Nusantara Wiwitan: Menggali Peradaban Awal di Tatar Sunda

kang-warsa

Oleh Kang Warsa

Kunjungan penulis ke situs megalitikum Gunung Padang pada tahun 2014 menghadirkan kesan yang tak terlupakan. Situs ini menjadi salah satu bukti betapa megahnya peradaban manusia di wilayah Tatar Sunda ribuan tahun sebelum piramida di Mesir didirikan.

Bacaan Lainnya

Sejak diviralkan pada 2013, Gunung Padang menjadi perhatian ilmuwan dan peneliti. Uji karbon pada bebatuan situs tersebut menunjukkan bahwa bebatuan tertua diperkirakan berasal dari 13.000 hingga 10.000 SM, yang berarti bahwa peradaban yang membangun situs tersebut ada sebelum era pertanian dan agrikultur dimulai.

Meski situs ini telah ditemukan pada tahun 1914 oleh arkeolog Belanda, baru beberapa dekade terakhir perhatian serius diarahkan untuk penelitian lebih lanjut. Jika terbukti bahwa Gunung Padang adalah hasil kreasi manusia prasejarah, implikasinya sangat besar.

Bukti ilmiah ini dapat meruntuhkan pandangan konvensional tentang sejarah peradaban manusia, khususnya terkait asal-usul peradaban yang sering dianggap berpusat di Timur Tengah atau Mesir. Pandangan Harry T. Simanjuntak, seorang ilmuwan Indonesia, yang menyebut bahwa peradaban pertama mungkin berasal dari Sunda, memperkuat pentingnya penelitian di Gunung Padang ini.

Penemuan situs megalitikum ini memberikan refleksi mendalam tentang sejarah Nusantara yang selama ini mungkin belum digali secara optimal. Situs seperti Gunung Padang bukan sekadar tumpukan bebatuan, tetapi merupakan pintu menuju sejarah yang lebih tua, membuka wawasan tentang bagaimana manusia di wilayah ini hidup, berinteraksi, dan mengembangkan teknologi mereka pada masa lampau.

Meskipun kita belum dapat sepenuhnya memahami tujuan atau fungsi dari situs ini, penelitian terus berlanjut dan diharapkan dapat memberikan jawaban yang lebih komprehensif.

Penelitian ilmiah tentang peradaban manusia prasejarah, seperti yang dilakukan di Gunung Padang, sering kali dipandang bertentangan dengan ajaran agama yang menyatakan bahwa Adam adalah manusia pertama.

Namun, pertentangan ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Ayat-ayat dalam kitab suci, khususnya yang bersifat metafora, memberi ruang bagi penafsiran baru. Dalam banyak kasus, agama dan ilmu pengetahuan dapat saling melengkapi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tentang asal-usul manusia.

Sebagaimana diungkapkan oleh Heinrich Zimmer, kompromi antara agama dan ilmu pengetahuan merupakan bentuk kesadaran baru yang mulai berkembang. Pada masa lalu, para agamawan dan ilmuwan sering kali saling bertentangan, memperdebatkan pandangan masing-masing dengan dalil-dalil yang sukar disatukan.

Namun, pada akhirnya, kedua bidang ini sebenarnya berusaha menjelaskan fenomena yang sama: asal-usul dan tujuan hidup manusia. Gemuruh kesadaran baru ini membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih produktif antara agama dan sains, memungkinkan kedua disiplin ilmu tersebut untuk saling melengkapi daripada berseteru.

Dalam konteks ini, agama tetap relevan dalam memberikan panduan moral dan spiritual, sementara ilmu pengetahuan membantu kita memahami fenomena dunia secara empiris. Keduanya tidak harus bertentangan, tetapi justru dapat bersinergi dalam menjawab pertanyaan besar tentang asal-usul peradaban, evolusi manusia, dan misteri alam semesta.

Penafsiran ulang terhadap ayat-ayat kitab suci tidak berarti bahwa agama menjadi usang, tetapi justru memperkaya pemahaman kita tentang pesan-pesan ilahi yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu pandangan yang menggugah adalah teori Harry T. Simanjuntak yang menyatakan bahwa manusia berperadaban pertama mungkin berasal dari Sunda. Pandangan ini menarik perhatian karena berpotensi mengubah narasi sejarah yang telah kita pelajari selama ini.

Tidak hanya itu, wacana dari Prof. Santos tentang Sundaland juga menambah kompleksitas dalam memahami sejarah Nusantara. Sundaland adalah wilayah luas yang mencakup sebagian besar Asia Tenggara yang sekarang telah tenggelam oleh permukaan laut yang naik setelah zaman es terakhir.

Wisata gunung Padang
Situs Megalitikum Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *