, justru akan menghambat satuan pendidikan untuk berkembang.

Selama belum adanya kecocokan antara kebutuhan di lapangan dengan pola pikir dari pembuat kebijakan, selama itupun proses pendidikan akan jalan ditempat bahkan mundur.

Satuan pendidikan hanya bisa memberdayakan apa yang ada. Sulit berinovasi lebih, karena bahan yang dibutuhkan sangat terbatas.

Sebesar apapun niat, ketika tidak diimbangi dengan dukungan komponen yang dibutuhkan, sepertinya akan sulit direalisasikan.

Semoga menjadi renungan bagi semua pihak, utamanya para penentu kebijakan. Selama hal mendasar belum terpenuhi, program apapun yang dipaksakan hasilnya tidak akan efektif dan efisien jauh dari tujuan yang diharapkan.

Kami yang menjadi tumpuan pelayanan terhadap peserta didik mempunyai tanggungjawab besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kualitas pembelajaran akan terwujud jika semua komponen saling menunjang.

Oleh karena itu, dengarkan, perhatikan, tinjau, dan penuhi apa yang menjadi kebutuhan dasar pelayanan terhadap peserta didik di satuan pendidikan. Semoga program selanjutnya bisa diterapkan dengan baik sesuai dengan harapan dan tujuan semua pihak. Aamiin…(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *